BPOM Izinkan Obat Remdesivir dan Favipiravir untuk Sembuhkan Pasien Corona

5 Oktober 2020 22:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Obat Remdesivir. Foto: AFP/ULRICH PERREY
zoom-in-whitePerbesar
Obat Remdesivir. Foto: AFP/ULRICH PERREY
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin penggunaan 2 obat yang terbukti bisa membantu kesembuhan pasien corona. Kedua obat tersebut yakni Favipiravir atau Avigan untuk pasien gejala ringan dan sedang, serta Remdesivir untuk pasien gejala berat.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya pada Senin (5/10), BPOM menyatakan telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir kepada industri farmasi yakni PT. Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan, serta kepada PT. Kimia Farma Tbk. yang sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia. Izin tersebut telah diberikan sejak 3 September 2020.
"Sedangkan untuk Remdesivir, telah diberikan EUA sejak tanggal 19 September kepada industri farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica," ujar Kepala BPOM, Penny K. Lukito.
Kepala BPOM Penny Lukito Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Penny menyatakan terhadap produk yang mendapatkan EUA, BPOM terus mengawasi penyaluran dan peredarannya sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana pelayanan kefarmasian.
Selain itu, kata dia, BPOM mewajibkan industri farmasi yang mendapat izin UEA untuk menjamin mutu obat, memastikan khasiat dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat.
ADVERTISEMENT
“Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 oleh para dokter sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik," ucapnya.
"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien COVID-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19,” lanjutnya.
Ilustrasi avigan. Foto: Shutter Stock
Farmakovigilans yang dimaksud Penny merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan.
Semua laporan tersebut diterima BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, BPOM dapat memberikan komunikasi risiko dan mencabut EUA.

Pemantauan Uji Klinis Vaksin Sinovac

Penny menambahkan, BPOM juga sedang mengawal uji klinik fase III vaksin Sinovac oleh PT. Bio Farma bekerja sama dengan FK Unpad. Ia menyebut dari target 1.620 sukarelawan, sampai September telah direkrut 1.089 subjek yang telah mendapatkan suntikan pertama dan 457 subjek yang telah mendapatkan suntikan kedua.
Seorang pria bekerja di fasilitas pengemasan pembuat vaksin Sinovac Biotech. Foto: Thomas Peter/REUTERS
“Sejauh ini, tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinik ini. Diharapkan semua subjek dapat selesai direkrut pada pertengahan Oktober 2020, sehingga data interim hasil uji klinik bisa kami dapatkan untuk dilakukan proses evaluasi untuk mendapatkan EUA,” kata Penny.
ADVERTISEMENT