Cerita Eks Santri: Gagal Masuk Al Azhar dan Coba Jalur Khusus Via Pondok IBBAS

26 Agustus 2020 11:41 WIB
clock
Diperbarui 5 September 2020 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Santri Pondok Pesantren Nurul Muhibbin  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Santri Pondok Pesantren Nurul Muhibbin Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pondok IBBAS (Ibnu Abbas) Kairo, Mesir, terlibat konflik dengan sejumlah wali santri dari Indonesia. Penyebabnya, diduga Pondok IBBAS Kairo memberangkatkan sejumlah santri dari Indonesia tidak menggunakan prosedur yang resmi.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, para santri di sana sempat terlibat masalah akibat visa yang mereka gunakan bukan visa pelajar. Setelah itu, sejumlah santri memutuskan keluar dari Pondok IBBAS.
Salah satu mantan santri Pondok IBBAS yang identitasnya minta untuk dirahasiakan bersedia memberikan sedikit gambaran mengenai suasana dan kegiatan mereka selama ini. Ia menuturkan, Pondok IBBAS itu ada di kawasan elite Kairo.
"Jadi (Pondok) di apartemen di kawasan elite," kata dia saat berbincang pada Selasa (25/8) malam.
Mantan Santri yang kini masih berada di Kairo itu menjelaskan, sebelum menyewa apartemen di kawasan elite, Pondok IBBAS Kairo berlokasi di daerah lain. Para santri Pondok IBBAS antara laki dan perempuan itu digabung dalam satu rumah di apartemen itu.
ADVERTISEMENT
"Kita kan itu gabung sama perempuan, jadi perempuan ada di lantai paling atas (apartemen) kan ada sampai lantai tujuh. Lantai enam sama tujuh diisi sama perempuan. Tapi sekarang banyak (santri) yang pindah jadi dipindah satu rumah. Kalau dulu itu dipisah perempuan di gedung lain laki-laki di gedung lain, (sekarang) kita satu gedung kita gabung," jelas dia.
Mengenai detail dari kamar para santri, dia mengatakan tiap kamar memiliki luas yang berbeda-beda. Namun, dalam satu kamar dapat diisi oleh empat sampai enam orang santri.
"Jadi tiap kamar beda-beda luasnya, kita sebenarnya maksimal empat orang (per kamar) tapi waktu itu gara-gara masih belum ada ranjang (kasur). Kalau luasnya tiap kamar beda-beda ada yang luasnya besar ada yang kecil," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan berapa jumlah santri di Pondok IBBAS Kairo, mantan santri itu mengaku tidak mengetahui secara jelas. Hanya saja, ia mengatakan bahwa fasilitas yang diberikan oleh Pondok IBBAS cukup lengkap dan menunjang termasuk makan.
"Jumlah (santri) kurang lebih 100-an jadi laki kalau enggak salah 60-an, perempuan 40-an, kurang lebih begitu. Pokoknya laki lebih banyak kalau enggak 50-an lebih perempuannya 40-an lebih. Jadi engga kehitung, enggak kepikiran buat hitung jumlah santri IBBAS," ucap dia.
"(Fasilitas) iya (lengkap), makannya kita dimasakin sama tukang masak. Kita pakai ranjang sama kasur tebal," tambahnya.
Berdasarkan keterangan dari salah seorang wali santri, makanan para santri di Pondok IBBAS Kairo bermasalah. Dalam sehari, anak-anak mereka mendapat jatah makan siang dan malam karena sarapan di pagi hari dibuat sendiri oleh santri. Akan tetapi, dalam penerapannya terkadang jam makan itu sering telat. Termasuk tidak jelasnya menu sarapan rutin dari para santri.
ADVERTISEMENT

