Budaya Menyontek di Kalangan Pelajar dan Cara Mengatasinya

27 Desember 2021 14:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Budaya Menyontek di Kalangan Pelajar. Foto: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Budaya Menyontek di Kalangan Pelajar. Foto: Shutterstock.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu perilaku yang kerap terjadi di kalangan pelajar adalah menyontek. Bagi beberapa siswa, perilaku ini bahkan sudah menjadi budaya dan dianggap sah-sah saja ketika melakukannya.
Dilansir verywellfamily, salah satu professor Rutgers University, Donald McCabe, melakukan survei yang melibatkan 24.000 siswa sekolah menengah. Hasilnya, 64 persen siswa mengaku menyontek saat ujian.
Buruknya lagi, menyontek sering kali dianggap sebagai bentuk solidaritas yang sebetulnya disalahartikan. Mereka beranggapan, jika tidak memberikan sontekan, akan dianggap pelit dan dikucilkan. Inilah yang membuat menyontek menjadi sesuatu hal yang wajib meskipun mereka tahu itu adalah perbuatan yang tidak baik.
Apalagi di zaman sekarang, anak-anak memiliki banyak cara untuk menyontek yang lebih canggih. Ada yang menggunakan aplikasi hingga memakai jam tangan pintar untuk mencari jawaban. Ya, teknologi mempermudah anak-anak untuk menyontek.
Sayangnya, persoalan menyontek di kalangan pelajar kerap dianggap sepele. Padahal, masalah ini tidak bisa dianggap remeh karena akan berdampak pada masa depan.
Ilustrasi menyontek. Foto: Shutterstock.
Dilansir The Classroom, menyontek akan berdampak pada jangka yang panjang. Di antaranya tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan tidak mampu bekerja karena tidak memiliki nilai originalitas.
Mereka —yang terbiasa menyontek— juga akan kesulitan dalam mengembangkan ide dan takut berinovasi, sehingga kreativitasnya pun menurun. Namun, apa yang harus dilakukan?

Peran Orang Tua Sangat Dibutuhkan

Budaya menyontek sebetulnya bisa diatasi bila orang tua ikut mengambil peran. Sebab beberapa kasus menyontek yang dilakukan anak disebabkan oleh tuntutan dari orang tua yang menginginkan anak selalu mendapat nilai tinggi.
Jajak Pendapat PEKA I Unicef Indonesia x CIMSA Indonesia memaparkan, 38 persen anak dengan rentang usia 15-19 tahun merasakan adanya tekanan dari orang tua dalam hal akademik.
Senada dengan data tersebut, Professor of Computer Science, Eric Roberts, seperti dilansir laman Stanford Report, mengatakan, tekanan dari orang tua untuk mencapai nilai tertinggi membuat siswa stres dan membuat mereka melakukan berbagai cara untuk mengejar nilai. Salah satunya dengan menyontek.
Terkait hal ini, orang tua perlu melakukan berbagai cara untuk dapat mengatasi kebiasaan menyontek yakni memperbaiki cara pandang dan pengertian anak bahwa mendapat nilai bagus bukanlah segalanya.
Selain itu, hindari berekspektasi atau memberi target yang tampak tidak realistis bagi anak. Baik orang tua dan anak harus sama-sama memahami bahwa bukan hanya hasil, tapi proses belajar juga penting untuk masa depan.
Berikan juga apresiasi pada setiap usaha yang dilakukan anak. Misalnya, ketika anak berhadapan kegagalan, berikan apresiasi atas kerja kerasnya, lalu dukung anak untuk bangkit dan kembali berusaha.
Tak kalah penting, tanamkan nilai kejujuran sejak dini dan berikan contoh yang baik pada anak. Orang tua bisa berbagi pengalaman-pengalaman mereka mengatasi kesulitan saat sekolah dan juga menjelaskan dampak buruk perilaku menyontek secara berkepanjangan.
Mengenali dan membantu mengatasi kendala belajar anak juga sangat dibutuhkan. Setelah itu dukung anak untuk terbuka dan berdiskusi mengenai kesulitan apa yang ia alami saat belajar. Saat mengetahui masalahnya, orang tua bisa mencari solusi dari kendala tersebut. Misalnya, memberi kursus tambahan, ikut membantu anak belajar.

Kenalkan Tools yang dapat mengatasi kendala belajar anak

Memang tidak mudah untuk membuat anak lebih percaya diri dengan apa yang ia kerjakan. Anda tak perlu khawatir, untuk mengatasi kendala belajar anak dan membuatnya lebih mudah untuk mengerjakan tugas tanpa harus menyontek, Anda bisa memanfaatkan Roboguru.
Ruangguru memiliki Roboguru, fitur pemecah masalah yang membantu siswa menemukan jawaban atas pertanyaan mereka yang dapat diakses melalui tiga metode: aplikasi ruangguru, web roboguru.ruangguru.com, dan WhatsApp 0815-7815-0000. Fitur ini bisa dimanfaatkan siapa saja dan tanpa dipungut biaya alias gratis.
Roboguru dapat digunakan untuk menanyakan soal dari semua mata pelajaran dari berbagai jenjang (SD/SMP/SMA/UTBK&STAN). Cara penggunaan roboguru juga sangat mudah.
Siswa cukup upload foto atau ketik soal yang ingin ditanyakan. Pilih jenjang dan mata pelajaran yang sesuai. Kemudian akan muncul pembahasan soal detail dan diberikan 10 rekomendasi soal-soal mirip lainnya, serta rekomendasi video pembahasan dan rangkuman konsep mengenai materi terkait di aplikasi Ruangguru.
Jika belum mendapatkan jawaban yang sesuai, terdapat pilihan untuk posting soal sehingga Master Teacher Roboguru dapat membantu menjawab soal tersebut.
Di roboguru juga terdapat forum tanya jawab soal dimana siswa bisa mengajukan pertanyaan dan menjawab soal yang diajukan siswa lainnya.
Menarik, bukan?
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Ruangguru