BRIN Ungkap 3 Kendala Pengembangan Vaksin Merah Putih

24 Januari 2022 18:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, (BRIN), Laksana Tri Handoko. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, (BRIN), Laksana Tri Handoko. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan informasi terkait perkembangan vaksin Merah Putih oleh 7 lembaga. Dalam pelaksanaannya, masih ada beberapa kendala.
ADVERTISEMENT
Laksana menjelaskan, masalah utama pengembangan vaksin merah putih di Indonesia karena saat ini kita belum memiliki pengalaman untuk mengembangkan vaksin.
“Sehingga semua tim bekerja sangat keras untuk melakukan percobaan karena belum ada sebagian besar vaksin di biofarma berbasis lisensi,” kata Laksana dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Senin (24/1).
Selain itu, Laksana mengungkapkan ada 3 kendala utama terkait pengembangan vaksin di Indonesia. Pertama, soal pengalaman dalam mengembangkan vaksinasi yang tidak sembarang orang memiliki keahlian tersebut.
“Terkait pengalaman tadi, bisa menghasilkan sel klon yang sudah terseleksi, jadi sudah murni. Ini butuh jam terbang yang luar biasa,” jelasnya.
Kemudian yang kedua, Laksana menjelaskan Indonesia saat ini juga tidak memiliki fasilitas dengan standar Good Manufacturing Practices (GMP). Hal itu dibutuhkan untuk menjamin kualitas dan keamanan dari produk yang dihasilkan nantinya.
ADVERTISEMENT
“Ini kami sudah ketahui sejak awal, bahwa kita tak memiliki fasilitas uji terbatas yang berstandar GMP. Misalnya, Bio Farma punya fasilitas produksi. Tapi kami enggak bisa ganggu biofarma karena biofarma harus produksi reguler untuk vaksin yang dibutuhkan besar-besaran,” ungkapnya.
Laksana mengungkapkan, kendala yang ketiga adalah minimnya fasilitas Biosafety Laboratorium Level 3 (BSL-3). Dia menjelaskan, fasilitas itu sangat dibutuhkan untuk uji pra klinis.
“Meskipun sudah ada di ITB, tapi itu harus kami renov dan itu dibiayai BRIN sampai tahun lalu itu sudah selesai tapi belum tersertifikasi. Yang di Bogor tidak bisa dipakai lagi karena terlalu lama, perlu kami sampaikan bahwa ini tidak murah,” ungkapnya.
Namun, dari ketiga kendala tersebut, Laksana memastikan BRIN bersama peneliti lainnya akan terus fokus dalam pengembangan vaksin Merah Putih hingga terus melakukan whole genome sequencing (WGS) ke depannya.
ADVERTISEMENT
“Kami tetap ada fokus dalam penanganan riset COVID-19 yaitu pengembangan vaksin merah putih, pengembangan alat deteksi yang non RT-PCR dan mendukung WGS. Ini memberikan kesempatan untuk peneliti kita untuk mengembangkan kemampuan.” pungkasnya.