BPOM Minta Obat Corona Unair Tak Hanya Diuji ke Pasien Gejala Ringan, Cek Jatim

31 Agustus 2020 21:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kombinasi obat corona temuan UNAIR hasil kerja sama dengan beberapa institusi pemerintah, masih diuji BPOM. Foto: Youtube/@BNPB
zoom-in-whitePerbesar
Kombinasi obat corona temuan UNAIR hasil kerja sama dengan beberapa institusi pemerintah, masih diuji BPOM. Foto: Youtube/@BNPB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengevaluasi perbaikan uji klinis obat corona Universitas Airlangga pada Senin (24/8) lalu. BPOM menilai obat tersebut belum mewakili penyembuhan untuk pasien corona.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah melakukan evaluasi uji klinik yang memang disampaikan Unair [pada] 19 Agustus, dan sudah [kami] evaluasi [pada] 24 Agustus. Kami mendukung, namun agar dilihat kembali, karena subjeknya sebagian besar masih dalam kategori ringan," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Psikotropika BPOM, Rita Endang, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Senin (31/8).
Rita menilai, ada baiknya Unair menambah subjek uji coba obat tersebut. Rita menyarankan obat Unair diuji coba ke pasien corona yang masih banyak terdapat di Jawa Timur.
"Ini baik sekali kalau ada penambahan subjek, saya kira Jatim masih merah, bahkan mendekati hitam. Kalau dengan RS Soetomo ini kan pasien banyak. Kalau dilihat hasil evaluasi kami secara signifikan, klinik dan statistik, belum membuktikan obat kombinasi ini [efektif]," ucap Rita.
ADVERTISEMENT
Rita memastikan evaluasi BPOM akan terus disampaikan secara terbuka. Sehingga tidak hanya Unair yang mengetahui koreksinya, masyarakat juga dapat ikut serta mengawasi perkembangannya.
Kombinasi obat corona temuan UNAIR saat dibeberkan di BNPB 12 Juni 2020. Foto: Youtube/@BNPB
"Namun masih sedang dilakukan review, maka nanti diperlukan pre-review sehingga nanti enggak ada surat menyurat antara BPOM, Unair, tapi lebih terkoordinasi sehingga bisa independen dan bermanfaat bagi masyarakat. Jadi bisa mendengar dari BPOM, Komnas penilaian obat, peneliti Unair, dan pengguna dari masyarakat dan akan dilakukan dalam waktu dekat sehingga koordinasi berjalan baik," ungkap dia.
"Data etik masih akan kami bicarakan soal rekrutmen subjek itu, akan bahas kembali dengan komite etik dan amandemen protokol harus disetujui komite etik baru bisa disetujui BPOM. Nanti detail lagi kami buat tertulis. Terkait komite etik yang ditanyakan bu KD, komite etik tugasnya melihat etik dan review uji klinis," kata Rita.
ADVERTISEMENT
Obat COVID-19 Unair disponsori oleh TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN). Obat baru itu merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat yang sudah ada di pasaran. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan COVID-19 dan PEN Andika Perkasa (kanan) menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru COVID-19 dari Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih di Jakarta, Sabtu (15/8/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Jika kombinasi obat dijadikan satu produk, akan dianggap sebagai obat baru yang membutuhkan izin edar dari BPOM sebagai regulator.
Sebelumnya, KSAD Jenderal Andika Perkasa menyebut pihaknya sudah menyampaikan perbaikan terkait koreksi BPOM soal uji klinis tahap 3 obat corona Unair. Ia menyerahkan itu saat pertemuan di kantor BPOM 19 Agustus lalu. Selain menyerahkan hasil uji klinis obat tersebut, Andika turut menyerahkan Corrective and Preventive Action (CAPA).
ADVERTISEMENT
Hasil evaluasi BPOM beberapa waktu lalu menyebutkan, pemilihan sampel pasien oleh Unair masih kurang. Apalagi, orang tanpa gejala (OTG) juga diberikan obat kombinasi tersebut.
Menurut BPOM, obat kombinasi tersebut harus diberikan ke pasien yang bergejala. Jumlahnya pun harus mewakili populasi masyarakat Indonesia.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***