Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1

ADVERTISEMENT
Banjir yang merendam Kabupaten Demak, Jawa Tengah, kini telah merambah ke 13 kecamatan. Menurut Kepala BPBD Kabupaten Demak, Agus Nugroho, pihaknya hanya bisa berharap tanggul yang jebol bisa segera ditutup.
ADVERTISEMENT
"Saat ini sudah 90 desa terdampak, kota kami sudah tenggelam. Listrik sudah dimatikan, jadi saya berharap bahwa satu-satunya solusi penanganan banjir di Demak hanya bagaimana penutupan tanggul (yang jebol) itu selesai dan baik," ujar Agus saat menerima kunjungan Komisi 8 DPR RI di Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Rabu (20/3).
Agus menuturkan, banjir yang merendam 90 desa ini kian parah. Bahkan di Kecamatan Karanganyar, ketinggian air mencapai 2-3 meter hingga membuat seluruh warga harus mengungsi.
"Banjirnya semakin tinggi dan semakin meluas sekarang 12 dan hampir 13 kecamatan kalau sama Wedung, kemarin 11 kecamatan sekarang desanya ada 30. Terdampak 97 ribu warga, kalau pengungsi kurang lebih 25 ribu ada yang di Kudus dan di Demak," sebut Agus.
ADVERTISEMENT
Banjir juga membuat transportasi dari dan menuju Demak lumpuh. Bahkan, Agus menuturkan, jalur Pantura Kudus-Demak saat ini masih tergenang air yang cukup tinggi.
"Kondisi jalur Pantura masih lumpuh karena tanggulnya belum tertutup," kata Agus.
Menurut Agus, banjir kali ini merupakan yang terparah bahkan jika dibandingkan dengan bencana banjir yang terjadi tahun 1992 silam. Saat itu, Agus mengaku sempat ikut mengungsi, namun kondisinya tak separah sekarang.
"Ini yang paling parah, kalau 1992 walaupun saya juga ngungsi tapi tidak separah ini. Ini nggak ada di Indonesia, sampai kita tiga kali mengeluarkan tanggap darurat," jelas dia.