Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Bukan Islam dan Bukan Hindu: Inilah Orang-orang Sikh di Indonesia
26 Agustus 2022 17:41 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Ruangan berwarna putih lengkap dengan ornamen berwarna emas menghiasi Sikh Temple Tanjung Priok, Jakarta Utara. Gurdwara yang dibangun sejak tahun 1925 itu merupakan saksi bisu masuknya Sikh di Indonesia, khususnya di daerah Ibu Kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Pukul 08.30 WIB di hari Minggu (14/08), umat Sikh terlihat mulai berdatangan ke Gurdwara tersebut. Tak langsung masuk ke area peribadatan, mereka melepas alas kaki terlebih dahulu di rak yang sudah disediakan.
Mereka lalu mengikuti jalur karpet berwarna biru. Ini dilakukan untuk menjaga telapak kaki tetap bersih. Sebelum menaiki tangga menuju tempat ibadah utama, terdapat juga genangan air untuk sekadar mencuci kaki.
Saat mulai masuk, mata langsung dimanjakan dengan altar berbentuk kubah yang terlihat megah dengan lampu-lampu berwarna jingga. Ternyata altar itu merupakan tempat khusus untuk Shree Guru Granth Saheb Ji, kitab suci umat Sikh.
Umat Sikh yang baru saja memasuki tempat peribadatan, beberapa di antaranya akan melakukan sebuah penghormatan kepada Guru Granth Saheeb Ji dengan melakukan sujud, sebelum akhirnya duduk sambil menunggu ibadah dimulai. Namun, tak semua terlihat melakukan hal ini.
Selama menunggu prosesi ibadah mulai, doa dan puji-pujian sabda Guru Granth Saheeb Ji terus dilantunkan. Mereka melantunkan sambil bernyanyi dengan diiringi musik gendang yang pemainnya berada di sebelah kiri altar.
ADVERTISEMENT
Setelah 30 menit menunggu, akhirnya ibadah dimulai. Umat Sikh langsung berdiri sambil ikut melantunkan doa-doa. Baik laki-laki dan perempuan akan menunjukkan gerakan yang menandakan bahwa ibadah akan selesai. Gerakan tersebut berupa berdiri, sujud, kemudian duduk. Dan ini dilakukan kurang lebih sebanyak 2 kali.
Sekitar memakan waktu 1 jam ibadah pun selesai. Pendeta akan memberikan semacam ceramah menggunakan bahasa India. Setelah itu, seseorang akan membagikan makanan bertekstur lengket seperti dodol dengan rasa yang sangat manis dan makanan tersebut sudah melalui proses pemberkatan dengan doa-doa terlebih dahulu.
Mengenal Sikh
Mungkin beberapa orang di Indonesia masih sangat awam dengan Sikh. Agama ini merupakan salah satu agama minoritas yang awal perkembangannya datang dari India. Sebenarnya, identitas Sikh sangat mudah untuk dikenali. Ini, misalnya, terlihat dari pemakaian turban ukuran besar yang dililit di atas kepala dan jenggot panjang bagi umat laki-laki.
ADVERTISEMENT
Masih banyak yang tak tahu menahu bahwa mereka sebenarnya adalah penganut Sikh. Tak jarang juga mereka kerap kali dipanggil 'Pak Haji' atau dianggap sebagai umat Muslim .
Banyak anggapan bahwa ajaran Sikh merupakan campuran dari agama Islam dan Hindu. Anggapan itu muncul, lantaran terdapat banyak kemiripan ajaran Sikh dengan kedua agama tersebut.
Pendeta Sikh Temple Tanjung Priok, Giani Dalwinder Singh, melihat kemiripan ini sebagai hal yang lumrah. Namun, ia tidak mengiyakan bahwa Sikh merupakan campuran antara ajaran agama Islam dan Hindu.
"Sebenarnya itu hanya kemiripan-kemiripan saja. Sikh yang dibawa oleh Guru Nanak De Jiv itu sebenarnya mengajarkan kita untuk cinta damai. Kita semua di sini adalah makhluk Tuhan, karena ketika seseorang lahir bukan karena suatu identitas. Ketika dunia ini terjadi pun, bukan Tuhan yang membentuk atau mengkotak-kotakkan," jelas Giani Dalwinder Singh saat ditemui kumparan pada Minggu (14/8).
ADVERTISEMENT
"Guru Nanak De Jiv mengatakan bahwa kita semua ini merupakan makhluk Tuhan. Di mata Tuhan ini kita adalah sama, tidak ada yang miskin, tidak ada yang kaya. Tidak ada yang besar, tidak ada yang kecil. Kita ini semua adalah makhluk anak-anak dari Tuhan. Tuhan itu adalah bapak, ibu kita," tambahnya.
