Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Hati Ratna (22 tahun), perantau asal Banyuwangi, Jawa Timur; dan Andito (28), asal Makassar, Sulawesi Selatan merasa hangat.
ADVERTISEMENT
Berbuka puasa (bukber) dengan tradisi Megibung di Masjid Baitul Makmur, Perumahan Monang-Maning, Desa Tegal Harum, Kota Denpasar, Bali, mampu mengisi setitik ruang rindu terhadap keluarga di kampung halaman selama Ramadan.
Apalagi, Ramadan kali ini menjadi pertama kali bagi Ratna dan Andito tanpa keluarga. Mereka biasanya sahur dan berbuka puasa bersama keluarga atau sobat di kampung halaman.
Megibung merupakan tradisi warga Bali. Makan bersama pada satu wadah yang sama untuk menciptakan rasa kekeluargaan dan keakraban. Piring ini bisa terbuat dari daun pisang atau nampan.
"Saya senang lah, kayak enggak nyangka sekali di Bali muslim kan minoritas, baru merantau temannya masih sedikit tapi ada kegiatan seperti ini bisa buka puasa ramai-ramai di masjid," katanya usai Mengibung kepada wartawan, Minggu (9/3).
Hal senada disampaikan Andito, dia rela jauh-jauh dari Desa Kerobokan, Kabupaten Badung, demi merasakan serunya bukber ala tradisi Bali.
ADVERTISEMENT
"Awalnya enggak tahu apa itu megibung, terus searching di internet kayaknya seru dan nyoba, ya memang seru sih, bisa kenalan dan makan bersama dengan orang-orang senasib," imbuhnya.
Tak cuma hati Ratna, Andito dan perantau lain bahagia. Kehangatan ini juga tampak pada warga setempat, yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di daerah Monang-maning.
Baik tua-muda, perempuan dan laki-laki tampak semringah menikmati sajian bukber berupa berbagai jenis takjil dan nasi kebuli sapi di atas alasa daun pisang yang digelar sepanjang bangunan masjid.
Masing-masing jemaah juga tampak membawa sebagian takjil untuk dibagikan ke jemaah lainnya.
Mereka melahap nasi kebuli sampai habis tanpa sisa. Tak lupa juga ikut membantu membersihkan sampah-sampah makanan sebagai tanda berterima kasih untuk panitia.
Panitia Festival Ramadan Masjid Baitul Makmur, Yus Subianto mengatakan, memang sengaja mengelar megibung demi menumbuhkan rasa kekeluargaan baik bagi umat muslim dan warga Bali.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita sebenarnya berbuka puasa mengikuti kebudayaan masyarakat Bali yang makan bersama untuk menjaga rasa kekeluargaan dan semestinya sebagai umat muslim yang hidup di Bali kita senantiasa mengikuti kebudayaan masyarakat Bali," ucapnya.
"Sehingga menjaga keharmonisan, kerukunan, dan kekeluargaan antara jemaah yang ada di Bali sesuai dengan konsep megibung ini," katanya.
Masjid menyediakan sekitar 650 porsi nasi kebuli untuk seluruh jemaah atau warga yang ingin ikut buka puasa bersama. Masjid biasanya juga menyajikan menu-menu bukber premium untuk memuaskan para jemaah.
Masjid memesan ke sejumlah restoran dan jemaah yang andal memasak untuk mendapatkan rasa nikmat. Dana bukber ini murni berkat donasi masyarakat baik dari dalam atau luar Bali.
Megibung bakal digelar tiga kali, yakni pada hari ke sepuluh, dua puluh dan tiga puluh Ramadan. Pada menu bukber megibung berikutnya, panitia bakal menyiapkan menu nusantara, ayam guling dan nasi kambing guling.
ADVERTISEMENT
"Kami membuat megibung dengan menu yang cukup layak bahkan disebut premium. Misalnya kayak nasi kebuli ini kalau kita bikin resep sendiri itu cukup mahal. Jadi masyarakat yang tidak bisa buat baik karena waktu atau biaya bisa merasakan saat bukber di masjid," katanya.
Masjid Baitul Makmur berdiri pada tahun 1987. Masjid ini sudah mengelar megibung dalam delapan tahun terakhir.