Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Capim Fitroh: Budaya Egaliter di KPK Sudah Mulai Berkurang
18 November 2024 22:05 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Calon pimpinan (Capim) KPK Fitroh Rohcahyanto menekankan bahwa dirinya bakal menerapkan budaya egaliter di lembaga antirasuah jika nanti terpilih menjadi pimpinan untuk lima tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya saat mengikuti fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
"Budaya egaliter, apakah kemudian ketika saya menjadi pimpinan KPK akan memunculkan itu lagi? Akan saya munculkan lagi," kata dia di hadapan anggota Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
Fitroh merupakan eks Direktur Penuntutan KPK. Ia memutuskan mundur dari lembaga antirasuah tersebut usai mengabdi selama 11 tahun. Fitroh pun memilih kembali ke institusi asalnya yakni Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat di akhir-akhir tugasnya di KPK, ia mengakui bahwa budaya egaliter di sana sudah mulai berkurang.
Padahal, menurutnya, penerapan budaya egaliter itu justru memudahkan komunikasi di lingkungan lembaga. Baik itu antar pegawai, antar pimpinan, maupun antara pegawai dengan pimpinan.
ADVERTISEMENT
"Dan saya merasakan ketika akhir-akhir saya di KPK, egaliter sudah mulai berkurang," ujarnya.
"Saya merasakan betapa ketika budaya egaliter itu kita kembangkan justru ada komunikasi yang baik antar pegawai maupun antara pegawai dengan pimpinan," lanjut dia.
Ia pun meyakini bahwa komunikasi yang baik di tubuh lembaga itu juga akan berdampak pada penyelesaian permasalahan yang ditangani. Termasuk, jika akan menggelar operasi tangkap tangan (OTT).
"Segala sesuatu masalah apa pun saya yakin ketika dimulai dengan komunikasi yang baik, maka hasilnya akan baik," ucap dia.
"Termasuk, mohon maaf, misalnya kita melakukan OTT kepada anggota DPR barangkali, kejaksaan barangkali, sepanjang kemudian, atau Mahkamah Agung, dikomunikasikan dulu pasti tidak akan ada ribut," imbuhnya.
Permasalahan komunikasi tersebut selama ini dilihat Fitroh menjadi kendala saat melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lain.
ADVERTISEMENT
"Nah, selama ini saya melihat tidak ada komunikasi, ya setidak-tidaknya ketika kemudian ada komunikasi, saya yakin kok, misalnya Pak Jaksa Agung kita sampaikan, 'Pak, anak buah Bapak ini sudah keterlaluan, Pak'. Tidak mungkin seorang Jaksa Agung menolak untuk melakukan proses," tutur Fitroh.
"Nah, ini selama ini KPK seolah tidak percaya, kalau kemudian itu disampaikan ke Jaksa Agung atau ke Kapolri, atau Ketua Dewan, kemudian tidak mau memproses. Kan belum pernah dicoba. Saya pernah mengusulkan untuk itu, tapi kemudian tidak ada kepercayaan, makanya muncul kan istilah loyalitas ganda," pungkasnya.