Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
BPN Usai Cek Data SHM Tanah Warga di Tambun Selatan: Ada yang Membingungkan
4 Februari 2025 12:36 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Bekasi, Darman Simanjuntak, menyebut telah mengecek data keaslian sertifikat hak milik (SHM) warga cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi. Menurutnya, ada yang membingungkan.
ADVERTISEMENT
Para warga cluster dan sekitarnya digusur padahal memiliki SHM yang sah terdaftar.
Darman menjelaskan, pada tahun 1976, tanah dengan SHM nomor M325 itu awalnya dijual oleh Djuju Saribanon Dolly ke Abdul Hamid. Namun, tidak membalik nama, sehingga Abdul hanya memegang Akta Jual Beli (AJB).
“Tidak didaftarkan peralihan yang 1976. Nah, memang ada juga di situ yang membingungkan, asli sertifikat tidak dipegang sepertinya. Karena tahun 1982 pemilik asal (Djuju) malah jual lagi kepada Kayat,“ ujar Darman kepada kumparan, Selasa (4/2).
Darman melanjutkan, usai tanah itu dijual lagi kepada Kayat dan dibalik nama ke BPN, Kayat memecah tanah itu ke empat bidang.
“Nah, begitu tahun 1982 sudah beri nama ke Kayat, oleh Kayat, dipecah empat. Empat sertifikat. Nah, dari empat sertifikat, dua sertifikat dijual kepada Tunggul Siagian,” ucap Darman.
ADVERTISEMENT
Tunggul pun memproses tanah tersebut menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Usai dari situ, pada tahun 1996, Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, menggugat tanah itu ke PN Bekasi.
“Nah, ternyata dia menang pengadilan tahun 1999. Nah, dalam perjalanannya, kami menemukan data tahun 2002 khusus untuk M705 atas nama Tunggul tadi, Pak, ada akta perdamaian dengan Mimi,” ujar Darman.
“Nah, setelah ada perdamaian berproseslah perubahan haknya di HGB, kemudian tahun 2019 dijual lah ke Abdul Bari. Abdul Bari lah yang bikin perubahan itu menjadi 27 sertifikat pecahan,” tambahnya.
Bari memecah tanah tersebut untuk membangun Cluster Setia Mekar Residence 2. Menurut Bari, seluruh warga clusternya memegang SHM yang sah.
Eksekusi Wajib Mohon Pengukuran ke BPN Terlebih Dahulu
PN Cikarang Kelas II, sesuai dengan putusan PN Bekasi, melakukan eksekusi pengosongan tanah-tanah yang dimenangkan Mimi pada 30 Januari lalu. Darman menilai, eksekusi itu melangkahi prosedur.
ADVERTISEMENT
“Nah, menjadi pertanyaan sekarang pada saat eksekusi, dilakukan eksekusi ternyata kan ada pasal 93 dari PP 18 tahun 2021 ayat 2 menyebutkan bahwa intinya panitera sebelum melakukan eksekusi wajib memohon pengukuran ke BPN terlebih dahulu untuk mengetahui letak dan batas bidang tanah,” jelas Darman.
“Nah, dari data yang kami baca di kantor, tidak ada permohonan pengukuran dari Panitera. Namun langsung dilaksanakan eksekusi. Sehingga diasumsikan sepertinya perdamian tadi tidak muncul karena perdamaian yang dibuat tahun 2002 itu pun mungkin tidak dilaporkan ke pengadilan,” sambungnya.
“Sehingga eksekusinya masih tetap utuh di 3,6 hektare. Namun posisi bidang tanah yang seharusnya ada permohonan pengukuran ke BPN dulu itu pun tidak dilakukan sehingga di lapangan BPN tidak mengetahui yang mana yang dieksekusi,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dikonfirmasi terpisah, pendiri sekaligus warga cluster, Abdul Bari, menyebut Mimi tak punya hak atas tanah tersebut karena Abdul Hamid, saat membeli tanah itu dari Djuju, tidak membalik namanya, sehingga hanya memegang Akta Jual Beli (AJB).
Abdul Hamid pun menjual tanah itu kepada Kayat melalui perantara, yakni Bambang Heryanto. Kayat membalik nama tanah tersebut dan memecah tanah itu ke empat bidang, dua bidangnya dijual ke Tunggul.
Keempat tanah itu terdaftar dengan nomor SHM 704, 705, 706, dan, 707.
“Saya beli dari alas hak sertifikat 705. Kemudian dari saya dipecah menjadi 27 bidang yang kemudian beralih hak pemilikannya kepada konsumen yang memiliki rumah dan ruko,” ujar Bari kepada kumparan, Selasa (4/2).