Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita dari PLBN Sota: Wajah Indonesia yang Berbatasan dengan Papua Nugini
15 November 2023 12:28 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Bangunan dengan gaya arsitektur kebudayaan Papua berdiri megah di wilayah perbatasan antara Sota, Merauke, Papua Selatan, Indonesia dengan negara Papua Nugini. Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota adalah nama dari bangunan yang memiliki total luas 5,6 hektare ini.
ADVERTISEMENT
Dahulu, perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini hanya ditandai dengan sebuah patok yang membuat warga dari kedua negara tersebut bebas berlalu-lalang. Namun pada Oktober 2021 lalu, Presiden Joko Widodo akhirnya meresmikan PLBN Sota sebagai representasi wajah bangsa Indonesia di perbatasan.
PLBN Sota ada di bawah tanggung jawab Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Kini, keberadaan landmark perbatasan tersebut akhirnya bisa dinikmati masyarakat dari kedua negara.
Melihat Lebih Dekat PLBN Sota
Tim kumparan berkesempatan melihat megahnya gerbang perbatasan RI dan Papua Nugini. Pembangunannya pun terlihat tak main-main, di daerah kawasan bangunan PLBN Sota, terdapat patung Soekarno yang tinggi menjulang, monumen 0 kilometer Merauke-Sabang, hingga patung Garuda.
Tak hanya dilengkapi patung maupun monumen, PLBN Sota juga menyediakan mess bagi para pengelola BNPP yang khusus diberi tugas menjaga gerbang perbatasan dan berasal dari putra-putri terbaik di wilayah Sabang sampai Merauke.
Di sepanjang garis perbatasan Papua, terdapat 3 Pos Lintas Batas Negara, yaitu PLBN Skouw di Jayapura, PLBN Sota di Merauke, dan PLBN Yetetkun di Boven Digoel. Namun, keberadaan PLBN Yetetkun belum diresmikan.
ADVERTISEMENT
Gerbang perbatasan yang telah dikelola secara terorganisir oleh BNNP ini dibagi dalam beberapa tipe. PLBN Sota sendiri masuk dalam Tipe B yang artinya pelintas masih di bawah 5.000 per bulan.
“Kalau di Skouw itu tipenya memang beda, tipe A, di mana jumlah pelintas itu 7.500 per bulan. Kalau tipe B itu antara 5.000-7.500, kalau yang di bawah itu tipe C seperti Sota dan Yetetkun, karena pelintasnya masih di bawah 5.000. Itulah tipologi PLBN yang ada di Indonesia ini,” jelas kepala PLBN Sota, Ni Luh Puspa Jayaningsih, Senin (13/10).
“Pelintas tradisional lebih banyak di tipe C, karena memeriksa barang yang mereka bawa. Namun kalau di tipe A kelasnya sudah impor dan ekspor. Kalau tipe C rata-rata untuk konsumsi sehari-hari, kebutuhan pokok. Namun tidak menutup kemungkinan, kedepannya bisa jadi akan menjadi sama, tipe A,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia yang ingin melintasi perbatasan tersebut juga tak membutuhkan paspor. Tim PLBN Sota menyediakan sebuah dokumen sederhana yang dinamakan Pass Lintas Batas atau PLB. Dokumen ini dikeluarkan pihak imigrasi yang bentuknya seperti paspor, tetapi berwarna merah.
“Kalau dari orang Indonesia ada namanya, PLB, Pass lintas batas, itu yang dikeluarkan oleh imigrasi, seperti paspor, tapi warnanya merah. Itu untuk orang Indonesia. Itu gratis, cuman tinggal membawa KTP, KK, dan dibuatkan oleh imigrasi,” ujar Puspa.
Sementara, bagi masyarakat Papua Nugini, mereka dengan mudah dapat melintasi perbatasan untuk menuju ke Indonesia dengan syarat memiliki Border Pass Travel.
“Kalau untuk orang PNG (Papua Nugini) ada kami namanya supplements, border pass travel. Jadi ada seperti kertas tapi ada logonya yang mengeluarkan distrik, jadi dalam satu kertas banyak orang, misalkan bapak, ibu, dan anak, dan sebagainya,” kata Puspa.
ADVERTISEMENT
Biasanya warga Papua Nugini yang melintas di perbatasan tersebut kebutuhannya untuk melakukan proses jual beli di pasar. Mereka akan masuk ke Indonesia pagi hari dan kembali lagi pada sore hari. Jika mereka ingin menginap di Indonesia, pihak imigrasi di PLBN Sota akan memberikan catatan khusus di dalam dokumen terkait.
Sementara itu, masyarakat Indonesia yang masuk ke wilayah Papua Nugini biasanya untuk memancing ikan dan berburu di hari Sabtu atau Minggu.
Saat mereka berhasil mengambil hasil bumi tersebut, mereka akan membawa ikan-ikan hingga daging rusa melewati perbatasan untuk kemudian barang-barang tersebut akan melewati berbagai pemeriksaan makanan dan karantina.
Yang Diberikan PLBN Sota Terhadap Warga Sekitar
PLBN Sota memiliki jam operasional buka tutup gerbang perbatasan, yaitu dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIT. Namun, saat kondisi darurat seperti sakit, perbatasan akan tetap dibuka, meskipun sudah melewati jam kerja. Bagi orang-orang yang bekerja di PLBN Sota, untuk hal-hal emergency seperti itu yang berbicara hanyalah rasa kemanusiaan. Bukan lagi asal negara dari masyarakat tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada alasan khusus, kalau hanya sekedar lewat hanya jam kerja. Namun kalau ada orang sakit, emergency, itu kita harus layani. Karena kita rata-rata kegiatannya banyak atas rasa kemanusiaannya,” tegas Puspa.
Tak hanya itu, banyak masyarakat Papua Nugini di perbatasan yang bahkan sangat mengandalkan Indonesia, mulai dari sekolah, persediaan air, pelayanan rumah sakit, hingga ibadah di gereja. Sebab, masyarakat Papua Nugini lebih jauh untuk menuju kota negaranya sendiri daripada ke Indonesia.
“Anak-anak kecil yang tadi itu sekolahnya di sini, rumah sakit di sini, ibadahnya hari Minggu pun di sini. Oiya, mereka di sana listrik tidak ada, susah, jadi ya ini lah sebenarnya hadirnya PLBN bukan hanya untuk Indonesia saja, tapi kita menolong ke negara sebelah juga,” ujar Puspa.
ADVERTISEMENT