Lebih jelasnya, kata dia, kemiripan Sikh dengan Islam terletak dari gagasan mengenai Tuhan Yang Maha Esa. Dan percaya bahwa Nabi atau Guru (dalam Sikh) sebagai utusan Tuhan yang memiliki tugas sebagai pembimbing manusia dalam memahami agama.
Selain itu, Sikh juga berpedoman pada kitab suci. Kitab kaum Sikh bernama Shree Guru Granth Saheb Ji. Kitab suci kaum Sikh merupakan kumpulan-kumpulan firman Tuhan dan puji-pujian.
ADVERTISEMENT
Sikh di Indonesia tak hanya dianut oleh mereka yang memiliki darah keturunan India, namun penganutnya memang lebih banyak mereka yang tak berdarah asli Indonesia. Meski begitu, banyak dari umatnya yang sudah sejak lahir berada di tanah air.
Sejarah Tentang Sikh
Sejarah awal kemunculan ajaran agama Sikh di India dibawa oleh salah satu Nabi yang mereka sebut Guru Nanak Dev Ji. Sikh sendiri diartikan sebagai sebuah ajaran. Nanak Dev Ji membawa Sikh sebagai pedoman bagi manusia untuk berperilaku dengan baik.
"Sikh itu artinya belajar, jadi Nanak Dev Ji membawa satu ajaran bagaimana seorang anak manusia itu hidup di dunia ini, hidup bertingkah laku dengan baik yang disenangi oleh Tuhan, yang diridai oleh Tuhan dan saling menyayangi antara satu sama lainnya," jelas Giani Dalwinder Singh.
ADVERTISEMENT
Perkembangan Sikh yang dibawa oleh Guru Nanak Dev Ji ke India terjadi sekitar tahun 1469. Kedatangan Guru Nanak Dev Ji yang mengajarkan Sikhisme sebagai agama tak mengenal kasta. Ajaran tersebut pun berhasil menarik masyarakat di India yang berkasta rendah.
Selama melakukan perjalanan spiritual, Guru Nanak Dev Ji mengajarkan umat manusia untuk meyakini bahwa Tuhan itu satu. Tujuan dari anak manusia lahir di dunia adalah untuk mencapai satu Tuhan.
Selain Guru Nanak Dev Ji, Sikh mempercayai adanya 10 Nabi yang mereka sebut sebagai Guru. Termasuk Shree Guru Granth Saheb Ji yang merupakan kitab suci kaum Sikh. Guru Gobind Sigh Ji yang merupakan Guru ke-10 Sikh, memutuskan setelah dirinya itu, tak ada lagi Guru dalam bentuk rupa manusia dan ditutuplah dengan kitab suci Guru Granth Saheb Ji.
ADVERTISEMENT
"Sikh ini memiliki pedoman kitab suci (Shree Guru Granth Saheb Ji) dirangkum oleh Guru ke-5, Guru Arjan Dev Ji. Guru Arjan mengambil sabda-sabda dari Guru Nanik Dev Ji sampai yang ke-5, Guru Arjan Dev Ji. Lalu, sabda-sabda daripada orang-orang suci disebut dengan Paget. Itu dirangkum lalu diciptakan yang namanya Adi Grath artinya kitab yang belum sempurna pada waktu itu. Saat Guru Arjan membentuk dan merangkum Guru Granth Saheb ini, dilakukan berkas di Golden Temple Harmandir Sahib seperti yang saya sampaikan tadi, tempat itu juga sebagai pusat perkembangan agama Sikh di daerah Punjab," jelas Giani Dalwinder Singh.
Sikhisme juga dikenal sebagai ajaran agama yang datangnya dari pasukan pejuang dalam medan perang. Sikh memanggil orang-orang yang berada di garda terdepan peperangan ini sebagai 'Pasukan Jihad'.
ADVERTISEMENT
Swarn Singh Kahlon dalam Sikhs in Asia Pasific, Travel among the Sikh Diaspora From Yangon to Kobe, kelompok Sikh yang datang dari perairan Sumatra berasal dari kaum Sikh yang telah direkrut sebagai pasukan keamanan wilayah Malaya.
Fakta ini kembali diperkuat dengan bukti dalam buku The Sikh Diaspora, The Search for Statehood oleh Darshan Singht Tatla. Di situ tertulis bahwa kelompok Sikh yang melakukan diaspora ke tanah Malaya merupakan pasukan khusus untuk memerangi pemberontakan di Tionghoa pada tahun 1873. Pasukan tersebut dibentuk langsung dan dikontrol oleh Inggris.
