Catatan Komisi II soal RUU ASN dan Semangat Desentralisasi

17 April 2025 13:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi II DPR RI diminta untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) di tahun 2025 ini. Di dalamnya, Presiden akan diberikan kewenangan mengangkat, memindahkan, sampai memberhentikan pejabat tinggi dari tingkat pusat hingga pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Atas RUU prioritas DPR RI ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin pun memberikan beberapa catatan. Salah satunya adalah soal desentralisasi yang sudah sejak lama menjadi semangat Indonesia.
“Memang kalau secara administrasi pemerintahan, semua itu terutama urusan pemerintahan umum, presiden sebagai kepala pemerintahan, wewenang itu pada mulanya pada dasarnya ada di presiden,” jelasnya di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat pada Kamis (17/4).
“Tapi karena negara kita negara kesatuan yang disentralisasikan, yang menghadirkan daerah otonom kita punya asas otonomi maka kewenangan itu didelegasikan (ke kepala daerah),” sambungnya.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock
Ia pun menilai rencana penambahan kewenangan presiden tersebut tidak sesuai dengan desentralisasi atau otonomi daerah.
“Itu tidak sesuai dengan negara kesatuan yang didesentralisasikan dengan otonomi seluas-luasnya. Dan karena ada pendelegasian pemindahan, pengangkatan, pemberhentian pimpinan tinggi pratama pimpinan tinggi madya itu ada pada pejabat pembina kepegawaian, kalau di daerah ini bupati, gubernur, wali kota,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Arse belum menjelaskan kapan Komisi II akan mulai menggodok RUU ASN. Katanya, draf daripada RUU tersebut masih disempurnakan oleh Badan Keahlian DPR RI.
Ia pun menjelaskan pembahasan RUU ASN ini merupakan penugasan dari Baleg karena RUU itu masuk Prolegnas Prioritas 2025. Namun, Komisi II akan mengajukan agar Komisi II membahas RUU Pemilu saja.
“Komisi II di dalam Prolegnas Prioritas itu mendapat tugas menginisiasi undang-undang ASN, inisiasi UU Pemilunya di Baleg,” jelas dia.
“Tapi dalam perjalanan, Komisi II ingin agar inisiasi RUU Pemilu itu kembali ke Komisi II, ini yang sedang kita bicarakan. Komisi II sudah sepakat kita juga berusaha lobi ke pimpinan dan nampaknya pimpinan ada kecenderungan untuk menyetujui. Tinggal nanti kita lihat di perubahan Prolegnas Prioritasnya,” sambung dia.
Ilustrasi PNS. Foto: Shutterstock
Sebelumnya, Arse lah yang pertama mengungkap soal wacana revisi UU ASN.
ADVERTISEMENT
Merujuk pernyataan Arse, jika revisi ini disahkan, Presiden akan memiliki kendali langsung terhadap dua kategori jabatan berikut, yaitu:
Meski begitu, tidak semua jabatan ASN bisa diintervensi langsung oleh Presiden. Beberapa tetap menjadi tanggung jawab menteri atau kepala daerah.
Antara lain jabatan administrator seperti Kabag (Kepala Bagian), Camat, Kepala Bidang lalu jabatan pengawas seperti Kasubag, Lurah, Pengawas Teknis, dan jabatan fungsional seperti guru, dokter, auditor, penyuluh, peneliti, dan arsiparis.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan aturan yang berlaku, kewenangan pengangkatan dan pemberhentian untuk jabatan-jabatan ini berada di level kementerian atau pemerintah daerah.