BPN: Pemerintah Otoriter, Masa Ngomong People Power Jadi Tersangka

9 Mei 2019 12:19 WIB
Kuasa Hukum Eggi Sudjana saat tiba di Bawaslu, Selasa (19/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa Hukum Eggi Sudjana saat tiba di Bawaslu, Selasa (19/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Ujaran people power ternyata berbuntut urusan hukum. Pendukung Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, karena ucapan people power saat deklarasi kemenangan Prabowo di Kertanegara, 17 April 2019.
ADVERTISEMENT
Caleg PAN itu dituduh melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara atau makar dan atau menyiarkan sesuatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.
Juru Debat BPN Prabowo-Sandi, Ahmad Riza Patria, menilai penetapan tersangka terhadap Eggi sangat berlebihan. Sebab, Eggi hanya melontarkan pernyataan, bukan melakukan tindakan makar.
“Ini kan berlebihan. Masa orang ngomong begitu saja dibilang makar. Dan ini pemerintahan sudah pemerintahan yang otoriter, arogan, zalim. Ini kan eranya reformasi, biasa masyarakat mau minta siapa kek jadi presiden. Itu biasa aja,” kata Riza kepada wartawan, Kamis (9/5).
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, Eggi Sudjana, Ustaz Sambo dan pendukungnya bertakbir di Rumah Kertanegara. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Menurut Riza, pernyataan Eggi pada 17 April lalu hanya sebatas ekspresi diri dan keinginan agar Prabowo dilantik menjadi seorang presiden. Tentu, kata dia, hal itu tidak ada yang salah, sebab negara demokrasi menjamin kebebasan berpendapat setiap warga negaranya.
ADVERTISEMENT
“Dulu juga Pak Harto juga presiden yang sah, orang people power, salah enggak? Enggak. Ada dijatuhkan waktu itu, diturunkan paksa waktu itu. Enggak ada makar itu, enggak ada yang ditersangkakan, enggak ada yang dipenjarakan. Ini baru ngomong pidato begitu saja, orasi begitu saja. Ini pemerintah memang sudah zalim ini,” kritik politikus Gerindra itu.
Politisi Gerindra, Ahmad Riza Patria pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Justru, Riza menganggap tindakan seperti ini bentuk dan upaya pemerintah membuat suasana semakin memanas dan dilakukan pemerintah dengan sadar.
"Di demokrasi di dunia itu orang mau ngomong apa saja biasa. Yang penting kan enggak anarkis, enggak merusak, enggak kriminal. Kalau cuma bersuara, berpendapat. Jadi enggak ada yang luar biasa. Mau ganti presiden tiap hari ngomong juga boleh,” tegasnya.
ADVERTISEMENT