Catatan Ombudsman Jakarta soal PPKM: Warga Sulit Cari RS hingga Faskes Kolaps

23 Juli 2021 13:04 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang beristirahat di tempat tidur kamp di dalam bangsal darurat utuk pasien corona di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang beristirahat di tempat tidur kamp di dalam bangsal darurat utuk pasien corona di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya mengevaluasi penerapan PPKM Darurat yang berlangsung dua pekan lalu di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Saat ini, wilayah Jakarta dan sekitarnya menerapkan PPKM Level 4
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menjadi sorotan Ombudsman saat PPKM Darurat adalah ketersediaan fasilitas kesehatan, seperti ICU dan tempat isolasi.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, mengatakan, pihaknya banyak menerima laporan masyarakat yang meminta bantuan rumah sakit. Pasalnya saat lonjakan kasus corona terjadi, rumah sakit di seluruh wilayah Jabodetabek memang hampir penuh.
"Banyak laporan ke Ombudsman Jakarta Raya yang meminta bantuan untuk mencari ruang isolasi dan ICU di seluruh rumah sakit yang berada di wilayah pengawasan pelayanan publik kami," ujar Teguh dalam keterangannya, Jumat (23/7).

Ombudsman Sebut RS Kolaps karena Angka Kematian Tinggi

Ia menyebut pelayanan rumah sakit sempat tumbang, karena banyaknya pasien yang tak tertangani dan angka kematian menjadi tinggi, khususnya di wilayah Bodebek.
ADVERTISEMENT
"Wilayah penyangga Jakarta yaitu Bodebek merupakan penyumbang angka fatality rate utama bagi Provinsi Jawa Barat dengan angka di atas 50%. Fatality rate tersebut menurut Ombudsman karena kolapsnya pelayanan Rumah Sakit di Jakarta dan wilayah penyangga," kata Teguh.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Krisis pelayanan kesehatan ini, kata Teguh, bukan hanya terhadap pasien corona saja, tapi juga pada pasien lainnya. Misalnya korban kecelakaan lalu lintas yang juga kesulitan mencari rumah sakit.
"Akhirnya, banyak pelapor dari keluarga pasien kritis tersebut yang terpaksa melakukan isolasi mandiri tanpa bantuan dan perlengkapan yang memadai. Sementara bagi pasien kritis non-COVID-19, mereka terpaksa melakukan rawat jalan," terangnya.
"Bahkan ada juga pasien laka lantas yang melapor ke Ombudsman, dibantu mencari hingga rumah sakit keempat karena rumah sakit-rumah sakit sebelumnya harus melakukan sterilisasi IGD sebelum bisa menerima pasien kritis laka lantas," lanjutnya.
Orang-orang beristirahat di ruang gawat darurat pasien corona di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Kematian akibat COVID-19 di Jakarta memang meningkat selama lonjakan kasus. Dalam satu hari pasien COVID-19 yang meninggal bisa mencapai 100-200 orang.
ADVERTISEMENT
"Menurut Ombudsman, hal-hal tersebut yang menyebabkan angka kematian pasien di rumah sakit dan saat isolasi mandiri sangat tinggi baik di wilayah Jakarta maupun penyangga," jelas Teguh.
Ia pun menyayangkan kondisi masyarakat yang terpaksa tak bisa dirawat di rumah sakit bahkan hingga meninggal.
"Banyak pasien kritis yang baru mendapatkan ruangan isolasi setelah antre panjang dan sudah mengalami perburukan yang parah atau meninggal saat isolasi karena kondisi mereka sudah sangat kritis," tutupnya.