Cara Mengkritik Agar Tak Terjerat Hukum versi Influencer Yosi Mokalu

11 Februari 2021 16:36 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yosi Project Pop. Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yosi Project Pop. Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena buzzer kini tengah kembali disoroti. Bermula dari pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat lebih aktif memberikan kritik dan masukan.
ADVERTISEMENT
Yang menuai polemik adalah kehadiran buzzer di media sosial kerap menyerang pihak-pihak yang justru ingin mengkritik pemerintah maupun program Jokowi. Sehingga, suara hati masyarakat tidak bisa sampai ke Jokowi karena buzzer yang langsung menyerang mereka.

Lantas, etika seperti apa yang sebaiknya dilakukan dalam mengkritik pemerintah?

Yosi Project Pop. Foto: Yurika Kencana/kumparan
Musisi, influencer, sekaligus Ketua Umum Siberkreasi, Hermann Josis Mokalu, atau lebih dikenal dengan Yosi Mokalu ikut memberikan jawabannya.
Menurut Yosi, sah-sah saja bila publik ingin mengkritisi kinerja pemerintah. Namun, mengkritik pun juga harus memiliki cara yang benar.
"Saya dari dulu setuju dengan pendapat pemerintah itu boleh dikritisi, baik Presiden maupun Gubernur," ucap Yosi kepada kumparan, Kamis (11/2).
"Nah, mengkritisi juga harus benar caranya: a. Sumber informasinya kredibel, b. Bahasanya tetap santun, c. Memiliki motivasi yang berpihak kepada orang banyak, bukan golongan tertentu apalagi pilihan politiknya. Karena jika sudah apriori, kritikan akan bersifat subyektif bahkan bisa mengarah kepada penggiringan opini," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Yosi percaya jika ketiga cara mengkritik itu dilakukan dan diterapkan masyarakat, maka tidak ada alasan untuk diproses secara hukum.
Ilustrasi Buzzer Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Namun, kenyataannya, buzzer-buzzer pro pemerintah ini merasa mereka tidak bersalah. Terutama buzzer yang sudah termasuk pendukung fanatik pemerintah.
Begitu juga dengan kritikan-kritikan yang disebar atau diunggah di media sosial tanpa memberikan narasi dari sumber kredibel.
"Banyak juga yang mengkritik hanya dengan meme, tapi tidak dilengkapi dengan narasi atau caption yang lengkap dengan data yang kredibel," tuturnya.
Menurut Yosi, salah satu faktor yang membuat fenomena buzzer ini jadi 'meresahkan' karena adanya polarisasi politik. Ditambah dengan adanya krisis kepercayaan terhadap sumber-sumber informasi yang banyak beredar di media sosial.
"Kata buzzer jadi negatif karena kecenderungan postingannya bukanlah mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi ada narasi menyerang mereka yang berpendapat berbeda," tutup Yosi.
Presiden Jokowi saat pimpin ratas tentang Pendisiplinan Melawan Covid-19, Istana Kepresidenan Bogor. Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
Jokowi sebelumnya menyampaikan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam memberi masukan hingga kritik berkaitan dengan buruknya pelayanan publik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladministrasi," kata Jokowi dalam sambutannya di acara laporan tahunan Ombudsman 2020 secara virtual, Senin (8/2).
Namun, sayangnya, sejumlah pihak merasa pernyataan Jokowi ini tak sesuai dengan realita yang terjadi saat ini.