Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita dari Sanggar Sopo Daganak: Tortor Hata Saposik dan Jalan Menuju Milan
6 Juni 2024 11:50 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Piala-piala itu terpajang rapi di rak, persis di depan pintu salah satu ruangan di Gedung Sanggar Seni Sopo Daganak. Di antara piala-piala itu, ada satu yang terlihat mencolok.
ADVERTISEMENT
Ukurannya lebih besar, juga lebih tinggi dibanding yang lainnya. Di piala itu tertulis "Runner Up 1 Lomba Tari Kreasi Nusantara Kategori Beregu Remaja".
Itu adalah piala yang diraih anak-anak Sanggar Seni Sopo Daganak di Festival Warisan Budaya Nusantara tingkat nasional pada 25 Mei 2024 lalu. Festival itu berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Pencapaian ini membawa mereka go international, mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Turki.
Tak hanya menyabet juara 2, sanggar yang berasal dari Desa Napa, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, itu juga memborong 2 penghargaan lainnya.
Dua penghargaan itu yakni juara Top Vote Tari Kreasi Nusantara 2024 dan Top 10 Lomba Tari Kategori Grup Remaja, sekaligus membuka jalan untuk tampil di Milan dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
"Yang sudah kami terima jadwal adalah keberangkatan ke Malaka-Malaysia di tanggal 25 Juni 2024. Untuk keberangkatan ke dua negara lainnya, info dari panitia akhir tahun 2024," kata Dastri Harahap, Ketua Persatuan Sahabat Cerdas (Persada) yang menaungi Sanggar Seni Sopo Daganak, Selasa (4/6).
Mengenal Sanggar Seni Sopo Daganak
Sanggar Seni Sopo Daganak sudah ada sejak 2012. Sanggar itu diinisiasi Taman Baca Anak (TBA) Mawar di Desa Napa, Kecamatan Batangtoru. Dulu namanya "Dance Girl Napa Village". Mereka latihan tari secara otodidak.
"Dulu kami mengajak anak-anak untuk latihan tari dari satu rumah ke rumah lainnya, tampil di acara-acara kampung," kata Dastri.
Seiring berjalannya waktu, potensi anak-anak dalam bidang seni, khususnya tari, dilirik oleh PT Agincourt Resources (PTAR). Kemudian PTAR inisiatif membentuk sanggar tari dan mendatangkan trainer profesional ke TBA. Sejak saat itu, anak-anak banyak yang tertarik untuk gabung. PTAR pun memfasilitasi dengan mendatangkan trainer.
Pada 2017, anak-anak penari akhirnya punya tempat permanen untuk latihan. Gedung tempat mereka latihan itu diberi nama Sopo Daganak yang bisa diartikan sebagai "rumah bagi anak-anak".
ADVERTISEMENT
Tak hanya sanggar tari, sanggar-sanggar lainnya pun mulai muncul. Mulai dari sanggar gondang tradisional, sanggar musik modern, sampai sanggar Nasyid. Kemudian semuanya bergabung jadi Sanggar Seni Sopo Daganak.
Pada 2023, sanggar itu resmi legal secara Kemenkumham. Sampai saat ini, total sekitar 462 anak mengasah bakatnya dalam sanggar tersebut.
"Kalau dulu kami yang datangi rumah-rumah untuk mengajak anak-anak, alhamdulillah sekarang orang tua yang datang ke kami membawa anak-anaknya," ungkapnya.
Sampai saat ini, lanjut Dastri, seluruh sanggar tersebut sudah tampil di berbagai kegiatan. Mulai dari acara Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), HUT Tapsel, Lomba di Paluta, jadi bintang tamu di Galanggang Hatabosi, bahkan lomba nasional. Selain itu juga punya pementasan rutin sendiri, misalnya saat peringatan Hari Anak dan Hari Ibu.
ADVERTISEMENT
Tortor Kreasi Hata Saposik dan 'Jalan Menuju Milan'
Masyarakat Batak, khususnya Batak Toba, biasa menyebut tari tradisional di sana sebagai tortor. Tak hanya jadi kebanggaan masyarakat setempat, tortor ini membawa Sanggar Seni Sopo Daganak go international.
Penampilan tortor kreasi Hata Saposik yang mereka bawakan saat kompetisi di Festival Warisan Budaya di Jakarta, jadi salah satu yang terbaik. Itu sekaligus membukakan jalan mereka berkompetisi di Milan, Turki, dan Malaysia.
"Seneng banget, enggak kebayang sebelumnya bakal ke luar negeri untuk pertama kalinya," ungkap Zahra Nabila, satu dari enam penari Sanggar Seni Sopo Daganak, yang memenangkan penghargaan tersebut.
Salah satu trainer Sanggar Seni Sopo Daganak, Putri Norma Sari Hasibuan, menjelaskan Tortor Hata Saposik ini hampir sama dengan husip-husip dan marhusip yang artinya berbisik.
ADVERTISEMENT
Kata dia, awalnya tortor ini dilakukan oleh muda-mudi suku Batak Toba untuk mengungkapkan hati dan perasaan dengan tujuan serius menuju jenjang pernikahan.
"Tapi dalam tampilan kreasi ini kami sedikit mengubah makna karena yang melakukannya mudi-mudi dengan bermaksud marhusip dengan tema pergaulan sesama perempuan dalam masyarakat Batak Toba, menggambarkan perempuan-perempuan ceria, kompak, tangguh, pantang menyerah," kata Putri.
Dibina PT Agincourt Resources
Kesuksesan Sanggar Seni Sopo Daganak sampai ke kancah internasional tak lepas dari campur tangan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe. Mulai dari memfasilitasi dengan membuatkan gedung Sopo Daganak, menyediakan trainer, sampai menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan.
"Untuk gaji pengurus dan trainer, perlengkapan latihan, kebutuhan pementasan, dan keikutsertaan lomba, kami di-support sepenuhnya oleh PTAR," kata Dastri.
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, PTAR juga memfasilitasi trainer untuk melakukan studi banding dan pelatihan. Itu bertujuan agar mereka dapat upgrade ilmu dan wawasan tentang seni, serta memancing ide baru untuk perkembangan seni. Saat ini, total ada 11 trainer di Sanggar Seni Sopo Daganak.
Superintendent Community Relations PTAR, Sugeng Maskat, mengapresiasi semangat anak-anak Sanggar Seni Sopo Daganak dalam berkesenian. Menurutnya, itu sangat positif. Apalagi di era saat ini yang mana banyak anak-anak lebih suka main gadget.
"Ke depannya semoga Sanggar Seni Sopo Daganak terus menoreh prestasi dan semakin meningkat peminatnya agar anak-anak punya aktivitas positif dan jauh dari hal-hal negatif seperti pergaulan bebas dan narkoba," kata Sugeng.