Cerita Dokter Diani Surati RS Medistra Jakarta soal Pembatasan Jilbab

3 September 2024 12:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk(K). Foto: Instagram@diani_kartini
zoom-in-whitePerbesar
Dr. dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk(K). Foto: Instagram@diani_kartini
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Surat yang ditulis oleh Dr. dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk(K) kepada Manajemen Rumah Sakit Medistra viral di media sosial.
ADVERTISEMENT
Surat itu memuat protes dari Diani mengenai pembatasan penggunaan hijab di RS Medistra, rumah sakit internasional yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Kepada kumparan, Diani menceritakan bagaimana awal mula polemik soal pembatasan hijab terjadi di RS Medistra.
Dokter Diani sudah 14 tahun bekerja di RS Medistra. Menurutnya, pembatasan penggunaan jilbab bagi perawat di RS Medistra sudah ada sejak lama.
Namun baru ketika pandemi, perawat jadi lebih leluasa menggunakan hijab atau sekadar ciput dan topi seragam karena memang tertutup dengan APD.
"Kayaknya juga sudah lama ya (pembatasan hijab), cuma kan dengan adanya Covid itu kan perawat ada keluasaan untuk menutup kepala. Jadi momen ini digunakan, setelah itu banyak yang menggunakan ciput ninja terus plus topi," ujar Diani kepada kumparan, Selasa (3/9).
Ilustrasi Ciput. Foto: ANTARANEWS
Setelah pandemi selesai, Diani melihat beberapa perawat masih menggunakan ciput dan topi.
ADVERTISEMENT
Mereka menggunakan ciput dan topi seragam secara sembunyi-sembunyi. Diani juga mengatakan, seragam resmi para perawat juga berlengan pendek dan celana panjang.
"Memang ada beberapa yang katanya sih 'oh biarin saja saya nekat pakai kayak begini' (penutup aurat)," ucap Diani yang praktik di RSCM dan RSPI itu.
RS Medistra Jakarta di Jalan Gatot Subroto Foto: Facebook RS Medistra

Permintaan bersedia lepas jilbab

Menurutnya, pembatasan jilbab ini tidak berlaku untuk dokter spesialis seperti dirinya. Yang didengar Diani, pembatasan ini terjadi pada dokter umum hingga perawat.
"Kalau spesialis nggak ada, jadi ini yang saya bilang standar ganda. Saya bebas pakai jilbab, tapi kan itu pertanyaan ke dokter umum yang memang benar ditanyakan gitu. "Bersedia lepas jilbab nggak gitu" kan itu ngaco ya menurut saya, maksudnya di era sekarang kita lihat rumah sakit rumah sakit yang lain pun sekarang sudah memperbolehkan," kata dokter lulusan UNS, UGM, dan UI ini.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan soal lepas jilbab itu, kata Diani, dialami oleh asistennya yang mendaftar ke RS Medistra beberapa bulan yang lalu. Menurut Diani, asistennya memiliki saudara yang sudah bekerja di RS Medistra.
Saudara dari asisten Diani ini mengatakan jika diterima bekerja di RS Medistra harus melepas hijab.
Diani pun menanyakan hal ini kepada manajemen RS, namun pihak manajemen mengatakan boleh memakai jilbab. Setelah itu, Diani tak melanjutkan polemik itu.
Sampai pada minggu lalu, kerabat dari Diani mendaftar juga ke RS Medistra sebagai dokter umum. Hal serupa terjadi, pada sesi wawancara, kerabat Diani ditanya 'apakah bersedia melepas hijab atau tidak'.
"Kerabat saya yang mendaftar dokter umum, eh benar diwawancara ditanya seperti itu. 'Bersedia nggak untuk melepas hijab' begitu, karena ini adalah rumah sakit internasional yang memperhatikan performance," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dari sinilah akhirnya Diani bersurat kepada manajemen RS Medistra, mempertanyakan bagaimana sebenarnya aturan penggunaan hijab di lingkungan RS tersebut. Surat itulah yang saat ini viral di media sosial.
Surat Dr. dr. Diani Kartini untuk RS Medistra terkait dugaan pembatasan hijab, 29 Agustus 2024. Foto: Dok: Istimewa
Menurutnya, hal ini tak boleh terjadi, sebab RS Medistra bukan rumah sakit yang berbasis agama. Diani saat ini juga sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tersebut.
"Nah, makanya saya tanyakan itu, surat itu sebenarnya yang benar bagaimana? Kalau dia mengatakan boleh, ya ngapain ada pertanyaan kayak gitu? Ya buat apa sekarang wawancara menanyakan kayak gitu? Itu nggak ada hubungannya," ungkap Diani.
"Kecuali mungkin ada rumah sakit Kristen, Katolik, Hindu, Buddha ya itu kita maklumlah punya aturan sendiri kan. Kayak misalnya di Rumah Sakit Islam waktu itu saya juga pernah bekerja di situ, saya belum berjilbab, disuruh berjilbab ya, saya pakai gitu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Diani mengatakan, pembatasan penggunaan hijab hanya pada perawat dan dokter umum saja. Ia sebagai dokter spesialis justru mendapat kebebasan menggunakan hijab di RS Medistra.
Pembatasan penggunaan hijab tersebut dinilai pihak RS Medistra karena tarafnya yang internasional. Namun hal ini justru yang dipertanyakan Diani.
Rumah Sakit Medistra, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan

