Cek TKP: Kontroversi Senator Australia Sebut Jalanan di Bali Penuh Kotoran Sapi

9 Agustus 2022 19:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kandang sapi di Tukad Citarum, Kota Denpasar, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kandang sapi di Tukad Citarum, Kota Denpasar, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Senator Australia, Pauline Hanson, mendapat kecaman dari warga Indonesia karena pernyataannya yang menyebut jalanan di Bali dipenuhi kotoran sapi, Kamis (4/8) lalu.
ADVERTISEMENT
Pengalaman kumparan yang telah menetap selama tiga tahun di Bali, tidak pernah melihat atau menginjak kotoran sapi di jalan. Biasanya ternak di Bali dipelihara di kandang, ada juga sebagian kecil peternak yang mengikat sapinya di sebuah lahan atau tanah kosong.
Suasana kandang sapi di Tukad Citarum, Kota Denpasar, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
kumparan juga menelusuri sejumlah ruas jalan di Kota Denpasar Selasa (9/8) untuk mencari sapi yang dilepasliarkan atau kotoran sapi yang dibiarkan di pinggir jalan. Hasilnya hanya ada sejumlah kandang sapi yang terletak di tengah pemukiman penduduk Kota Denpasar, yakni di Jalan Tukad Citarum.
Suasana kandang sapi di Tukad Citarum, Kota Denpasar, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Lokasi kandang yang dipenuhi rerumputan ini berada di pinggir jalan. Luas kandang sekitar 500 meter. Di kandang tersebut terlihat dua pondok kecil tempat sapi berlindung.
Sementara itu, lebih dari tujuh ekor sapi diikat tali. Ujung tali diikat ke sebuah tiang-tiang kecil yang menancap ke tanah.
ADVERTISEMENT
Masih pantauan kumparan, tidak ditemukan kotoran sapi di dekat pinggir atau tengah Jalan Tukad Citarum. Kotoran hanya terlihat di sekitar area sapi berada.
Suasana kandang sapi di Tukad Citarum, Kota Denpasar, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Distan Sebut Pernyataan Hanson Tak Mendasar
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Bali I Wayan Sunada menilai pernyataan Senator Australia, Pauline Hanson tentang kotoran sapi menyelimuti jalanan di Pulau Dewata tak mendasar.
Hal ini karena Sunada mencatat ada sekitar 750 kelompok hewan ternak di Bali. Mereka memelihara ternak dengan cara dikandangkan. Para peternak bahkan mengumpulkan kotoran ternak untuk dijadikan pupuk dan dijual kepada petani.
"Kita kandangkan dengan sistem koloni. Kita koloni kan itu sapi supaya kotorannya enggak ke mana-mana dan bisa terkumpul dan diolah menjadi pupuk organik. Itu enggak benar, sapi liar enggak ada," katanya, Senin (8/8).
ADVERTISEMENT
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (Gupbi) Bali I Ketut Hari Suyasa mengatakan, memang sebagian kecil masih ada peternak yang melepasliarkan sapi di area kebun atau perbukitan. Namun, pernyataan Hason tidak bisa ditarik secara umum karena sebagian besar pemeliharaan sapi dilakukan dengan sistem kandang.
"Soal senator yang mengkritisi Bali, kita juga jangan terlalu reaktif atau negatif memikirkan. Kalau jujur kita cek di lapangan, tai sapi itu (masih ada) beredar di bukit. Memang tidak secara keseluruhan secara itu tetapi kita harus pahami,"katanya.
Suyasa menilai sudah sepantasnya pihak Australia waspada penularan virus Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) dari Bali. Hal ini karena Bali merupakan pusat tujuan penduduk Australia sehingga mobilitas transportasi tinggi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Australia terkenal dengan wilayah penghasil daging sapi berkualitas tinggi di dunia. Ia menilai wabah PMK berpotensi mengancam perekonomian negara kangguru itu.
"Kita tidak bisa mengesampingkan efek kerugian ekonomi terhadap peternak sebagai penghasil sapi di dunia. Kalau sampai Australia kena PMK maka dia kena mengalami kerugian 50-100 triluin dollar (AS) potensi kerugian dari negaranya,"katanya.
Ia berharap Pemprov Bali menjadikan pernyataan Hason sebagai momen mengoreksi diri dan memperkuat edukasi kepada masyarakat mengenai virus PMK. Menurutnya, masih banyak peternak yang tidak paham mengenai pencegahan, penularan dan aturan pemotongan bersyarat terhadap ternak.
"Apa yang harus kita lakukan agar kepercayaan internasional terhadap kita baik? Pertama edukasi," kata Suyasa.