Caleg Milenial dan Gen Z Bertebaran di Pemilu 2024, Apa yang Mereka Tawarkan?

12 Juni 2023 18:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu 2024 sudah di depan mata. Partai politik juga sudah mendaftarkan bacaleg ke KPU. Di antara ribuan bacaleg ini, muncul politisi muda yang ikut berebut kursi dengan politisi senior.
ADVERTISEMENT
Mereka ada yang mendaftar sebagai caleg DPRD. Ada pula yang langsung maju ke Senayan. Lantas, apa yang membuat mereka tawarkan supaya dipilih?
Bakal calon legislatif DPRD DKI Jakarta dari Partai Perindo, Manik Marganamahendra, misalnya ingin jadi representasi yang bisa mewakili keresahan-keresahan masyarakat.
“Saya yakin aktivis enggak cuma saya. Maka sangat layak untuk kemudian kita bisa menguji apa yang sebenarnya menjadi gagasan kita untuk ada di dalam diskursus. Karena selama ini, saya melihatnya hal-hal itu kita diskusikan, tapi di dalam ruang besar, jalanan misalnya. Apakah kemudian masuk ke dalam meja parlemen?” ujar Manik dalam acara diskusi Iluni UI pada Sabtu (10/6) lalu.
Ketua BEM UI Manik Marganamahendra di DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (23/9). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Sosok Manik sendiri sempat ramai diperbincangkan saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua BEM UI 2019. Ia mendapat sorotan usai menyebut DPR sebagai ‘Dewan Pengkhianat Rakyat’ saat menyampaikan kritiknya di depan anggota dewan.
ADVERTISEMENT
Kini, dia mengaku mengaku siap tercebur ke dalam politik. Ada banyak isu yang kini jadi perhatian pemuda kelahiran tahun 1996 itu. Misalnya, kata dua, saat ini tanah dan perumahan di Jakarta masih dikuasai oleh segelintir orang. Hal ini membuat generasi muda tak punya kemampuan untuk membeli rumah tinggal.
“Apa yang bisa dilakukan pemerintah bisa dengan menggunakan upaya koperasi sebenarnya. Atau orang yang mengelolanya adalah anak muda sendiri,” katanya.
Keresahan lain juga dirasakan Gamal Bachri Syamsul, kader Golkar sekaligus Ketua DPP HIMA Kosgoro 1957. Jika terpilih, dia bakal mewakili Sulawesi Selatan di DPR RI. Sebelumnya, Gamal aktif di berbagai organisasi mahasiswa, termasuk di Himpunan Mahasiswa Islam UI.
Berbeda dengan Manik, Gamal mengaku turun karena politik adalah cara untuk menggapai kekuasaan. Dia menjelaskan alasannya.
ADVERTISEMENT
“Karena kita ini kan khalifah, enggak peduli jabatannya apa; bahkan kita sudah jadi pemimpin untuk diri kita sendiri. Dan fungsinya pemimpin adalah untuk membawa kemaslahatan umat,” tuturnya.
Mengikuti jejak ayah yang juga seorang politisi, Gamal punya misi membawa hidup petani di daerahnya jadi lebih baik. Soalnya, kata dia, dia merasa distribusi kebutuhan petani masih belum merata hingga berdampak pada kesejahteraan mereka.
Gamal Bachri Syamsul (kiri), Ketua DPP HIMA Kosgoro 1957, bacaleg DPR RI Partai Golkar dapil Sulsel. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
Alumni FEB UI angkatan 2012 itu juga peduli dengan isu generasi muda, khususnya soal lapangan kerja. Gamal mengaku masih banyak pemuda di daerahnya yang belum terserap pekerjaan.
“Saya akan fokus untuk bagaimana caranya meminimalisir mismatch anak muda dengan pekerjaannya,” janji Gamal.
Pemilu kali ini juga diwarnai oleh bacaleg fresh graduate. Salah satunya adalah Cintya Amanda Labetta. Ia merupakan bacaleg DPRD Provinsi Yogyakarta untuk dapil Sleman dari Partai PDIP.
Cintya Amanda Labetta, bacaleg DPRD Provinsi DIY, Kader PDIP. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
Perempuan kelahiran 2002 tersebut baru lulus kuliah tahun ini. Namun, dia sudah bertekad masuk parpol sejak kuliah. Menurutnya, masuk partai dan maju sebagai caleg bakal bisa merangkul anak muda untuk memajukan bangsa.
ADVERTISEMENT
Cintya juga ingin merangkul anak muda untuk mengembangkan skill-nya. Salah satu isu yang menjadi perhatiannya adalah soal klitih.
“Di sana ramai soal klitih. Menurut saya, itu bisa diminimalisir ketika mimpi mereka diarahkan ke arah yang positif,” kata perempuan yang pernah ikut kompetisi Puteri Bahari dan Puteri Kebudayaan Indonesia itu.
Infografik Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu 2024. Foto: kumparan
“Menurut saya ini saatnya mungkin saya untuk berkontribusi balik untuk juga mengajak teman teman semua gitu. Mungkin di luar, di luar dari segala hal yang telah diberikan negara kepada saya, saya memiliki privilese lain gitu. Kalau misalkan kita berprivilese, kenapa enggak kita bagi ke orang?” lanjut Cintya kepada kumparan.

