Capres yang Dianggap China Berbahaya Menang Pemilu Taiwan

13 Januari 2024 19:29 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon presiden dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, Lai Ching-te meninggalkan bilik saat ia memegang surat suara untuk memilih dalam pemilihan presiden di tempat pemungutan suara di Tainan (13/1). Foto: Yasuyoshi CHIBA / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Calon presiden dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, Lai Ching-te meninggalkan bilik saat ia memegang surat suara untuk memilih dalam pemilihan presiden di tempat pemungutan suara di Tainan (13/1). Foto: Yasuyoshi CHIBA / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lai Ching-te memenangkan pilpres Taiwan pada Sabtu (13/1). China menganggap Lai sebagai separatis dan mengecam pencalonannya.
ADVERTISEMENT
Kemenangan Lai sudah diprediksi lantaran kerap unggul jauh pada setiap survei jelang pemilu. Setelah TPS ditutup dan penghitungan cepat dimulai penantang Lai dari Partai Kuomintang, Hou Yu-ih, mengaku kekalahan.
Lai yang saat ini menjabat Wapres dicalonkan oleh Partai Progresif Demokratik. Sebelum pemilu 2024, partai itu sudah dua kali berturut-turut menang pemilu.
Partai Progresif Demokratik dikenal atas sikapnya yang menolak tegas klaim kedaulatan dari Republik Rakyat China.
Jelang pemilu pada Sabtu ini, Lai meminta pendukungnya memberikan suara. Itu dilakukan karena sebelum pemilu China kerap menebar ancaman.
"Semua suara berharga, karena demokrasi di Taiwan diperoleh dengan susah payah," kata Lai seperti dikutip dari Reuters.
Beberapa saat sebelum pemilu, China berulang kali mengecam Lai sebagai separatis berbahaya.
ADVERTISEMENT
Lai pun merespons China. Dia menegaskan ingin memelihara perdamaian di Taiwan dengan memperkuat pertahanan.
Pada Sabtu pagi sebelum TPS dibuka, Kemhan Taiwan menyatakan balon mata-mata China diterbangkan melewati selat menuju wilayah kedaulatannya.
Taiwan mengecam tindakan China mengirim balon dengan mengatakan, bahwa China sengaja memicu perang psikologi. Aksi China juga dianggap membahayakan penerbangan.