Cerita Eks Dirut PT Timah Kenal dengan Harvey Moeis Lewat Kapolda Babel

26 September 2024 13:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mengaku kenal dengan Harvey Moeis. Ia mengaku dikenalkan dengan suami Sandra Dewi itu oleh Kapolda Bangka Belitung pada 2017.
ADVERTISEMENT
Hal itu terungkap saat Riza dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9).
Riza bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis; Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT),Suparta; dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah.
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Saudara kenal dengan terdakwa Moeis?" tanya Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto.
"Kenal, Yang Mulia," jawab Riza.
"Mulai kapan?" cecar hakim.
"Tahun 2018," ungkap Riza.
"Siapa... Saudara kenal sendiri apa ada yang mengenalkan?" tanya hakim.
"Kenal, awalnya sih saya pernah dikenalin," balas Riza.
"Sama siapa?" tanya hakim memperdalam.
"Sama... waktu pisah sambut kapolda," jawab Riza.
"Sebentar ini, Kapolda Babel?" cecar hakim.
"Kapolda Babel tahun 2017. Tapi waktu itu saya dikenalin, saya nggak terlalu... cuman dikenalin sekilas gitu aja," ucap Riza.
ADVERTISEMENT
Riza tak menyebut nama Kapolda Babel tersebut. Namun saat ini, menurutnya, kapolda itu telah meninggal dunia. Diduga, Kapolda Babel yang dimaksud adalah Syaiful Zachri.
"Kapoldanya sekarang mana?" tanya hakim.
"Pak almarhum," jawab Riza.
"Enggak, masih ada enggak?" cecar hakim.
"Udah meninggal, Yang Mulia," ungkap Riza.
"Nah itu susahnya, almarhum. Jadi waktu itu dikenalkan pak Kapolda ngomongnya apa ke saudara?" tanya hakim.
"Kenalin aja, dikenalin. Enggak ngomong yang lain lagi, Yang Mulia. Cuma itu, kenalan," jelas Riza.
Berselang beberapa waktu kemudian, Riza mengaku tiba-tiba dihubungi Harvey Moeis untuk bertemu di salah satu restoran di kawasan Gunawarman, Jakarta Selatan. Pertemuan terjadi sekitar April 2018.
"Di sana siapa aja yang datang?" tanya hakim.
ADVERTISEMENT
"Saya sama Pak Harvey aja," ujar Riza.
"Berdua?" tanya hakim.
"Berdua aja," tegas Riza.
"Ngomongin apa?" cecar hakim.
"Cuma ngobrol biasa biasa aja, nggak ada..." jawab Riza.
"Masa gak ada kaitannya sama timah? Saudara kan Direktur Utama Timah?" cecar hakim.
"Enggak secara... Ya kalau timah gimana kondisi pasar timah, gimana harga logam," timpal Riza.
Dalam pertemuan itu, Riza menyebut Harvey memperkenalkan dirinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT). Namun, belum ada kesepakatan untuk bekerja sama dengan PT Timah.
"Apakah terdakwa ada minat mau mainan timah?" cecar hakim.
"Hanya ngobrol, diskusi, kenalan. Udah itu aja. Enggak lebih detail, lebih ngomongin kerjaan terlalu spesifik, enggak," jawab Riza.
"Intinya Harvey Moeis ini tertarik enggak dengan bisnis timah ini? Ada minat nggak dia gitu? Atau dia ngasih tau 'eh gue punya PT nih?" tanya hakim.
ADVERTISEMENT
"Ya dia menyatakan dia mewakili PT RBT," ungkap Riza.
Dalam dakwaan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak.
Termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah; Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah; serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan itu membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5% dari kuota ekspor smelter-smelter tersebut. Sebab, bijih timah itu disebut merupakan hasil kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey kemudian meminta beberapa perusahaan smelter, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk membayar biaya 'pengamanan' sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.
ADVERTISEMENT
Pembayaran itu dibuat seolah sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey atas nama PT RBT.