Cara Baru Jerman Menjaga Lingkungan: Terapkan Indeks Reparasi Barang

1 Februari 2022 5:19 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi barang elektronik yang sudah tidak terpakai di rumah. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barang elektronik yang sudah tidak terpakai di rumah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ketika membeli sebuah barang pasti kita sering mempertimbangkan beberapa hal. Mulai dari apakah barang tersebut akan berguna? Apakah barang tersebut tahan lama?
ADVERTISEMENT
Kemudian jika rusak, apa mudah diperbaiki? Ataukah harus membeli yang baru? Pertimbangan-pertimbangan tersebut berkaitan dengan banyak hal, mulai dari masalah finansial sampai masalah lingkungan.
Bagi kalian yang peduli lingkungan, pasti paham kalau barang-barang di sekitar kita dihasilkan dengan menggunakan energi. Saat sudah tidak bisa digunakan lagi dan didaur ulang, barang-barang tersebut akan menjadi sampah.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak buruk lingkungan dari barang yang kita beli.
Negara Jerman misalnya, mereka mulai memperkenalkan indeks reparasi pada barang-barang elektronik. Ide ini diusulkan oleh Menteri Lingkungan dan Perlindungan Konsumen Jerman, Steffi Lemke.
Indeks reparasi ini rencananya akan disediakan oleh perusahaan pada barang elektronik yang mereka jual seperti telepon pintar, laptop, televisi, sampai mesin pemotong rumput.
Kulkas bekas di Glodok. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Tujuannya adalah untuk menginformasikan calon pembeli seberapa lama barang tersebut dapat digunakan dan sesulit atau semudah untuk diperbaiki jika rusak.
ADVERTISEMENT
Melalui indeks reparasi, pembeli juga akan tahu apakah mudah untuk mendapatkan suku cadang dan seberapa mudah membongkar dan menyatukan kembali barang elektronik tersebut. Harapannya, pembeli akan semakin sadar akan masalah sampah elektronik dan membeli barang-barang yang lebih mudah diperbaiki.
Dengan begitu, perusahaan akan semakin terdesak untuk menghasilkan barang-barang elektronik yang dapat diperbaiki dengan mudah dan tidak terus mendorong pelanggan untuk membeli produk-produk baru.
Perdebatan mengenai indeks reparasi muncul karena desakan Uni Eropa yang sedang menciptakan 'hak untuk memperbaiki' bagi konsumen.
Pasalnya, barang elektronik seperti telepon pintar banyak yang tidak bisa dibongkar dan diperbaiki, meskipun hanya satu bagian yang rusak. Alhasil, pelanggan harus membeli telepon pintar baru sementara telepon yang lama akan menjadi sampah elektronik.
ADVERTISEMENT

Laporan kontributor kumparan di Jerman Daniel Chrisendo