Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
ADVERTISEMENT

Foto ini menggambarkan seorang petani yang menunjukkan hasil panen cabe jamu (Piper retrofractum vahl) di perkebunan miliknya di Cluring, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (15/2).
ADVERTISEMENT
Petani di daerah tersebut lebih memilih menanam cabai jamu karena selain perawatanya mudah, harganya juga lebih menjanjikan, stabil di kisaran Rp 40 ribu hingga Rp 70 ribu per kilogramnya. Bandingkan dengan cabai rawit yang jika sedang murah harganya sekitar Rp 35 ribu per kilogram atau lebih miring lagi.
Lalu apa itu cabai jamu? Wikipedia menyebutkan, Piper retrofractum vahl adalah jenis rempah yang masih berkerabat dengan lada dan kemukus, termasuk dalam suku sirih-sirihan atau Piperaceae. Cabai jamu ini juga biasa disebut cabai jawa, bahkan ada yang menyebutnya cabai saja, meski ini akan membuat rancu dengan cabai yang sekarang lebih populer (Capsicum annuum).
Produk perdagangan cabai jawa adalah untai yang dikeringkan, berguna sebagai bumbu masak dan berkhasiat pengobatan. Dalam perdagangan, seringkali untai kering ini dianggap sama dengan untai kering dari lada panjang (Piper longum), sehingga lada panjang pun juga sering disematkan pada cabai jawa.
ADVERTISEMENT
Tumbuhan asli Indonesia ini populer sebagai tanaman obat pekarangan dan tumbuh pula di hutan-hutan sekunder dataran rendah (hingga 600 meter di atas permukaan laut). Produknya telah dikenal oleh orang Romawi sejak lama dan sering dikacaukan dengan lada. Di Indonesia sendiri buah keringnya digunakan sebagai rempah pemedas.
Tertarik mencoba cabai jawa sebagai alternatif cabai rawit yang harganya sekarang Rp 160 ribu per kilogram?