Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Catatan Eks Penyidik KPK soal Pasal Korupsi di KUHP Baru
10 Desember 2022 15:35 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Ada 5 pasal tipikor yang masuk ke KUHP. Kalau kita melihat dari KUHP yang saya terima hanya 2 jenis korupsi yaitu merugikan keuangan negara dan suap. Kalau kita melihat statistik merugikan keuangan negara dan suap itu adalah modus korupsi paling sering ditindak," kata Budi dalam Forum Diskusi Salemba, Sabtu (10/12)
Budi menyoroti hukuman penjara minimum bagi koruptor yang menjadi lebih kecil di KUHP. Begitu juga dengan denda minimum yang menjadi jauh lebih sedikit.
"Kalau kita lihat di Pasal 2 (UU Tipikor) yang diabsorpsi di Pasal 603 KUHP, di sana di Pasal 2 itu ada minimal pidana penjara paling singkat 4 tahun. Di pasal 603 menjadi paling singkat 2 tahun," kata Budi.
Menurutnya, hukuman 2 tahun bagi koruptor selama ini sebenarnya sudah pernah beberapa kali dilakukan oleh hakim dalam beberapa kasus.
ADVERTISEMENT
"Memang ini sebetulnya kalau teman-teman juga memperhatikan ada perkara-perkara yang ditangani oleh KPK yang diancam dikenakan Pasal 2, tetapi oleh majelis hakim diputus 2 tahun itu juga banyak," ujarnya.
Sementara terkait denda, Budi menyoroti berkurangnya denda paling sedikit bagi koruptor yang turun hingga 19 kali lipat dalam KUHP baru.
"Kalau kita lihat denda untuk Pasal 2 paling sedikit 200 juta. Nah Pasal 603 (KUHP) paling jauh kategori 2 yakni 10 juta. Walaupun paling banyak cukup tinggi, tetapi sebetulnya yang paling negotiable-nya yang paling sedikit. Paling sedikit pidana penjara dan paling sedikit dendanya," kata Budi.
"Catatan selanjutnya berkenaan dengan Pasal 2 (UU Tipikor) yang mengatur tentang dalam keadaan tertentu dapat dipidana mati. Apakah otomatis tidak berlaku karena pasal ini sudah diabsorpsi di KUHP," sambung Budi.
Sementara itu, pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Fajri Nursyamsi, menyoroti empat hal dalam KUHP baru yang bisa menimbulkan potensi korupsi.
ADVERTISEMENT
"Ketentuan (KUHP) cenderung menghasilkan konflik kepentingan. Jadi ketika ketentuan itu menghasilkan atau dijalankan dalam sebuah jabatan yang berpotensi konflik kepentingan, di situlah kemudian nantinya potensi korupsi bisa muncul," ujar Fajri dalam kesempatan yang sama.
"Yang kedua, proses pembentukannya nggak transparan. Yang ketiga, sanksi terlalu ringan. Yang keempat, ketentuan yang cenderung saling bertolak belakang dan menimbulkan ketidakpastian hukum," sambungnya.
Fajri sepakat bahwa sanksi koruptor menjadi lebih ringan dalam KUHP. Ia juga menyoroti bahwa pembuatan KUHP ini tidak transparan dan tidak melibatkan publik.
"Berikutnya sanksi terlalu ringan di pasal tentang tipikor, hukuman diturunkan dari 4 tahun menjadi 2 tahun. Ini jadi poin sanksi terlalu ringan di mana pilihan penjatuhan hukuman itu tidak sesuai dengan apa yang dilakukan," ucapnya.
ADVERTISEMENT