Cerita Din Syamsuddin Ajukan Judicial Review 3 UU: MK Masuk Angin

14 Februari 2023 2:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Din Syamsuddin saat menjadi keynote speaker di acara Kongres Umat Islam di Asrama Haji Medan, Jumat (26/8/2022). Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Din Syamsuddin saat menjadi keynote speaker di acara Kongres Umat Islam di Asrama Haji Medan, Jumat (26/8/2022). Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin, ikut hadir di Rakernas Pertama Partai Ummat, Senin (13/2). Di acara tersebut, Din sempat menceritakan pengalamannya mengajukan judicial review tiga UU sekaligus ke Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
"Enam bulan sebelum saya menyelesaikan amanah di Muhammadiyah, 2015 di Muktamar Makassar, diputuskan dalam rapat kita menggugat tiga UU sekaligus," kata Din di Rakernas Partai Ummat, Senin (13/2).
"UU pertama soal lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar, saya lupa tepatnya. yang kedua UU tentang kelistrikan. Dan yang ketiga, UU tentang penanaman modal asing. Tiga UU ini jelas bertentangan dengan Pasal 33 dan merugikan rakyat, merugikan negara. Maka kita gugat ke sana [MK]," lanjutnya.
Saat itu, Din kemudian mengumpulkan dukungan dari Muhammadiyah, NU, hingga majelis agama lainnya. Setelah itu, mereka berangkat ke MK dan mendaftarkan gugatan bersama tim advokat.
"Saya nunggu di depan loket. Tim advokat ini mendaftarkan UU itu dan ada tandanya. Saya lalu telepon Ketua MK [saat itu], Profesor Arif Hidayat. [Saya bertanya] apakah mau menerima kami, penggugat, seperti Mahfud MD [saat menjabat jadi Ketua MK dulu]," ucap Din.
ADVERTISEMENT
Din bercerita, sebelumnya, saat ia menggugat UU Migas, yang menjabat sebagai Ketua MK adalah Mahfud MD. Saat itu, Mahfud MD tak hanya menerima gugatan mereka saja, tapi juga mengundang mereka ke sebuah ruangan untuk bertemu delapan hakim MK lainnya.
"Maka hal itu saya sampaikan ke Ketua MK berikutnya. [Lalu dijawab] 'Oh enggak bisa, Pak Din. Ada rapat di sini]. Ya enggak apa-apa. Saya pinjam tempat saja buat konferensi pers. Kami diizinkan untuk konpers di salah satu ruangan MK," ungkapnya.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Setelah pendaftaran dan konferensi pers beres, pihak penggugat menunggu hingga berbulan-bulan, namun tak pernah ada panggilan sidang. Sampai setahun kemudian, Din bertemu dengan salah satu hakim MK saat itu, Patrialis Akbar, yang memberi tahunya jika ia tak pernah mendapatkan gugatan yang didaftarkan oleh Din dan kawan-kawan.
ADVERTISEMENT
"'Pak Ketua, itu tidak ada pendaftarannya'. Lho saya lihat sendiri [pendaftarannya] dan Ketua MK sudah menyilakan kami untuk konpers. Berarti kan ini masuk angin," tuturnya.
Din lalu mengaitkan hal itu dengan kejadian saat PP Muhammadiyah beraudiensi dengan Presiden Jokowi dan mengungkapkan niat mereka untuk mengajukan judicial review tersebut. Namun, kata Din, saat itu Jokowi malah menjawab jika waktu pengajuannya tidak tepat.
"Saya sampaikan ke Bapak Presiden, untuk diketahui, Muhammadiyah mengajukan judicial review tiga UU sekaligus. Dan do you know what was his answer? 'Tapi timing-nya tidak tepat, Prof'. Saya sebagai pembelajar politik, langsung intuisi politik saya mengatakan, ini bakal masuk angin ini gugatan ke MK itu," tutur Din.
"Makanya kawan-kawan yang lain tidak saya kasih tahu. Ini bakal dapat masalah. Dan ternyata sampai sekarang tidak pernah dibahas oleh MK [gugatannya]. Dan saya patut menduga, karena adanya intervensi presiden terhadap MK," tutupnya.
ADVERTISEMENT