Cerita di Balik Pameran Senandung Ibu Pertiwi

6 Agustus 2017 17:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan ‘Senandung Ibu Pertiwi’ yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-72 Kemerdekaan RI, memiliki cerita menarik bila ditinjau dari sisi persiapannya.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari rilis Pers dan Media Sekretariat Presiden, Minggu (6/8), empat orang kurator terlibat dalam pameran lukisan kali ini, antara lain Amir Sidharta, Mikke Susanto, Asikin Hasan dan Sally Texania.
Sebagaimana disampaikan ketua kurator, Asikin Hasan, di Galeri Nasioanal, 19 Juli lalu, tema dan pesan dari pameran, pertama yaitu ‘Senandung Ibu Pertiwi’ bila diartikan mengandung makna tanah air. Sebuah kekuatan di dalamnya mengandung macam-macam potensi. Hal ini terlihat dari lukisan yang dipamerkan merupakan bentuk dari keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama yang semakin utuh dan kuat.
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
Pameran pun dipecah menjadi 4 bagian. Pertama, keragaman alam dari koleksi Istana di Bogor, Cipanas, Jakarta, Bali, Yogya yang mengambil tema pemandangan alam di indonesia. Pada masa itu perupa beredar diseluruh penjuru nusantara, di Sulawesi, Sumatra Barat, Jawa dan sedikit Bali. Lukisan Pantai Flores karya bung Karno misalnya, yang dilukis ulang oleh Basoeki Abdullah. Mahat di Sumatra Barat, Gunung Merapi, dan pemandangan alam karya Abdullah Soeriosubroto dan Wakidi yang melukis pemandangan alam.
ADVERTISEMENT
Bagian kedua, adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari dengan fokus pada nelayan dan juga petani. Lukisan yang dipamerkan adalah lukisan penjual ayam dan bakul buah, penjual sate dan kegiatan sehari-hari di masa lalu, dan kehidupan para nelayan dan petani.
Bagian ketiga adalah tradisi tari dan kebaya, dimana sekitar 15 lukisan mengambil tema Tari Rejang. Bung Karno pada masa itu membangun nasionalisme melalui pakaian pria berpeci dan perempuan berkebaya di mana identitas dibangun dari pakaian. Dibanyak arsip memperlihatkan foto-foto perempuan umumnya berkebaya.
Adapun bagian keempat adalah mitologi dan religi yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat kita, yang kemudian belakangan berkembang agama, memperkaya keragaman di Indonesia dengan masuknya Islam, Hindu, Budha, Konghucu yang saling memperkuat, menggambarkan kebersamaan, gotong royong terkait satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Cerita di Balik Pameran Lukisan Istana (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
Sementara itu, Galeri Nasional juga melakukan berbagai persiapan sebelum pameran berlangsung. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah di bidang sarana dan prasarana yang dimulai dua minggu sebelum hari pertama pameran dibuka. Persiapan fisik yang dilakukan antara lain seperti sarana untuk menggantung koleksi, sarana untuk tempat pendaftaran pengunjung melalui www.bek-id.com, membuat tanda dan juga sarana lain.
Galeri nasional mengalokasikan anggaran khusus untuk mempercantik lokasi pameran termasuk bagaimana mengarahkan pengunjung selama 30 menit di dalam ruang pameran, yang dapat diakses dengan menggunakan aplikasi melalui Android Q&R, yang merupakan kerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).