Cerita Bidan Desa Dampingi Siswi SLB di Blora yang Diperkosa Orang Tak Dikenal

21 Oktober 2020 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemerkosaan Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemerkosaan Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus pemerkosaan atau rudapaksa kembali terjadi di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Peristiwa itu menyita perhatian publik karena korbannya adalah seorang siswi SD kelas 5 penyandang disabilitas tunarungu yang kini tengah hamil lebih dari 4 bulan.
ADVERTISEMENT
Kehamilan korban diketahui warga usai diperiksakan ke bidan desa tempat tinggal korban. Namun, sampai saat ini belum diketahui siapa pelaku yang tega melakukan perbuatan bejat tersebut.
"Saya periksa, loh wes gede (perut korban sudah besar alias hamil)," kata Wahyu Vera Apriliani, bidan desa setempat, Selasa (20/10).
Vera, sapaan akrabnya, menceritakan mulanya saat itu tanggal 15 Oktober ada pesan masuk di ponsel miliknya dari salah satu warga. Warga itu meminta Vera memeriksa korban karena diduga hamil.
Sebelum diperiksa, tetangga korban telah melakukan test pack ke bocah disabilitas tersebut dan hasilnya positif.
"Yang men-test pack saat itu warga sekitar rumah korban. Saya periksa kok wes gede, saya lihat jantungnya bayi kok wes kedengaran," ungkap Vera.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, saat diperiksa usia kehamilan sekitar 4,5 bulan. Kemudian, dilakukan test pack ulang untuk bukti laporan kepada orang tuanya.
"Entah orang tuanya paham atau tidak, yang penting saya bawa buktinya hasil test pack jika yang bersangkutan hamil," ujar Vera.
Keesokan harinya korban diajak Vera ke puskesmas karena setiap ibu hamil harus diperiksa golongan darah, hemoglobin (Hb), HIV, dan sipilis.
Setelah itu, pemeriksaan laboratorium. Hasilnya, bayi yang dikandung korban sehat. Hanya saja, Hb korban 9 gram per desiliter. Sedangkan kadar Hb normal ibu hamil minimal 12 gram per desiliter.
"Dikatakan normal ibu hamil itu Hb-nya 12," jelas Vera yang saat itu didampingi aparat Bhabinkamtibmas, Babinsa, pihak desa setempat, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Imunisasi Ibu Hamil
Pada tanggal 18 Oktober Vera juga mengajak korban imunisasi. Karena korban saat itu belum mendapatkan imunisasi ibu hamil.
"Saya jemput, dan saya imunisasi di rumah saya," tuturnya.
Di lain waktu, Vera juga membawa korban ke puskesmas. Hasil pemeriksaan USG menyatakan usia kehamilannya sudah 22 minggu atau 5,5 bulan. Perkiraan berat janinnya 543 gram.
"Bayinya bagus, diperkirakan jenis kelaminnya perempuan. Perkiraan lahirnya kurang lebih 18 Februari 2021," ujar dia.
Merasa kasihan melihat korban, akhirnya Vera berinisiatif membantu dengan menyediakan kebutuhan gizi untuk korban dan bayi yang ada di kandungan.
"Biasanya saya belikan susu pakai uang saya sendiri agar tidak terjadi apa-apa," kata dia.
Bahkan Vera berencana untuk membawa korban ke rumahnya agar kesehatannya terpantau. Namun, belum diizinkan pihak kelurahan.
ADVERTISEMENT
"Pak Lurah bilang ke saya, 'Jangan, Bu, nanti didiskusikan'. Pak Lurah bilang seperti itu," jelas bidan desa ini.
Mengawal Proses Hukum
Sebelumnya diberitakan, Forum Advokat Blora, Jawa Tengah, siap mengawal proses hukum terkait kasus kekerasan seksual atau rudapaksa yang menimpa seorang siswi disabilitas. Akibatnya, siswi yang masih duduk di Sekolah Luar Biasa (SLB) itu kini hamil.
"Kasus ini wajib diungkap, dan pelakunya harus dihukum seberat-beratnya," ujar Zaenul Arifin, selaku penasihat hukum dari Forum Advokat Blora.
Zaenul menyampaikan, pihaknya juga siap mendampingi proses hukum jika nanti pihak korban hendak melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian. Termasuk meminta masalah itu dapat ditegakkan dengan hukum yang seadil-adilnya agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
"Kami siap mendampingi kasus tersebut jika nantinya ada warga yang menghendaki agar ada pengaduan resmi ke kepolisian," kata dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Forum Advokat Blora mendorong agar kepolisian segera turun langsung ke lapangan untuk mengusut dan memburu siapa pelakunya, jika nantinya ada aduan resmi. 
Dari informasi sejumlah warga desa tempat tinggal korban, yang bersangkutan selain memiliki keterbatasan fisik, juga orang tidak mampu.
"Penegak hukum kaitan ini harus turun langsung. Sebab, kasus seperti ini sering terjadi," jelas dia.