Caleg Perempuan Tak Sampai 30%, Koalisi Sipil Laporkan KPU ke Bawaslu

13 November 2023 13:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay sebagai pemohon perseorangan dalam gugatan PKPU 10/2023 ke Mahkamah Agung (MA) pada Senin (5/6). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay sebagai pemohon perseorangan dalam gugatan PKPU 10/2023 ke Mahkamah Agung (MA) pada Senin (5/6). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan melaporkan KPU ke Bawaslu karena dalam daftar calon tetap (DCT), keterwakilan perempuan tak mencapai 30% dari total caleg yang ada. Padahal mereka sudah beberapa kali mengupayakan agar keterwakilan perempuan mencapai 30%, termasuk dengan bersurat ke Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Kami melaporkan dugaan pelanggaran administrasi dari KPU RI, dan tadi sudah kami sampaikan laporan pengajuan dan sudah diterima," kata salah satu pelapor, Direktur Eksekutif NETGRIT sekaligus mantan anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (13/11).
KPU mempublikasikan DCT anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di Pemilu 2024 pada 4 November 2023 lalu. Menurut Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, ternyata hampir semua parpol tak memenuhi ketentuan keterwakilan perempuan minimal 30% di setiap dapil.
"Ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau bahkan konstitusi, di mana perempuan punya hak dilindungi, diberikan kesetaraan, dan keadilan di masyarakat kita," tegasnya.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menunjuk layar yang menampilkan data Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR-RI dan DPD untuk Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Jumat (3/11/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut mereka, berdasarkan Pasal 460 Ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017, hal ini bisa membuat KPU dinilai melanggar administrasi pemilu, yaitu pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pemilu.
ADVERTISEMENT
Padahal, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan menyebut pihaknya sudah mendorong KPU mengoreksi PKPU tersebut, termasuk dengan mengajukan Hak Uji Materi ke Mahkamah Agung. Namun rupanya KPU tak mengubah PKPU tersebut dan berujung pada pengurangan caleg perempuan di 2024.
"Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan sikap KPU yang dalam waktu singkat langsung menindaklanjuti Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan usia dalam pencalonan pilpres dengan melakukan perubahan terhadap Peraturan KPU No.19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Padahal, Putusan MK a quo hanya berdampak pada satu orang saja," kata Hadar.
Untuk itu, para pelapor dalam laporannya meminta kepada Bawaslu untuk membuat putusan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
"Gini amat ya hidup di Konoha, untuk menegakkan hal perempuan yang dijamin konstitusi dan UU, koalisi sampai harus aksi berjilid, laporan, uji materi," kata Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan, Rotua Valentina, dalam kesempatan yang sama.
Selain Hadar dan Rotua, turut hadir melapor siang ini mulai dari Dosen FHUI dan Anggota Bawaslu RI 2008-2012 Wirdyaningsih, Anggota Bawaslu RI 2008/2012 Wahidah Suaib,
Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia/KPI Mikewati Vera Tangka, hingga Dosen Pemilu FHUI/Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Titi Anggraini.