Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
KPU telah mendata profil 575 caleg DPR RI terpilih periode 2019-2024. Mayoritas caleg terpilih merupakan caleg pria sebanyak 457 orang atau sekitar 79,5 persen.
ADVERTISEMENT
"Sementara caleg DPR perempuan hanya 118 orang atau 20,5 persen," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/9).
(Terdapat perubahan data KPU dalam artikel ini. Sebelumnya, KPU menyebutkan, caleg pria terpilih sebanyak 463 orang atau sekitar 80,52 persen. Sementara caleg DPR perempuan hanya 112 orang atau 19,48 persen. KPU lalu mengirim ralat perubahan data)
Padahal, pemerintah memiliki kebijakan agar keterwakilan perempuan dalam DPR sekitar 30 persen. Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, menyimpulkan perempuan belum terwakili di DPR.
"Jadi belum menunjukkan kemajuan yang signifikan terkait dengan keterwakilan perempuan di politik, khusunya di parlemen," kata Titi saat dihubungi.
Meski begitu, Titi menilai, ada peningkatan jumlah caleg perempuan di DPR dibanding Pemilu 2014. Pada Pemilu 2014, hanya ada 97 caleg perempuan terpilih, sementara kini bertambah 5 orang menjadi 112 orang.
"Kalau dari hitungan kami sebelumnya jumlah perempuan terpilih itu bahkan angkanya kami rilis 118 orang, tapi setelah dirilis KPU berkurang jadi 112 orang. Artinya tidak kurang dari 20 persen," tutur Titi.
ADVERTISEMENT
"Nah, ini menandakan ada stagnasi, meskipun ada peningkatan jumlah keterpilihan perempuan dari 97 orang pada 2014 menjadi 112 orang pada 2019, tetapi peningkatan yang ada belum menunjukkan kemajuan yang berarti terkait dengan keterwakilan perempuan di politik," jelas Titi.
Titi mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kuota 30 untuk caleg perempuan di parlemen. Salah satunya adalah penempatan nomor urut caleg perempuan yang tidak strategis.
"Kebanyakan partai menempatkan perempuan tidak pada posisi strategis yang punya potensi keterpilihan tinggi, meskipun sistem pemilihan kita proposional terbuka. Misal keterpilihan berdasarkan suara terbanyak, tetapi tidak bisa dinafikan bahwa peran nomor urut masih sangat dominan," ucap Titi.
Berdasarkan riset yang dilakukan Perludem, Titi menyebut, caleg perempuan kebanyakan ditempatkan pada nomor urut 6 dan 3. Sehingga, mereka mempunyai potensi keterpilihan yang kecil.
ADVERTISEMENT
"Temuan kami memperlihatkan mayoritas perempuan ditempatkan pada nomor urut 6, dan nomor urut 3. Kan ada kebijakan afirmasi, setiap 3 calon harus ada salah satu calon perempuan. Tetapi kebanyakan caleg perempuan ditempatkan di nomor 6 dan 5," ujar Titi.
Selain itu, Titi mengatakan, sedikitnya caleg perempuan yang terpilih di DPR diduga karena tingginya biaya politik.
"Praktik pemilu kita yang berbiaya mahal sehingga kehadiran perempuan menghadapi kendala yang cukup signifikan dalam kerja-kerja pemenangan dan pengumpulan suara. Kita tahu perempuan punya keterbatasan pembiayaan sehingga ketika pola kompetisi mahal, dan juga diwarnai praktik politik uang, maka yang paling berdampak caleg perempuan," tuturnya.
Terkahir, Titi menilai, kebijakan afirmasi tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak Pemilu 2014. Sehingga, para caleg perempuan kesulitan meraih hasil yang maksimal dalam Pemilu.
ADVERTISEMENT
"Kalau ada kemajuan sangat minor sehingga di tengah kompetisi yang mahal dan sangat kompetitif, karena caleg perempuan harus bertarung dengan rekan sesama satu partai dan beda partai. Mereka juga dihadapkan pada kebijakan afirmasi yang hanya berada pada ranah pencalonan dan itu tidak optimal," tutup Titi.