Buya Syafii Maarif soal Perda Agama: Bagai Duri dalam Daging

23 November 2018 17:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buya Syafii Maarif di Seminar Pembukaan dan Peluncuran Buku, Jumat (23/11/2018). (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buya Syafii Maarif di Seminar Pembukaan dan Peluncuran Buku, Jumat (23/11/2018). (Foto: Efira Tamara/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tokoh Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii Maarif menganggap polemik soal perda agama sebagai hal yang problematik. Menurutnya, perda agama yang diterbitkan oleh kepala daerah tertentu, lebih berorientasi pada kekuasaan.
ADVERTISEMENT
"Jangka pendek ya, untuk menjaga, untuk mendapatkan konstituen ya. Dan saya lihat itu perda-perda itu, kalau enggak hati-hati bagai duri dalam daging," ujar Buya usai ditemui di Seminar Pembukaan dan Peluncuran Buku yang berjudul, 'Merawat Kewarasan Publik: Refleksi Kritis Kader Intelektual Muda tentang Pemikiran Ahmad Syafii Maarif' di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11).
Menurutnya, perda agama akan mengganggu sistem hukum di Indonesia. Tidak hanya itu, perda agama juga dianggap dapat menimbulkan perpecahan.
"Menurut saya itu harus ditinjau kembali ya. Kalau ternyata perda berlawanan dengan Undang-Undang Dasar, saya saran bawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) saja," ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut.
Buya Syafii Maarif di Seminar Pembukaan dan Peluncuran Buku, Jumat (23/11/2018). (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buya Syafii Maarif di Seminar Pembukaan dan Peluncuran Buku, Jumat (23/11/2018). (Foto: Efira Tamara/kumparan)
Dia mengibaratkan, perda agama sebagai salah satu politik gincu. Sedangkan, menurutnya, politik yang sesungguhnya diibaratkan sebagai garam.
ADVERTISEMENT
"Gincu itu karena tadi seperti saya katakan ya, tampak di bibir tapi tak terasa. Kalau garam itu terasa tapi tak tampak. Itu bedanya," tuturnya.
Dalam acara ini, hadir pula Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dan Sekjen PSI Raja Juli Antoni. Seperti diketahui, PSI menjadi partai yang menolak adanya perda agama. Menurut PSI, perda agama akan menimbulkan intoleransi di Indonesia.
Hal ini kemudian direspons oleh banyak pihak. Ada pihak-pihak yang menentang keras penolakan PSI terhadap perda agama, seperti MUI Padang yang mengeluarkan fatwa haram memilih partai yang menolak perda agama. Namun, ada juga pihak yang sepemahaman dengan PSI.