Cerita dari Rusunawa Muara Baru: Tinggal di Kios Tanpa Toilet

17 September 2018 18:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Rusunawa Muara Baru di Penjaringan, Jakarta Utara, menjadi salah satu tempat relokasi untuk warga hunian liar di sekitar Waduk Pluit dan Kali Gendong. Namun, tidak semua warga gusuran mendapatkan hunian yang layak. Setidaknya ada 84 keluarga yang terpaksa tinggal di lantai dasar blok D, 5,6,7,8,11, dan 12.
ADVERTISEMENT
Lantai dasar seharusnya tidak untuk hunian. Lokasi tersebut sebenarnya menjadi tempat fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi bagi penghuni rusun.
Mereka yang tinggal di lantai dasar memang dibebaskan dari biaya sewa, namun mereka tidak mendapatkan fasilitas layaknya penghuni lantai 1 hingga 5. Di lantai dasar tiap keluarga hanya mendapat bangunan kios berukuran 2 meter kali 7 meter. Tidak ada fasilitas kamar mandi, dapur, atau kamar tidur.
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Beberapa penghuni menggunakan halaman unit mereka sebagai dapur. Seperti yang dilakukan oleh Sarmi (37). Ibu rumah tangga yang kumparan temukan sedang memasak makan siang di depan unitnya.
“Kondisinya ya begini. Masaknya di luar. Kalau di dalam seperti itu, dicukup-cukupin,” kata Sarmi kepada kumparan, Senin (17/9).
ADVERTISEMENT
Kondisi unit yang dihuni Sarmi tidak berbeda jauh dengan unit lainnya di lantai dasar. Ia menggunakan lemari sebagai sekat antara ruang tidurnya dengan tempat tidur anak.
Penghuni Lantai Dasar Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penghuni Lantai Dasar Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Sarmi yang merupakan warga gusuran dari sekitar Waduk Pluit itu sudah hampir tiga tahun tinggal di Rusunawa Muara Baru. Ia tinggal bersama suami dan tiga orang anaknya.
“Katanya cuma sementara tapi sudah hampir tiga tahun masih kayak gini aja. Belum ada kepastian (mau dipindahkan),” kata Sarmi.
Menurut Sarmi kondisi tempatnya tinggal tidak layak. Air hujan kerap masuk dari jendela belakang yang berukuran 50 centimeter kali 50 centimeter.
Selain itu sebagian pintu depan rumahnya juga berbentuk rolling door, layaknya sebuah kios. Menurutnya saat relokasi petugas mengubah sebagian rolling door menjadi pintu rumah seperti lazimnya.
ADVERTISEMENT
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusunawa Muara Baru. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
“Iya ini dibuatin sama petugas relokasi,” kata Sarmi.
Untuk keperluan mandi, cuci, kakus, Sarmi harus ke kebun di seberang bloknya. Di sana terdapat kamar mandi umum yang biasa ia gunakan. Jaraknya sekitar 50 meter. Itu pun sebenarnya bukan untuk warga rusun, tapi untuk pekerja proyek saat relokasi berlangsung. Namun karena pekerjaan sudah tidak ada kamar mandi tersebut tetap dimanfaatkan oleh warga.
“Enggak ada kamar mandi di dalam. Kamar mandi di kamar mandi umum, di kebun. Dibikinin waktu proyek ini (relokasi). Dia bikin untuk kamar mandi proyek, ya udah di pakai ramai-ramai sekarang,” kata Sarmi.
Meski begitu Sarmi masih perlu mengeluarkan uang untuk membeli air. Menurutnya satu drum air dijual Rp 20 ribu. Paling sedikit, ia bisa menggunakan air tersebut untuk tiga hari.
ADVERTISEMENT
“Air beli masing-masing, sedrum Rp 20 ribu. Pada punya tampungan sendiri jadi kalau mau ke kamar mandi bawa air seember gitu,” kata Sarmi.
Penghuni lantai dasar lainnya, Ayu, mengaku merasa iri dengan mereka yang tinggal di lantai 1 hingga 5. Para penghuni di sana mendapatkan tempat yang layak. Ada dapur dan kamar mandi.
“Iya kita juga pengin kayak dia, cuma bagaimana lagi. Cuma enggak ada kepastian gini (pindahnya),” kata Ayu.
Ayu dan penghuni lantai dasar lainnya memang harus menunggu untuk menempati lantai atas karena saat ini semua unit di blok rusunawa telah terisi.
Sebenarnya para penghuni lantai dasar sudah ditawari untuk pindah ke rusunawa lainnya seperti Rusun Marunda. Namun mereka menolak karena dianggap terlalu jauh dari lokasi pekerjaan dan sekolah anak.
ADVERTISEMENT
“Pernah ditawari pindah ke Rusun Marunda, tapi kan jauh dari kerjaan suami, jadi enggak mau,” kata Ayu.