Canda Gus Yahya: 5 dari 10 Orang Mengaku NU, Semua Menteri Rasanya NU

4 Februari 2025 17:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya bersama kiai lainnya menemui Rais Aam PBNU, KH Miftachul Ahyar di kediamannya di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, pada Selasa (13/8/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya bersama kiai lainnya menemui Rais Aam PBNU, KH Miftachul Ahyar di kediamannya di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, pada Selasa (13/8/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyebut simpatisan dan kader NU jumlahnya sangat besar. Bahkan ia berguyon, ada 5 dari 10 orang yang ditemui di jalan mengaku NU.
ADVERTISEMENT
“Hasil-hasil survei itu lebih separuh Indonesia ini NU. Jadi kalau kita tangkap orang di jalan itu, 10 orang yang 5 pasti ngaku NU,” ujar Gus Yahya dalam sambutannya di Acara Sarasehan Ulama, di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (4/2).
"Sehingga sekarang ini saya sendiri merasa ke mana-mana ketemunya kok orang NU. Kalau ada menteri datang, itu rasanya NU semua gitu," imbuhnya.
Gus Yahya mengingatkan lingkungan kebudayaan dan agama yang luas ini tidak boleh berkembang sebagai identitas politik karena dapat merusak keberlangsungan bangsa.
“Nah lingkungan budaya yang begitu luas seperti ini tidak boleh kemudian dibiarkan berkembang menjadi identitas politik. Karena itu akan berbahaya sekali bagi kelangsungan bangsa dan negara," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Kita sudah melihat banyak contoh di negara-negara lain. Seperti India misalnya,” tuturnya.
Lebih jauh, Gus Yahya mengatakan, apabila identitas politik tersebut dibuat sebagai ajang kompetisi untuk merebut kekuasaan maka dampaknya akan sangat berbahaya.
“Kalau satu lingkungan budaya atau agama kemudian dibiarkan tumbuh sebagai identitas politik dan dikonsolidasikan untuk berkompetisi dalam memperebutkan kekuasaan, maka akibatnya akan berbahaya sekali,” ungkapnya.
Gus Yahya melanjutkan, Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan memutuskan untuk mengabdi terhadap pemerintah dengan memberikan pelayanan kemaslahatan bagi masyarakat.
“(Oleh karena itu) Nahdlatul Ulama jelas memiliki nilai dasar untuk mengabdi, melayani, berbakti kepada masyarakat, berbakti kepada rakyat,” pungkas dia.