Jika melihat lambang Sikh, terdapat bentuk pedang yang disebut Kaccha sebagai representasi dari tumbuhnya Sikh yang berasal dari kelompok-kelompok pasukan.
Sikh di Indonesia
Di Indonesia, Sikh masuk sekitar tahun akhir 1800-an. Berawal dari gejolak yang terjadi di India. Saat itu, banyak masyarakat India yang melakukan diaspora, salah satunya adalah kelompok Sikh. Kilas balik, tahun 1857 di India terjadi pemberontakan besar melawan Inggris yang disebut dengan Indian Mutiny.
ADVERTISEMENT
Negara yang dijadikan tujuan rakyat India yang melakukan migrasi salah satunya ke wilayah Hindia Belanda, saat ini Indonesia. Kaum Sikh di Indonesia sendiri memang paling banyak berada di Sumatera Utara, karena kedatangan masyarakat India pada waktu itu dimulai dari Aceh.
Dalam buku berjudul Sikhs Asia Pacific yang ditulis Swarn Singh Karlon, migrasi komunitas Sikh ke wilayah Hindia Belanda diamini terjadi pada akhir abad ke-19. Eksodus besar-besaran kelompok Sikh terjadi di tahun 1920, mereka pergi ke bagian Semenanjung Malaya dan menetap di Medan. Dari situ, pemukiman Sikh di Sumatera Utara mulai merebak dan besar berdiri.
Di Medan, para penganut Sikh mendirikan berbagai gerai usaha dan fasilitas publik, beberapa di antaranya seperti Kuil Gurdwara pada 1921 dan Shalva School pada 1933.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun tahun yang tak jauh berbeda, para pemeluk Sikh akhirnya mulai berdatangan ke Jakarta. Kehadiran penganut Sikh masuk ke Ibukota bermula dari perantau-perantau yang singgah di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1925.
Kemudian, dibangunlah tempat ibadah bagi umat Sikh yaitu Gurdwara yang lokasinya berada di Tanjung Priok.
"Di Jakarta sendiri, waktu itu belum ada tempat sembahyang baik Hindu, maupun Sikh. Sikh temple ini (Tanjung Priok) adalah satu-satunya tempat untuk bersembahyang tahun 1925. Cuma, saat itu banyak sekali yang melakukan perjalanan ya, seperti berdagang. ataupun dari India yang melakukan perjalanan untuk berdagang dari India ataupun negara-negara lain. Mereka kesulitan untuk berkumpul, beribadah bersama. Lalu mereka mengambil inisiatif, bagaimana kalau bersama-sama tahun 1925 membangun tempat ini. Awalnya temple ini terletak di Jepara. Selain di sini, ada juga yang di Pasar Baru, Jakarta Selatan, dan Ciputat," kata Giani Dalwinder Singh.
ADVERTISEMENT
Tantangan Menjadi Sikh di Indonesia
Kedatangan komunitas Sikh ke Indonesia tak serta-merta berjalan mulus. Beberapa penganut Sikh pernah mengalami perlakuan kurang menyenangkan, baik dari orang sekitar maupun pihak otoritas. Salah satu penganut Sikh bernama Jaspal, misalnya, pernah terlibat cekcok dengan Polisi lalu lintas lantaran memilih menggunakan turban dan tidak memakai helm.
"Saya kalau naik motor enggak pakai helm, sering ribut sama polisi karena tidak pakai helm. Terus mereka bilang, coba muat enggak pakai helm, saya bilang enggak, terus disuruh coba copot itu (turbannya). Saya jawab coba bapak suruh yang pakai kerudung buka dulu, mau gak mereka, kalau mau, baru saya mau," tegas Jaspal.
Ia bercerita bahwa dirinya seringkali harus menjelaskan kepada pihak Kepolisian bahwa turban yang ia kenakan itu panjangnya hampir 5 meter, tidak bisa ia tanggalkan begitu saja. Jaspal memiliki prinsip sangat kuat untuk mempertahankan turbannya sesuai dengan kewajiban dalam Agama Sikh.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, masih terdapat perbedaan perlakuan negara terhadap penganut Sikh. Salah satu yang mencolok adalah kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sistem administrasi kependudukan menyebabkan para penganut Sikh harus mengisi kolom agama pada KTP mereka dengan Hindu.
Meski begitu, pemerintah masih memberikan keleluasaan dan fasilitas tempat beribadah yang resmi untuk 10 ribu penganut Sikh di Indonesia. Komunitas Sikh pun tak pelak jadi bagian dari realitas kebinekaan dan keberagaman di Tanah Air.