Politisi Muda Masih Minim di Parlemen

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Usaha anak muda untuk maju nyaleg di pemilu masih tergolong kecil. Survei dari lembaga Centre for Strategic and International Studies atau CSIS yang rilis pada September 2022 lalu menyebut partisipasi anak muda dalam politik memang meningkat. Namun, sangat sedikit yang tertarik untuk gabung parpol.
ADVERTISEMENT
Hanya ada 1,1 persen responden yang tergabung dan tertarik menjadi anggota partai. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.200 orang yang tersebar di 34 provinsi. Mereka adalah milenial dan Gen Z.
Rendahnya minat anak muda pada politik berbanding lurus dengan jumlah mereka di parlemen. Peneliti CSIS Arya Fernandes menyebut kesempatan politisi muda di bawah 40 tahun untuk terpilih di pemilu memang masih terbilang kecil.
“Sejak pemilu 2004 sampai pemilu 2019, itu rata-rata keterpilihan politisi muda yang berusia di bawah 40 tahun di angka 15,1 persen dari total anggota DPR RI,” jelas Arya saat dihubungi terpisah.
Nah, tingkat keterpilihan politisi muda dengan jumlah pemilih muda di Indonesia ternyata punya gap yang besar.
Jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 nanti diperkirakan akan sangat tinggi. Menurut laporan CSIS, proporsi pemilih muda berusia 17-39 tahun diprediksi mencapai 54 persen.
ADVERTISEMENT
Definisi pemilih muda pada survei tersebut adalah mereka yang berusia 17-39 tahun. Pemilih berusia ini datang dari generasi Z (17-23 tahun) dan millennial (24-39 tahun) yang didefinisikan oleh BPS.
Dengan persentase yang besar itu, maka kira-kira ada sekitar 165 juta pemilih muda yang punya hak suara di Pemilu 2024. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia di tahun 2022 mencapai 275,77 jiwa (BPS).
Meski ada jarak yang besar, politisi muda tetap punya peluang yang sama seperti politisi-politisi senior. Misalnya, menurut Arya, dengan mencoba peluang nyaleg dari daerah.
Peneliti Centre of Stratgic and Internatinal Studies (CSIS), Arya Fernandes. Foto: Andesta Herli Wijaya/ kumparan.
“Kita juga menemukan bahwa memang ada perbedaan tingkat keterpilihan, gitu, ya. Misalnya di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, itu politisi muda yang terpilih itu angkanya lebih besar dibandingkan keterpilihan pada DPRD Provinsi maupun DPR RI,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ia menilai, kompetisi pada level pusat lebih berat, sebab pesaingnya bukan hanya sesama politisi muda saja, melainkan juga para petahana. Selain itu, tak sedikit juga caleg yang sudah punya nama sebelumnya, seperti para eks menteri maupun kepala daerah.
“Jaringan politiknya, ya, tentu juga belum besar. Nah, sehingga mereka kemudian anak muda ini banyak yang maju pada level kabupaten/kota atau provinsi, gitu,” kata Arya.
Untuk itu, dia menjelaskan partai harus punya keterbukaan untuk memberi peluang pada generasi muda. Jadi, anak muda bukan hanya dirangkul untuk dapat suara, melainkan juga diberikan kesempatan untuk berpartisipasi di dalam sistem.
Soal ini, Manik Marganamahendra cukup optimis. Dia yakin bisa dapat suara dari pemilih muda, meskipun Perindo–partai tempatnya bernaung–belum punya kursi di DPR.
ADVERTISEMENT
“Mau enggak kita kasih ruang politisi muda untuk menguji gagasannya? Kalau enggak, maka cuma jadi omong kosong saja. Kita refleksikan bersama. Yang bisa kita lakukan, membentuk ekosistem orang muda,” tuturnya.