Sistem Belajar Santri Pondok IBBAS Kairo

Selain menceritakan kondisi tempat tinggal mereka di apartemen Pondok IBBAS Kairo, mantan santri itu juga menjelaskan sistem belajar di sana. Ia menuturkan Pondok IBBAS menerapkan sistem belajar selama lima hari mulai dari hari Minggu hingga Kamis.
Sedangkan Jumat dan Sabtu merupakan hari libur. Selama libur, mereka diberikan kebebasan melakukan aktivitas, termasuk pengasuh mereka kembali memberikan ponsel agar santri bisa menghubungi orang tua.
"Sistem pembelajaran siang sama ustaz dari Ma'had orang Mesir, jadi lesnya per Mustawa. Kalau misalnya tiap Minggu, kita belajar dari Senin, Selasa, Rabu. Kamis itu jarang jadi Kamis diganti buat jadwal kayak olahraga futsalan gitu. Jadi ada kegiatan riyadhoh tiap Kamis, itu kita yang usulin buat olahraga tiap Kamis," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Tapi sekarang enggak ada lagi, jadi kita dari Minggu sampai Rabu les, terus jadwal belajar beda-beda jadi per Mustawa, tiap Mustawa cuma setengah jam kecuali anak Ma'had tergantung dia kan ada pelajaran negeri juga jadi yang pelajaran syari beda pokoknya tiap belajar setengah jam," tuturnya.
Mengenai sistem pembelajaran itu, dia sebenarnya tidak menyangka jika di Pondok IBBAS Kairo harus melalui pendidikan Ma'had (pesantren). Sebab dirinya merupakan lulusan dari salah satu ponpes di mana seharusnya dia bisa langsung melanjutkan pendidikan di bangku kuliah.
"Saya kan lulusan pondok, jadi otomatis saya harusnya kuliah jadi saya kira sistemnya di Mesir bisa langsung kuliah," ucap dia.
"Jadi paginya kita sekolah di masing-masing tempat yang di Ma'had dan lainnya. Siangnya setelah zuhur kita les, jadwalnya beda-beda kan kita ganti-ganti jadwalnya pernah sore juga lesnya. Pernah siang karena ada pandemi corona jadi belajar abis zuhur tiap pelajaran itu setengah jam," ucap dia.
ADVERTISEMENT

Santri Tahu Ada Jalur Resmi dari Kemenag Jika Ingin Kuliah di Mesir

Pondok IBBAS sendiri diduga memberikan jaminan para santrinya langsung diterima kuliah di Universitas Al Azhar. Hal itu yang kemudian menjadi daya tarik para wali santri mau memasukkan anaknya ke Pondok itu.
Namun sebelum berangkat ke Mesir, para santri harus mengikuti pembekalan atau karantina selama satu bulan di Pondok IBBAS Serang. Setelah selesai karantina, mereka langsung diterbangkan ke Kairo dengan biaya yang tentunya tidak murah.
Sejumlah wali santri yang sudah kumparan wawancara tahu, cara keberangkatan di Pondok IBBAS tidaklah resmi. Namun agar anaknya bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Al Azhar Mesir, para wali rela melakukan cara itu. Sebab hingga saat ini, kuliah di Al Azhar masih menjadi idaman banyak santri Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengenai itu, mantan santri Pondok IBBAS itu juga ternyata sudah tahu adanya jalur resmi dari Kementerian Agama. Bahkan sebelum masuk Pondok IBBAS, dia mengikuti tes di jalur Kemenag pada 2019 lalu.
"Saya waktu itu ikut jalur Kemenag enggak lulus, saya sudah bilang ke orang tua saya itu maunya tahun depan ikut Kemenag tapi orang tua usulin ada jalur dari IBBAS bisa jadi sampai sini bisa kuliah. Saya sudah bilang enggak mau," kata dia.
Meski begitu, ia tetap mengikuti usulan dari orang tuanya. Sebab ia yakin apa yang diusulkan orang tuanya adalah hal yang terbaik.
"Tapi orang tua maksa usul gini, saya ikut saja kata orang tua, saya tahu ada jalur (resmi) tapi saya enggak lulus," ucapnya.
ADVERTISEMENT