Harusnya Merangkul Semua Golongan

Menurutnya, jika memang RS Medistra bertaraf internasional, seharusnya lebih bisa merangkul semua golongan tanpa membeda-bedakan.
"Saya kan belum baca aturan tertulis, tapi kalau kita pakai logika yang namanya internasional harus merangkul semua golongan dong, dan menghargai," katanya.
Penggunaan hijab menurut Diani bukan hanya ditampilkan saat acara keagamaan saja, tapi juga dalam bekerja sehari-hari.
Cara berpakaian juga harus diperhatikan jika memang tarafnya internasional, termasuk penggunaan hijab.
ADVERTISEMENT
"Saya pernah belajar keluar (negeri) dan saya lihat mereka juga menggunakan kerudung biasa pegawainya, itu di Amerika. Itu saya lihat baru setahun lalu itu," jelasnya.
"Nah, saya juga lihat mereka ada itu yang pakai kerudung, mereka juga menjalankan salat juga di ruang yang namanya meditation room," sambungnya.
Lebih lanjut, bagi Diani, jika RS Medistra mengaku toleransi, maka dari mulai cara berpakaian pun harus menghargai.
"Lihat di (RS) Pondok Indah saja itu juga nggak kalah internasional, mereka perawat pakai seragamnya seperti apa yang berjilbab," pungkasnya.

RS Medistra minta maaf

Pihak RS Medistra menegaskan tidak ada pelarangan penggunaan hijab bagi pegawainya.
Terkait wawancara dengan kandidat, RS Medistra meminta maaf. Pihak RS menyebut itu hanyalah kesalahpahaman saja.
Tenaga Medis di RS Medistra Jakarta ada yang memakai jilbab Foto: Dok RS Medistra
"Manajemen RS Medistra menyampaikan permohonan maaf dan menyesali terjadinya kesalahpahaman dari proses interview yang dilakukan oleh salah satu karyawan kami. Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, RS Medistra selalu patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku, dan berkomitmen untuk senantiasa menghargai keberagaman serta memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan tanpa memandang gender, suku, ras, agama dan golongannya (SARA)," kata Direktur Utama RS Medistra, Agung Budisatria, MM, FISQua, dalam keterangannya, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
Agung menyebut, pihaknya sama sekali tidak punya aturan yang membatasi atau melarang pegawai menggunakan hijab.
"RS Medistra telah memiliki peraturan kepegawaian yang mengatur tentang standar penampilan dan perilaku yang sama sekali tidak melarang penggunaan hijab bagi para pegawainya. Ketentuan sebagaimana di atas diterapkan dalam kegiatan sehari-hari di RS Medistra, di mana terdapat banyak dokter spesialis maupun karyawan (dokter umum, perawat, tenaga penunjang medis maupun tenaga non medis) yang menggunakan hijab saat bertugas," kata dia.
Pernyataan RS Medistra tentang pembatasan hijab, September 2024. Foto: Instagram RS Medistra

Profil Diani Kartini

Berikut sekilas profil Diani Kartini, dikutip dari situs Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI):
Dr. dr. Diani Kartini, SpB(K)Onk menamatkan pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo, pada tahun 2000 dan pendidikan spesialis bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 2006.
ADVERTISEMENT
Diani kemudian menyelesaikan pendidikan Subspesialis pada tahun 2009 dan pendidikan doktor pada tahun 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Diani merupakan Dokter Pendidik Klinis di Program Studi Ilmu Bedah FKUI dengan jabatan fungsional saat ini adalah Lektor. Diani pakar dalam bidang bedah onkologi dan tercatat sebagai staf di Divisi Bedah Onkologi, Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM.