Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Budi Arie: Saya Menteri Paling Agresif Berantas Judi Online
19 November 2024 10:58 WIB
·
waktu baca 7 menitLegislator PDIP Tubagus Hasanuddin mengatakan pernah menyampaikan kepada Budi Arie dalam rapat Komisi I DPR dengannya bahwa ia mencium indikasi keterlibatan pegawai Kominfo dalam praktik judol.
“Saat itu saya sudah mengidentifikasi: tidak mungkin tidak ada ASN atau pegawai Kominfo yang terlibat. Tapi saat itu tidak mendapat perhatian dari Menteri Budi Arie. Sekarang terbukti dan clear,” kata Hasanuddin, awal November 2024.
Meski demikian, Budi Arie—yang kini menjabat Menteri Koperasi di kabinet Prabowo—justru menyebut dirinya sebagai menteri paling agresif dalam pemberantasan judol. Ia berkata, “Kebenaran pasti menemukan jalannya sendiri. Tuhan tidak pernah tidur.”
Berikut perbincangan kumparan dengan Budi Arie di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 18 November 2024.
Bagaimana langkah-langkah yang Anda lakukan terkait judi online saat menjabat Menkominfo?
Omongin judol memang gak berhenti-berhenti. Saya sudah beberapa bulan [tidak menjabat Menkominfo] dikait-kaitkan lagi, enggak apa-apa.
Jadi begini, saya jelasin. Tanggal 17 Juli 2023 (hari pelantikan sebagai Menkominfo), saya dikasih tugas sama Pak Presiden Jokowi. Salah satu tugas utamanya adalah berantas judol. Nah, ketika saya masuk Kominfo, saya lihat persoalan judol ini memang betul-betul meresahkan masyarakat sehingga saya harus menuntaskannya dengan sangat serius.
Saya enggak main-main dengan judi online. Kalau saya tidak menjalankan tugas secara serius, saya mengkhianati Presiden dan rakyat karena korban judi online kebanyakan rakyat kecil. Jadi hati dan pikiran saya sudah enggak bisa kompromi sama judi online.
Lima belas bulan saya jadi Menkominfo, saya menteri paling agresif memberantas judi online. Bisa dilihat itu semua rekam jejak digital saya soal pemberantasan judi online, sangat keras dan tegas.
Semua kewenangan Kominfo saya gunakan untuk menutup NAP (Network Access Point) dari Kamboja dan Filipina. VPN gratis kita tutup, situs judi kita tutup jutaaan (3,8 juta).
Kami juga banyak kerja sama dengan OJK dan Bank Indonesia karena kunci pemberantasan judi online itu ada di sistem pembayaran—perbankan dan fintech. Kalau itu dicekik, bisa berhenti judi online.
Kominfo memblokir 3,8 juta situs judi online selama Anda bertugas di sana. Namun adakah pencegahan internal agar pegawainya tak terlibat?
[3,8 juta itu] bukan cuma [menandakan] agresif secara jumlah, tapi menunjukkan langkah dan konsistensi saya.
[Soal pencegahan internal], kami putar (rotasi) tim tiga bukan sekali. Ada juga rencana upaya-upaya lain, tapi kan keburu kabinet baru.
Apakah kala itu sudah muncul kecurigaan bahwa ada pegawai yang terlibat judol?
Ada informasi dari bawah, dari banyak pihak, misal gaya hidup pejabat eselon 3, 4 masa mewah begitu. Jadi kecurigaan-kecurigaan itu sudah ada, misal si ini seperti nggak beres, si itu nggak beres. Makanya saya putar (rotasi pegawai).
Adakah investigasi internal?
Meski tahu ada yang “main”, kalau cuma omongan, membuktikannya susah.
Sempat menindak pegawai yang terindikasi terlibat judol?
Kami pindahkan dulu si Denden itu.
Denden Imadudin pernah menjabat Ketua Tim Pengendalian dan Layanan Aduan Konten Internet Ilegal Kominfo Ditjen Aptika. Ia salah satu dari 10 pegawai Komdigi yang diringkus polisi di Bekasi karena terlibat judol. Denden dan rekan-rekannya melindungi sekitar seribu situs judol agar tak diblokir. Sebagai imbalan, Denden dkk menarik upeti Rp 8,5 juta per situs.
Ini mesti dicek ke aparat penegak hukum: kalau mereka orang lama, berarti sudah main sebelum saya jadi menteri. Dari para tersangka, memang ada beberapa yang saya curigai, makanya ketika itu saya rotasi. Saya pindahkan karena ditengarai bermain.
Apakah perkara judol ini jadi semacam bumerang untuk Anda?
Seharusnya enggak begitu, karena pimpinan enggak tahu, belum tahu [soal 10 pegawai Kominfo yang terlibat judol]. Logikanya begini: kalau menteri korupsi, presiden disalahin enggak?
Artinya tidak ikut tanggung jawab?
Saya enggak tahu kalau mereka ngumpetin [situs judol dari daftar blokir]. Kalau perintah dari saya [untuk berantas judol] sudah tegas dan konsisten. Saya selalu perintahkan takedown [situs judol] tanpa kompromi. Nggak ada saya kasih perintah, “Eh, yang ini jangan di-takedown, ya.”
