Cerita Eks Pimpinan KPK soal Parpol Jual 1 Kursi DPRD ke Paslon Rp 500 Juta

21 November 2020 16:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang saat konferensi pers KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang saat konferensi pers KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahar politik masih menjadi momok dalam Pilkada. Bahkan tarif yang dipatok parpol ke kandidat kepala daerah mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
ADVERTISEMENT
Seperti yang diceritakan mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Ia mengaku diberi tahu salah satu kader parpol di daerah bahwa mereka mematok Rp 500 juta untuk 1 kursi DPRD kepada calon wali kota yang ingin berlaga di Pilkada 2020.
Diketahui untuk bisa maju di Pilkada, kandidat paslon harus mengantongi minimal 20 persen jumlah kursi di DPRD. Artinya, apabila total kursi di DPRD berjumlah 100, kandidat harus mendapat dukungan 20 kursi. Jika tiap kursi dihargai Rp 500 juta, kandidat paslon harus membayar Rp 10 miliar untuk 20 kursi.
"Kemarin kan di salah satu daerah yang saya ajak ngobrol salah satu parpol, untuk calon Wali Kota saja itu minimal satu kursi di DPRD dia (parpol) minta sekitar Rp 500 (juta)," kata Saut dalam diskusi bertema 'Pilkada 2020: Wakil Rakyat atau Wakil Donatur?' yang digelar Rawat Ingatan pada Sabtu (21/11).
Ilustrasi pilkada Foto: Embong Salampessy/Antara
Saut tak menyebut di daerah mana hal tersebut terjadi atau parpol mana yang dimaksud. Namun atas temuan itu, Saut menyatakan mahar politik masih terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Jadi Anda bisa dibayangkan itu, jadi kalau dibilang enggak pakai mahar itu kayaknya saya enggak ngerti, ya. Jadi dari beberapa orang yang saya ajak ngobrol yang nyalon tapi enggak jadi, itu sangat jauh dari yang sering dikampanyekan," sambungnya.
Permasalahan mengenai mahar politik ini, kata Saut, masih mejadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Ia meminta KPK bisa ikut serta menyelesaikan masalah ini dengan cara mendampingi dari awal pencalonan hingga pemilihan.
Ilustrasi mahar. Foto: Shutter Stock
"Jadi maksud saya gini, sama seperti pendampingan dana desa ya. Sama seperti penjagaan integritas parpol ini. Jadi dia (KPK) harus tuntas, mulai dari awal, sampai pemilu itu dihasilkan, Pilkada dihasilkan, jadi jangan di tengah atau di samping," kata Saut.
ADVERTISEMENT
Permasalahan mengenai politik uang ini bukan hanya pada tahap mahar politik. KPK pernah melakukan kajian berdasarkan survei di Pilkada 2018.
Dalam kajian itu, ada 82,3 persen pasangan calon memiliki donatur untuk membiayai Pilkada yang mahal. Donatur ini memberikan sponsor kebutuhan dana bagi paslon untuk berkontestasi.