Memutuskan Keluar dari Pondok IBBAS dan Kini Masih Menetap di Kairo

Setelah serangkaian konflik dan masalah yang ada di Pondok IBBAS, dia bersama sejumlah santri memutuskan keluar dari sana. Ia mengaku proses keluar dari Pondok IBBAS cukup rumit.
Pasalnya, Pondok IBBAS Kairo mewajibkan para santri yang ingin keluar harus membuat sejumlah surat pernyataan dan disertai cap dan tanda tangan dari Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir.
PPMI Mesir sebelumnya sudah memberikan klarifikasi, cap dan tanda tangan itu bukanlah kewajiban. Mereka juga menolak terlibat dan dilibatkan dalam konflik antara wali santri dan Pondok IBBAS.
Ia sendiri akhirnya berhasil keluar dari Pondok IBBAS Kairo secara kekeluargaan. Meskipun dalam hal ini Pondok IBBAS mengecap mereka keluar tidak resmi sehingga sempat beredar adanya 12 santri kabur.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu susah izin keluar karena kita semua belum dapat cap dari PPMI jadi kita pernah buat surat. Jadi PPMI yang keluarin suratnya bahwasanya kita (IBBAS) sistem suratnya gini, pertama buat surat persetujuan wali santri jika anak boleh mau keluar dari IBBAS," kata dia.
"Surat persetujuan sudah kita dapat, terus saya ke PPMI mau minta cap tapi kita enggak dikasih karena (PPMI nilai) enggak perlu pakai cap dan tandatangan. Karena enggak ada cap jadi kita ditahan, karena sudah bayar igar sewa rumah kita milih keluar tapi dalam pandangan mereka kabur, jadi kita dicap kabur makanya kita pernah dikabarin 12 orang kabur sebenarnya tidak cuma disuruh milih keluar tidak apa tapi enggak boleh masuk lagi dan ada barang di IBBAS enggak bisa diambil," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu dia menambahkan saat ini dirinya masih berada di Mesir. Ia tinggal bersama dengan sejumlah santri yang juga keluar dari IBBAS. Ia juga memastikan masalah visanya yang sempat bermasalah kini sudah dia urus.
"Jadi kita di rumah ada enam orang (mantan santri IBBAS) sama satu pendamping, jadi dia jadi penanggung jawab kita. Alhamdulillah (visa sudah diurus)," tutup dia.
Tim kuasa hukum, Mahyuni Harahap, Pimpinan ponpes Ibnu Abbas Wijaksana Santosa (kanan). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Klarifikasi Pondok IBBAS

Wijaksana Santosa memberikan klarifikasi mengenai pemberangkatan santri tingkat SMP hingga SMA ke Mesir yang dinilai tidak resmi. Ia membantah hal itu karena proses pemberangkatan santri berasal rekomendasi dari KBRI bagian atase pendidikan ATDIK.
Bahwa semua yang dilakukan IBBAS adalah legal mulai dari berangkat dengan invitation letter dari Mesir dan mendapatkan rekomendasi untuk belajar di Mahad Dirosah Khoshoh Al Azhar dari KBRI bagian atase pendidikan dan semua terdaftar di Mahad AL Azhar dan memiliki kartu pelajar, tasdiq dan visa pelajar. Bila tidak legal, tentunya otoritas Mesir/Kairo akan mendeportasinya," ucap Wijaksana dalam konferensi pers di Kantor Pengacara Hanasti dan Rekan, Tangerang Selatan, Sabtu (5/9).
ADVERTISEMENT
Wijaksana juga memberikan penjelasan mengenai sistem pembelajaran para santri di rumah binaan Kairo. Ia mengatakan memang sejak awal para santri tidak bisa langsung masuk kuliah di Universitas Al Azhar.
"Sejak awal IBBAS menyatakan ke Mesir untuk masuk Mahad bukan Universitas, kalau mau kuliah, maka harus menyelesaikan jenjang Mahad SMP dan SMA 3 tahun. Bisa lebih cepat dari waktu normal jika bisa lulus akselerasi/musabaqih yag diadakan setiap tahun," ucap Wijaksana.
Wijaksana Santosa, Pimpinan pondok pesantren Ibnu Abbas, Serang, Banten, memberikan keterangan pers mengenai pemberitaan media online maupun para pelajar yang berada di rumah binaan Mesir, Cairo (Rubinsir). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Wijaksana menambahkan, selama ini IBBAS tidak pernah melarang santri jika ingin keluar dari sana. Namun ia mengingatkan sudah ada surat perjanjian yang sebelumnya mereka buat dengan para wali santri.
"Perlu kami luruskan dan klarifikasi bahwa tidak betah karena aturan IBBAS tidak memperbolehkan santri keluar malam, tidak boleh pacaran, tidak boleh nongkrong di kafe, tidak boleh ke warnet, tidak boleh pegang HP selama 24 jam, subuh harus bangun untuk salat tahajud dan berjemaah dan tahfiz dengan syekh," kata Wijaksana.
ADVERTISEMENT
"IBBAS tidak pernah memberikan kesulitan untuk berkoordinasi dengan KBRI karena tidak betah maka ingin keluar dari IBBAS. Padahal semua peraturan itu sudah dipahami dan ditandatangani sebelum berangkat ke Mesir," tegas dia.
Sementara mengenai visa para santri saat ini, Wijaksana memastikan visa sudah diurus karena kantor pengurusan visa di Mesir sudah buka. Tetapi ia tak menampik ada santri yang masih belum mengurus visa.
"Untuk saat ini semua pelajar sudah bisa mengurus visa karena kantor-kantor buka karena kebijakan new normal. Sebenarnya dalam kondisi normal semua santri bisa ngurus visa tinggal masalahnya ada santri yang cenderung malas dan ada yang rajin untuk fokus masalah ini," tutur dia.