Bawahan [menteri] aja enggak tahu kalau dari sekian situs yang diblokir, ada seribu yang diumpetin. [Para pegawai yang terlibat] itu 4-5 lapis di bawah saya—menteri, dirjen, direktur, kepala tim, anggota.
Itu kan di bawah kontrol direktorat, jadi di bawah direktur, bukan saya langsung. Tim tersebut waktu itu bertanggung jawab ke Direktur Pengendalian (Aptika).
Tapi ini orang-orang politik mau framing saya, berusaha memojokkan saya. Katanya, “Enggak mungkin Budi Arie nggak tahu.” Lah, kan rentang [lapisan jabatannya] jauh sama saya. Tanggung jawab sehari-hari tim itu ada di level kepala tim atau direktur.
Nanti jangan-jangan ada kejadian lagi dan bilang, “Tuh, [salah] menteri yang lama.”
Saya di-framing seolah-olah tahu dan bekingi bandar judol. Padahal kan kontradiktif. Kalau saya bekingi, kenapa saya perintahkan untuk takedown semua [situs judol].
Anda merasa di-framing?
Kan tiba-tiba ada penangkapan di Komdigi, sekitar 11–12 ditangkap, termasuk dari luar Kominfo. Nah, ada yang namanya AK (Adhi Kismanto) dan T (Tony Tomang). Terus beredarlah foto saya waktu di pernikahan mereka. Padahal siapa pun yang undang saya, kalau waktu dan tempatnya pas, saya pasti datang.
Tak berapa lama setelah foto saya di kawinan itu muncul, keluar pula foto-foto T dengan seragam lengkap partai. Padahal kalau kita analisis dalam hubungan sosial politik, foto saya di acara kawinan kan berbeda dengan ketika habis rapat partai. Lagi pula saya kan sudah foto dengan jutaan orang.
Ibaratnya begini: masa karena saya foto sama kamu, lalu ketika tiba-tiba kamu membuat kesalahan, terus kamu dikaitkan dengan saya?
Kemudian ada lagi omongan “AK kan dulu yang merekrut Budi Arie, padahal enggak lulus tes.” Nah, saya di-framing seperti itu, kan?
Saya sudah baca, semua itu framing, tapi saya enggak getar. Saya percaya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.
Jadi apakah AK Anda rekrut?
Begini, saya jelasin. AK saya rekrut karena waktu saya masuk [Kominfo], kemampuan tim di dalam (untuk takedown konten judi) cuma 10 ribu per hari. T meyakinkan saya bahwa AK ini hacker Merah Putih, bisa takedown 50 ribu sampai 100 ribu konten per hari. Gimana enggak terpukau kami?
Sebagai menteri yang ditugaskan untuk takedown konten judi online, lalu ada orang nawarin SDM, [saya pikir] mantap nih, lalu kami pakai. Dia bukannya enggak lulus [rekrutmen], tapi lulusan SMK. Itu enggak bisa begitu masuk ke sistem penggajian.
Tapi karena dalam dunia IT kami paham bahwa yang dihitung bukan ijazah, melainkan kemampuan, akhirnya digaji sebagai konsultan di struktur tenaga ahli supaya pembayarannya bisa lebih tepat.
Anda kenal AK dan T?
Saya kenal T, sesama aktivis dan pendukung Pak Jokowi 2014 dan 2019. Tapi setelah itu, dia sudah di sana (PDIP). Gini, kalau orang bilang “Wah, Menkominfo bermain”, logikanya begini: Kalau Menkominfo bermain, ada enggak orang Projo yang menjadi tersangka? Enggak ada.
Bagaimana seharusnya pemberantasan judol menurut Anda?
Meski bukan kewenangan saya lagi, tapi mestinya [diberantas] sampai pelaku utamanya, yaitu bandar-bandar judi. Kominfo itu kontribusinya sepertiga, 30–40%, dalam pencegahan judol. Selain itu, kuncinya ada di sistem pembayaran, [libatkan] BI, OJK, PPATK untuk pencegahan. Juga sepertiga lagi aparat penegak hukum.
Judi online ini menghadapi mafia yang borderless, lintas negara. Jadi penyelesaiannya bukan tanggung jawab satu lembaga, Kominfo saja.
Kominfo punya kemampuan dan otoritas untuk memutus aksesnya, tapi kan teknologi canggih sekali sehingga pemberantasan judi online harus lebih komprehensif. Servernya saja di luar negeri—Kamboja dan Filipina. Sedangkan judi di negara-negara itu legal.
Banyak hal harus diatasi. Jadi ini memang pekerjaan bersama, bukan satu lembaga.
Anda siap membantu polisi jika dipanggil untuk dimintai keterangan?
Siap. Kapan saja, silakan. Karena kami all out [basmi judi], eh di-framing.
Coba saja tanya satu-satu ke belasan orang yang ditangkap itu: dapat perintah dari menteri nggak untuk takedown [situs judi]? Ada deal sama saya nggak? Ada aliran dana [dari saya] nggak?
Tanyain aja kalau ketemu mereka. Pasti mereka malu sama saya karena mengkhianati kepercayaan yang saya berikan, juga mengkhianati institusi Komdigi.