Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Catatan Komisi X Bila UN Diadakan Lagi: Evaluasi Berkala, Cegah Kebocoran Soal
2 Januari 2025 10:53 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, memberikan catatan terkait rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengadakan kembali Ujian Nasional atau UN.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, bila UN akan kembali diadakan, perlu evaluasi secara berkala. Selain itu, masalah kebocoran soal UN yang marak terjadi harus diantisipasi.
“Kami juga menegaskan pentingnya evaluasi kebijakan secara berkala untuk menilai efektivitas UN dalam mencapai tujuan pendidikan nasional,” kata Hetifah dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (2/1).
“Pemerintah juga harus memastikan distribusi soal berjalan lancar, khususnya di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), serta mengatasi isu kebocoran soal yang sering terjadi,” sambungnya.
Politikus Golkar ini menyoroti bagaimana UN kerap membawa tekanan psikologis kepada siswa dan orang tua. Sehingga jika UN kembali diberlakukan, perlu adanya pendamping yang dapat membantu siswa dalam menghadapi rasa cemas.
“Mengingat pengalaman sebelumnya, UN kerap menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa bahkan orang tua. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan program pendampingan dan pelatihan yang membantu siswa menghadapi UN tanpa rasa cemas berlebihan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Hetifah mengingatkan apabila konsep UN akan diubah, Kemendikdasmen harus memerhatikan kebutuhan masyarakat dan juga lingkungan pendidikan.
“Kebijakan (ujian baru) ini harus mencerminkan kebutuhan masyarakat dan dunia pendidikan, bukan sekadar menggantikan AN tanpa dasar yang jelas,” kata dia.
Mendikdasmen Siapkan Sistem Baru dalam UN
Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengaku telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UN.
Mu'ti mengatakan, sistem UN tahun ini akan dilakukan perubahan. Salah satunya, hanya dapat diselenggarakan oleh sekolah-sekolah yang telah berakreditasi. Meskipun begitu, dia tidak merinci standar akreditasi tersebut.
"Yang pertama kami tegaskan bahwa yang menjadi penyelenggara ujian itu adalah satuan pendidikan yang terakreditasi. Jadi satuan pendidikan yang tidak terakreditasi itu tidak bisa menjadi penyelenggara ujian nasional," ujar Mu'ti.
Sejak awal, ujian nasional telah melalui berbagai evaluasi dan perubahan nama. Terakhir, ujian nasional dinamakan Assessment Nasional (AN) yang hanya digunakan sebagai sampling dan bukan penentu kelulusan.
ADVERTISEMENT
"Assessment Nasional berbasis komputer itu yang itu bentuknya sampling dan tidak menjadi penentu kelulusan. Nah, sekarang kan dinilai oleh banyak pihak itu belum memadai," tutur Mu’ti.
"Misalnya waktu kami ketemu dengan tim seleksi nasional masuk perguruan tinggi mereka memerlukan hasil belajar yang sifatnya individual. Sementara AN itu kan sifatnya sampling. Sehingga apa yang dicapai oleh suatu satuan pendidikan melalui perwakilan murid-muridnya yang di sampling itu dianggap sebagai nilai dari sekolah itu," sambungnya.
Mu'ti telah mengkaji perihal kelulusan yang berstandarisasi nilai rapor. Dia mengatakan, hal tersebut banyak dikeluhkan masyarakat sebab guru bersikap objektif dalam menilai. Ia memastikan untuk ujian nasional tahun ajaran mendatang, akan menggunakan sistem yang berbeda dari sebelumnya.