Cegah Corona, Doni Terinspirasi Cara Kolonial Edukasi Flu Spanyol Pakai Wayang

13 Juli 2020 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kata beberapa sejarawan, sejarah itu berulang. Yang berbeda hanya tempat, waktu, dan alur ceritanya saja. Sama seperti bencana pandemi corona, yang ternyata serupa dengan yang terjadi 102 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Ya saat itu, tahun 1918, saat Indonesia masih bernama Hindia-Belanda, diterjang pandemi flu Spanyol. Dalam beberapa catatan, pandemi ini menjangkiti 4,5 juta jiwa orang di Hindia-Belanda.
Terkait sejarah berulang ini, diceritakan kembali oleh Ketua Gugus Tugas Letjen TNI Doni Monardo dalam rapat dengan Komisi VIII DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/7), yang juga ditayangkan secara virtual.
"Ini adalah sejarah dan bencana adalah peristiwa yang berulang," sambungnya.
Saat itu, Jawa Timur menjadi pusat pandemi flu Spanyol. Mirip-mirip dengan yang terjadi saat pandemi corona tahun ini, hanya kotanya yang berbeda.
"Konsentrasi korban jiwa saat itu ada di Jatim, terutama di Madura dan Kediri. Pemerintah Belanda akhirnya menggunakan sosialisasi berbasis kearifan lokal seperti wayang untuk mengedukasi masyarakat," ujar Doni.
ADVERTISEMENT
"Pendekatan inilah yang diusung gugus tugas, harus menggunakan pendekatan pentaheliks dan kearifan lokal dengan bahasa lokal yang dipahami masyarakat," sambung dia.
Ketua Gugus Tugas Nasional COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo memberikan sambutan saat cek kesiapan hotel dan RS Darurat di Jawa Timur. Foto: BNPB
Sebab, penggunaan istilah asing misalnya seperti new normal, tak dimengerti oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu ia mengimbau seluruh kepala daerah untuk mengkampanyekan protokol kesehatan dengan kearifan lokal.
"Bagaimana kita harus jelaskan ke masyarakat dengan istilah asing itu tidak semuanya bisa mengerti. Masyarakat tidak semua paham bahasa asing. Kita ajak para pemimpin daerah untuk bisa menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti rakyat," ungkap Kepala BNPB itu.
"Istilah itu penting, tapi bagi rakyat yang penting maksud dan tujuannya mereka paham," tutup dia.