Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Eks Penasihat PA 212 Saat Prabowo Gebrak Meja di Hadapan Ulama
20 Desember 2018 13:07 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:52 WIB
ADVERTISEMENT
Usamah Hisyam menceritakan proses penunjukan capres Prabowo Subianto oleh Ijtima Ulama yang membuatnya mundur dari posisi penasihat Persaudaraan Alumni 212. Dalam ceritanya, Usamah menyebut Prabowo sempat memukul meja di depan ulama karena ada yang meragukan ke-Islamannya.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui kumparan, Usamah pun membuka ceritanya dengan membeberkan pertemuan 28 anggota dewan penasihat PA 212 di Hotel Sultan, Jakarta, sekitar satu pekan sebelum Ijtima Ulama 1 digelar. Dalam rapat itu, Ketua Dewan Penasihat Amien Rais lantas mengajukan nama Prabowo Subianto.
"Dalam mukadimah, Amien Rais menjelaskan bahwa tak ada pilihan lain selain mengarahkan dukungan PA 212 kepada Prabowo Subianto. Alasannya, Prabowo adalah pemilik kursi terbesar rencana parpol koalisi," tutur Usamah kepada kumparan.
Dengan modal sekitar 60 juta suara di Pilpres 2014, Prabowo diharapkan bisa mempersatukan parpol koalisi dan mengalahkan incumbent. Menjelang sesi pertama berakhir, Usamah lalu memberikan masukan dengan meminta para kiai membahas tafsir 'pemimpin muslim' sesuai surah Al-Maidah Ayat 51.
ADVERTISEMENT
"Apakah pemimpin muslim minimalis atau pemimpin muslim kaffah? Kalau pemimpin muslim kaffah, setidaknya kita harus tahu persis bahwa calon pemimpin harus bisa menjadi imam salat, fasih membaca Al Fatihah dan surah pendek, bisa mengaji," lanjut Usamah yang pernah menjadi wartawan dan anggota DPR Komisi I dari PPP ini.
Saat itu, suasana ruangan langsung hening. Seluruh tokoh dan ulama yang hadir terdiam, menyimak usulan Usamah.
Usamah mengakui, Prabowo adalah capres yang tepat, namun jika diusung oleh koalisi partai yang memprioritaskan paradigma kebangsaan. Apalagi, sebagai prajurit TNI, nasionalisme Prabowo sudah tak perlu diragukan.
"Tapi masalahnya, jika konteksnya adalah capres yang direkomendasikan oleh PA 212, maka kriterianya harus memprioritaskan figur yang mendekati nilai syar'i, sesuai syariat Islam, sesuai Al-Quran dan Assunah. Kecuali kita tidak menggunakan forum ijtima ulama," paparnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi, menurutnya, figur yang direkomendasikan oleh ijtima ulama harus mencerminkan seorang muslim kaffah yang taat salat, puasa, zakat, dan pernah berhaji serta teguh dalam meyakini rukun iman. Sebab, ia menuturkan, jika salatnya saja lemah, bagaimana bisa menjadi imam bagi Indonesia?
Untuk itu, Usamah mengaku sempat bersikeras memperjuangkan nama imam besar FPI Habib Rizieq Syihab sebagai rekomendasi pertama. Menurutnya, meski Rizieq telah menolak, namun masih ada tiga figur lain yang dianggap lebih cocok seperti Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan mantan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdid.
Karena argumentasinya itu, Usamah justru dituding menolak Prabowo karena ingin memenangkan calon incumbent, Jokowi. Padahal, beberapa waktu sebelumnya, Usamah sempat berdebat dengan Rizieq soal nama calon yang dianggap memiliki figur pemimpin muslim kaffah.
ADVERTISEMENT
"Mengapa? Ketika menjatuhkan Ahok dari jabatan gubernur, kita menggunakan standar syariat Islam, pemimpin harus muslim kaffah, mendengungkan kalimat tauhid. Tetapi ketika memilih figur pemimpin negara, kita justru abaikan standar pemimpin muslim kaffah yang memenuhi syariat," lanjut pria kelahiran Surabaya ini.
Dalam sesi kedua, sekitar pukul 19.30 WIB, Prabowo Subianto mulai masuk ke ruangan disusul sejumlah sekjen partai seperti Ahmad Muzani dari Gerindra, Eddy Suparno dari PAN, dan Afriansyah Ferry Noor dari PBB. Saat itu, seluruh ponsel yang ada di ruangan disita.
"Waktu kita masuk, semua handphone disita. Ketat, udah kayak presiden aja. Makanya, ada yang nanya mana videonya? Ya enggak ada, orang handphone semua diambil," kata Usamah dengan nada yakin.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Amien Rais sebagai pemimpin rapat mencabut masa skorsing dan mempersilakan Prabowo berbicara. Prabowo pun mempresentasikan rencananya dan apa saja yang akan ia perjuangkan jika mendapat dukungan dari PA 212.
"Tapi di luar dugaan, di depan mukadimah Prabowo berbicara kencang. Dengan suara tinggi dia memprotes pihak-pihak yang meragukan kualitas keislamannya, ibadahnya, kemampuannya mengaji, dan menjadi imam salat," tutur Usamah yang kini Ketua Umum PP Parmusi.
"Dan yang mengejutkan, ia berbicara sambil meninju keras meja rapat di depannya sampai lima kali tinju. Para ulama dan tokoh-tokoh yang hadir sampai terperangah, suasana pun menjadi tegang," imbuhnya.
Hingga presentasi Prabowo berakhir, menurut Usamah, tidak ada lagi pembahasan pencalonan Prabowo Subianto. Ia menilai, pertemuan malam ini seolah menjadi legitimasi bahwa PA 212 secara resmi mencalonkan Prabowo.
ADVERTISEMENT
"Tak ada lagi musyawarah, apalagi voting. Saya juga tak bisa berbuat apa pun lagi. Kecuali terpekur, bagaimana bila suasana rapat kabinet seperti itu? Wallahu a’lam," ucapnya.
Usai pertemuan itu, ijtima ulama 1 pun digelar tanpa mengundang sejumlah tokoh yang dianggap masih ingin memperjuangkan Rizieq sebagai capres. Dalam ijtima itu, Prabowo muncul sebagai satu-satunya nama yang akan direkomendasikan.
"Karena itu saya sangat menyesalkan sikap kawan-kawan PA 212 yang menjadikan PA 212 sebagai Timses Prabowo Subianto. Itulah sebabnya saya mengundurkan diri. Mungkin juga para tokoh dan ulama besar yang tak lagi muncul di panggung Reuni 212 tahun 2018," pungkasnya.