Cabuli 15 Anak, Guru Ngaji di Purwakarta Divonis 20 Tahun Bui & Denda Rp 2 M

12 September 2024 16:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi palu sidang diketuk tanda putusan hakim dijatuhkan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu sidang diketuk tanda putusan hakim dijatuhkan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang guru ngaji di Purwakarta, Opan Sopandi, diputus bersalah melakukan persetubuhan atau pencabulan terhadap 15 anak-anak. Dia divonis penjara selama 20 tahun dan denda Rp 2 miliar oleh hakim Pengadilan Negeri Purwakarta.
ADVERTISEMENT
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pada Rabu (11/9). Opan juga dihukum membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp 183.755.000. Aset-asetnya sudah disita untuk dilelang yang nantinya dipergunakan membayar restitusi terhadap korban.
Saat ini, para korban sudah mendapatkan perlindungan dari LPSK.

LPSK Apresiasi Hakim

Pihak LPSK mengapresiasi hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap pengajar agama tersebut.
"LPSK mengapresiasi majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini. Kami berharap, hukuman yang dijatuhkan dalam kasus ini tidak hanya membuat pelaku jera secara pribadi, tetapi juga berfungsi sebagai peringatan tegas bagi masyarakat luas," kata Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati dalam keterangannya, dikutip Kamis (12/9).
Opan Sopandi seorang guru ngaji pelaku kekerasan seksual terhadap 15 anak di bawah umur di vonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Purwakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Dok. Istimewa
Sri Nurherwati menyebut, putusan ini menjadi sinyal tegas bahwa tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tidak akan ditoleransi dan pelaku akan menghadapi konsekuensi yang berat.
ADVERTISEMENT
"Dengan hukuman yang berat, kami berharap dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual," tegas Sri.
Sri juga memberikan apresiasi kepada kepala dusun dan kepala desa Salem, Purwakarta, atas keberanian mereka dalam merespons laporan dari para korban.
Menurutnya, dukungan dan keberanian dari lingkungan, termasuk kepala desa dan perangkatnya, memainkan peran penting dalam menciptakan rasa aman bagi para korban untuk melapor.
“Tanpa dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar, banyak korban mungkin merasa takut, malu, atau tidak nyaman untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa peran kepala desa dalam mendukung para korban sangat penting untuk memberikan rasa percaya diri dan keyakinan bahwa mereka akan dilindungi.
ADVERTISEMENT
“Kerja sama yang baik antara masyarakat, aparat desa, dan aparat penegak hukum menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi korban untuk berani berbicara dan melaporkan kejadian yang mereka alami,” jelas Sri.
Dia berharap Kejaksaan Negeri Purwakarta terus mengawal pemenuhan hak restitusi bagi para korban. LPSK menyebut putusan ini mencerminkan komitmen sistem peradilan dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak secara serius dan memberikan perlindungan yang layak bagi para korban.
Sebelum putusan ini, LPSK memberikan perlindungan terhadap total 24 saksi dan korban. Terdiri dari 15 korban dan sembilan anggota keluarga, pada Juni 2024. Perlindungan yang diberikan meliputi pendampingan dalam proses hukum, rehabilitasi psikologis, dan psikososial.
Adapun kasus pelecehan ini terjadi pada kurun 2019-2023 di Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta. Sekitar 15 anak menjadi korban Opan.
ADVERTISEMENT
Para korbannya ini berusia beragam. Mulai dari 13 sampai 15 tahun. Mereka merupakan murid dari Opan. Saat aksinya ketahuan, Opan sempat melarikan diri. Dia ditangkap 14 hari setelah dinyatakan buron.