Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Keberadaan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu di Bandut Lor RT 34, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta menjadi polemik. Keberadaan gereja itu ditolak warga setempat.
ADVERTISEMENT
Bupati Bantul Suharsono pun kini memutuskan mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tempat ibadah tersebut, lantaran dianggap tidak memenuhi syarat.
Suharsono menjelaskan warga menolak pembangunan gereja karena ada kesepakatan pada tahun 2003. Warga dengan Tigor Yunus Sitorus (49) pada saat itu sepakat bangunan yang didirikan Sitorus difungsikan sebagai rumah tinggal, bukan gereja.
“Jadi itu keputusan saya adalah saya cabut (IMB) karena ada unsur tidak terpenuhi secara hukum. Ini sudah saya perintahkan. Makannya, waktu itu banyak minta pertanyaan ke sana. Hasil sidik kemarin ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi sehingga izin saya cabut,” ujar Suharsono saat ditemui di ruangannya, Senin (29/7).
Pencabutan IMB tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Bantul 345 Tahun 2019 tentang Pembatalan Penetapan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu sebagai Rumah Ibadat yang mendapatkan Fasilitas Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat.
ADVERTISEMENT
Padahal jika merujuk penerbitan IMB gereja dengan nomor register 0116/DMPT/212/1/2019, Pendeta Tigor Yunus Sitorus (49), mengajukan izin berdasar Perbup Nomor 98 Tahun 2016 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadat.
“Dari awal saya mempermudah dari agama apapun baik Muslim maupun non-Muslim saya mikirnya 100 tahun yang akan datang 1.000 tahun yang akan datang biar ada ketenangan dalam ibadah masing-masing agama. Makanya saya bikin Perbup,” kata Suharsono.
“Saya memikirkan jauh ke depan anak cucu cicit. Kita bikin Perbup sesuai aturan yang kita kaji. Yang memenuhi syarat tetap akan saya izinkan agama apapun,” ujarnya.
Sementara itu, Bambang Guritno, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bantul menjelaskan unsur tidak terpenuhi yang dimaksud Suharsono terdiri dari empat poin.
ADVERTISEMENT
Pertama bangunan sudah didirikan sebelum 2006. Bangunan itu awalnya adalah rumah tinggal. Kemudian yang kedua sudah digunakan untuk tempat ibadah secara terus menerus atau permanen.
Ketiga, bangunan tidak bercirikan tempat ibadah dan yang keempat tidak memiliki nilai sejarah.
Menurut Bambang unsur yang tidak terpenuhi adalah tidak dilaksanakan tempat ibadah secara terus menerus di gereja tersebut. Selain itu gereja itu tidak bercirikan tempat ibadah seperti lambang salib.
“Yang utama dari empat unsur salah satunya tidak dilakukan terus menerus (peribadatan). Sebelum 2006 kan sudah berdiri tapi tidak digunakan sebagai tempat ibadah terus menerus sehingga tidak memenuhi kriteria untuk IMB yang difasilitasi pemerintah daerah sesuau Perbup,” katanya.
“Harapan pak Bupati proses pengajuan izin itu dilaksanakan secara jujur transparasi. Karena sifatnya massal kemungkinan ada kriteria tadi data yang kurang cermat dibaca oleh tim kami,” lanjut Bambang.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, warga Bandut Lor RT 34 menolak IMB rumah Pendeta Sitorus sebagai Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu. Musababnya, pada awal pendirian Sitorus bersepakat dengan warga bahwa bangunan yang ia bangun merupakan rumah tinggal buka gereja.
Sempat ada mediasi yang dilakukan oleh Kecamatan Sedayu pada Selasa (9/7) lalu namun tak membuahkan hasil.