BPN: Tak Ada Permohonan Ukur Tanah dari Panitera di Polemik Tanah Warga Tambun

4 Februari 2025 12:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, yang berada di sekitar Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, yang berada di sekitar Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Bekasi, Darman Simanjuntak, mempertanyakan proses eksekusi pengosongan tanah di Cluster Setia Mekar Residence 2 dan sekitarnya di Tambun Selatan, Bekasi. Sebab, seharusnya eksekusi seharusnya didahului dengan permohonan untuk pengukuran tanah kepada BPN.
ADVERTISEMENT
Adapun pengosongan lahan ini menuai polemik karena warga yang tergusur memiliki sertifikat hak milik (SHM) tanah.
Eksekusi dilakukan oleh PN Cikarang kelas II pada 30 Januari lalu. Humas PN Cikarang Kelas II, Isnanda Nasution mengatakan, pihaknya melakukan eksekusi, berdasarkan delegasi dari Pengadilan Negeri Bekasi, yang tercantum dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Putusan PN Bekasi itu bermula dari gugatan seseorang bernama Mimi Jamilah. Menurut Darman, seharusnya setelah putusan, panitera mengajukan pengukuran tanah ke BPN.
“Nah, menjadi pertanyaan sekarang pada saat eksekusi, dilakukan eksekusi, ternyata kan ada pasal 93 dari PP 18 tahun 2021 ayat 2 menyebutkan bahwa intinya panitera sebelum melakukan eksekusi wajib memohon pengukuran ke BPN terlebih dahulu untuk mengetahui letak dan batas bidang tanah,” kata Darman kepada kumparan, Selasa (4/2).
ADVERTISEMENT
“Nah, dari data yang kami baca di kantor, tidak ada permohonan pengukuran dari Panitera. Namun langsung dilaksanakan eksekusi. Sehingga di lapangan BPN tidak mengetahui yang mana yang dieksekusi,” sambungnya.
Suasana Cluster Setia Mekar Residence 2 yang menjadi salah satu area yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, di Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Adapun tanah ini awalnya dimiliki seseorang bernama Djuju Saribanon Dolly. Pada tahun 1976, ia menjual tanahnya ke Abdul Hamid, tetapi tak ada balik nama.
Abdul pun hanya memegang Akta Jual Beli (AJB). Ia kemudian menjual tanah itu melalui perantara bernama Bambang Heryanto pada tahun 1982. Dari situ, seseorang bernama Kayat membeli tanah itu.
“Jadi yang dibalik nama ke BPN itu penjualan ke Kayat dengan sertifikat ditampilkan,” ujar Darman.
Tanah itu pun dipecah menjadi empat bidang, dua bidangnya dijual ke Tunggul Siagian. Pada tahun 1996, Mimi Jamilah sebagai ahli waris Abdul Hamid menggugat tanah itu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1999, ia memenangkan gugatannya dan putusannya sudah inkrah di Mahkamah Agung (MA).
Tahun 2019, Abdul Bari, membeli sebidang tanah dari Tunggul. Ia kemudian memecah tanahnya ke 27 bidang untuk dijadikan cluster perumahan.
Menurut Abdul Bari, Abdul Hamid tidak pernah membalik nama tanah tersebut, sehingga ia tak memegang SHM, hanya Akta Jual Beli (AJB) dan ia pun tak pernah melunasi. Djuju pun menjual tanah itu ke tangan lainnya.
Belum ada keterangan dari pihak Mimi mengenai permasalahan ini.