Cerita Eks WNI Suryo & Sudaryanto ke Jokowi: Tak Bisa ke RI karena Peristiwa 65

27 Juni 2023 14:27 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi di kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Pemerintah turut mengundang orang Indonesia yang kewarganegaraannya dicabut karena kasus HAM 1965-1966 di acara Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh.
ADVERTISEMENT
Peristiwa 1965-1966 adalah pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah kegagalan kudeta Gerakan 30 September (G30S/PKI).
Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi mengenalkan langsung 2 mantan pelajar Indonesia yang kewarganegaraannya dicabut dan tak bisa kembali ke Tanah Air. Mereka bernama Suryo Martono dan Sudaryanto Priyono.
"Pada siang hari ini juga hadir dua orang dari Rusia dan juga dari Ceko, yaitu Bapak Suryo Martono dari Ceko dan juga Bapak Sudaryanto Priyono dari Rusia," kata Jokowi mengajak keduanya naik ke atas panggung di Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6).
Pada kesempatan itu, Suryo mengungkapkan mendapat beasiswa dari Kemendikbud -- saat itu bernama Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan -- untuk kuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi di Ceko. Saat itu, Suryo berusia 22 tahun.
ADVERTISEMENT
"Pada waktu September 30 [tahun] 1965 terjadi sesuatu peristiwa di Indonesia yang menyangkut adanya kudeta di Indonesia. Dan apa yang kita terima adalah bahwa itu kudeta didalangi oleh Bung Karno dan buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal, sebab Bung Karno saat itu sudah jadi Presiden dan dengan kedudukan yang kuat," kata Suryo membuka cerita.
Presiden Jokowi di kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Saat menempuh studi, ada salah satu persyaratan dari pemerintah yaitu setelah lulus harus bekerja untuk negara setidaknya selama 3 tahun. Namun karena peristiwa di 1965, Suryo tidak bisa kembali ke Indonesia.
"Tidak bisa kembali atau takut kembali?" tanya Jokowi.
"Tidak bisa kembali karena saya dicabut paspor. Saya dan 16 teman-teman di Ceko. Dicabut karena kita tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru," ujar Suryo.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama dialami Sudaryanto. Saat itu, Sudaryanto menjadi mahasiswa di Institut Koperasi Moskow karena mendapat peristiwa dari pemerintah Uni Soviet. Keberangkatannya ke Rusia atas bantuan Departemen Koperasi dan Transmigrasi Indonesia.
"Terus setelah terjadi peristiwa 65, karena saya juga tidak memenuhi syarat screening karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya dapat surat pemberitahuan bahwa paspor saya dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," ungkap Sudaryanto.
"Kemudian Bapak sampai sekarang tinggal di Rusia?" tanya Jokowi.
"Iya. Sesudah itu saya dapat jaminan dari pemerintah Uni Soviet untuk tetap belajar dan menyelesaikan pelajaran di sana, dan dikasih pekerjaan sampai sekarang," ujar Sudaryanto.
ADVERTISEMENT
Bekerja di Eropa Sebagai Dosen hingga Nikah dengan WNA
Di Rusia, Sudaryanto menjadi dosen hingga dekan di Univesitas Koperasi Rusia. Dalam kapasitasnya sebagai dekan, ia beberapa kali mengunjungi Indonesia.
"Jadi hubungan dengan Indonesia setelah tahun 2000 kembali normal, kemudian pemerintah Indonesia memberi kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan," tuturnya.
Jokowi kemudian bertanya apakah keduanya ingin kembali menjadi warga negara Indonesia. Sudaryanto mengungkapkan memiliki rencana untuk kembali jadi WNI.
"Sudah direncanakan, Pak. Soalnya saya bukan sendirian, juga sudah punya tiga cucu. Ada tiga cucu," ungkap Sudaryanto.
"Istri dari Rusia? Wah, bawa ke Indonesia, kan, belum tentu mau, kan, ya," kata Jokowi.
"Belum tentu, tapi kalau diyakinkan saya kira bisa," lanjut Sudaryanto.
ADVERTISEMENT
Sementara Suryo mengaku belum punya rencana untuk kembali jadi WNI. Menurutnya, program pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat merupakan kejutan.
"Saya tidak mengira bahwa bisa terjadi langkah-langkah [seperti ini] di dalam saya masih hidup. Terus terang saja ini adalah suatu saat yang bersejarah bukan saja buat saya. Saya, sih, sudah bukan apa-apa lagi. Terutama buat generasi muda maju ke depan," kata Suryo.
"Jika ingin kembali jadi WNI, saya gembira dan kita semua saya kira gembira. Untuk menunjukkan bahwa memang negara ini melindungi warganya," pungkasnya.