Cerita Dr Muhammad Wildan, Alumni Ponpes Ngruki yang Kini Dekan UIN Yogyakarta

21 Agustus 2022 23:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr Muhammad Wildan, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah nyantri di Ponpes Ngruki tahun 1983 hingga tahun 1989. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dr Muhammad Wildan, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah nyantri di Ponpes Ngruki tahun 1983 hingga tahun 1989. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Pondok Pesantren Islam Al Mukmin atau lebih dikenal sebagai Ponpes Ngruki di Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, telah berusia 50 tahun. Ternyata, banyak alumni dari ponpes tersebut yang berkiprah untuk negeri dan berprestasi.
ADVERTISEMENT
Pada usia yang setengah abad, alumni ponpres ini mulai unjuk gigi. Mengubah persepsi masyarakat ke Ponpes Ngruki menjadi lebih baik.
Dr Muhammad Wildan, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah alumni Ponpes Ngruki. Dia masuk tahun 1983 hingga tahun 1989.
"Kemudian setelah itu kuliah di IAIN saat itu masih IAIN tahun 89 sampai 1995," kata Wildan ditemui di acara silaturahmi akbar di Ponpes Ngruki, Minggu (21/8/2022).
Sebagai alumni Ponpes Ngruki, Wildan tak menampik banyak orang yang sering beranggapan santri di Ngruki keras. Dia pun kerap menjelaskan kepada orang yang bertanya padanya, bahwa tak semua alumni Ngruki seperti yang dipikirkan.
"Kan orang persepsi banyak orang tentu bahwa Ngruki itu keras, ngruki itu radikal. Tapi sering saya respons dengan canda saja. Maksud saya yang sesuai dengan karakteristik dalam gambaran publik, nggak banyak seperti itu. Yang radikal keras itu sebenarnya nggak banyak," katanya.
ADVERTISEMENT
Wildan usai lulus kuliah langsung mengabdikan diri sebagai dosen di almamaternya, UIN Yogya. Dia menempuh S2 di Leiden Belanda. Lalu, pada 2005, Wildan menemui S3 di Universitas Kebangsaan Malaysia.
"Bidang saya di sejarah dan peradaban Islam," katanya.
Wildan juga bercerita agar kiprah para alumni Ponpes Ngruki ini diketahui masyarakat luas, maka disusunlah buku Kiprah Santri Ngruki untuk Negeri. Di Buku itu, Wildan berperan sebagai editor.
Muktamar ke-5 Ikatan Alumni Ponpes Islam Al Mukmin (IKAPPIM) membuka rangkaian acara Setengah Abad Khidmat Pondok Ngruki untuk Negeri di Pondok Pesantren Islam Al Mukmin atau lebih dikenal sebagai Ponpes Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Total ada 21 alumni Ngruki yang menulis. Mereka menceritakan kiprahnya. Seperti yang bertugas di kepolisian, dosen, birokrat, hingga seniman.
"Itu cukup lama mungkin ada hampir 1,5 tahun buku itu [disusun] tapi menurut saya cukup bagus lah memotret beberapa segmen alumni ngruki," ujarnya.
"Kiprah santri Ngruki cukup bagus itu memotret beberapa aspek Ngruki bahwa Ngruki itu mungkin ada beberapa aspek bahwa mungkin ada keras gitu ya. Tapi tidak semuanya disematkan dipukul rata bahwa semuanya keras," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Wildan, saat ini Ponpes Ngruki jauh lebih terbuka. Salah satunya dengan terbitnya buku yang bercerita tentang kiprah alumni untuk negeri. Selain itu, di media sosial, Ponpes Ngruki juga lebih aktif.
"Kita lihat di medsos, Pondok Ngruki juga sudah aktif tidak tertutup misalnya itu sudah membuka diri dan juga fenomena hari ini [acara setengah abad Ponpes Ngruki]," ujarnya.
Kepercayaan publik pada ponpes ini juga semakin membaik. Banyak orang tua yang mempercayakan anaknya menempuh pendidikan di Ponpes Ngruki.
Indrawan YP, nyantri di Ponpes Al Mukmin Ngruki dari tahun 1990 hingga 1996 kini bergerak di bidang seni dan pangan. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Sementara itu, Indrawan YP salah satu alumni yang menulis di buku Kiprah Santri Ngruki untuk Negeri juga bercerita menempuh pendidikan di Ponpes Al Mukmin Ngruki dari tahun 1990 hingga 1996.
"Kiprah saya sesungguhnya di paling ujung kiprah yang berkaitan pemberdayaan masyarakat lingkungan terutama di wilayah pertanian dan peternakan. Sebenarnya basic saya seni budaya dan sebagainya. Saat ini saya masih melakukan aransemen lagu, bikin lagu-lagu, mars, jingle, dan urusan budaya," kata Indrawan yang saat ini berprofesi sebagai seniman dan bergerak di bidang pangan.
ADVERTISEMENT
Indrawan mengatakan bahwa dakwah tak melulu di balik mimbar. Dakwah bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan manusia di tiap bidangnya. Bisa lewat seni, bisa juga berperan di bidang pertanian dan peternakan.
"Nah ini justru [seni] dakwah juga. Jadi dakwah itu tidak ada dimensi ruang dan waktu bagi saya karena ketika menjadi penceramah saya juga penceramah tapi di wilayah yang berhubungan dengan kesadaran pangan," ujarnya.
"Dakwah menurut ayat ayat Alquran itu dakwah yang di pangan ini menjadi dimensi yang pokok di samping dakwah di mimbar-mimbar. Makanlah sesuatu yang terbaik. Terbaik itu apa tanpa pestisida tanpa residu kimia," pungkasnya.