Cerita Erma Tetap Temani Ibunya saat Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi Menyapu

15 Mei 2024 21:47 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erma, warga Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, korban banjir lahar dingin. Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Erma, warga Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, korban banjir lahar dingin. Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Warga Nagari Bukik Batabuah, Erma, punya pengalaman yang tak akan bisa dilupakan selama hidupnya bersama ibunya. Dia menyaksikan langsung detik-detik banjir lahar dingin Gunung Marapi menerjang kampungnya.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Sabtu (11/5) sore, hujan lebat mengguyur kampung mereka seiring langit yang mulai gelap. Erma melihat ibunya yang sedang sakit stroke tak bisa bergerak. Ia berharap saat itu semua bisa dilalui dengan baik.
Erma pun memilih menutup pintu rumahnya dan merebahkan badannya di tempat tidur. Tiba-tiba, ada warga yang juga teman Erma memanggil dan memperingatkan bahwa akan ada banjir.
"Setengah malam hujan deras enggak berhenti-henti, terus gak ada rasanya (air) mau naik, kami tidur. Terus ada teman memanggil soalnya air mau besar katanya," kata Erma saat ditemui di posko pengungsian di Kabupaten Agam, Rabu (15/5).
Saat itu Erma hanya bisa pasrah. Dia tak mampu mengevakuasi ibunya melewati banjir yang sudah sampai di halaman rumah mereka. Banjir itu membawa pepohonan dan bebatuan.
ADVERTISEMENT
"Gak bisa dibayangkan batu itu pacu-pacu dia turun ke sini. Terus kalau air itu kan sungai 1 tapi dia belah, yang satu ke sana belah air, yang satu ke sini batu-batu besar dicampur dengan pohon-pohon kayu yang besar," ungkap Erma.
Kondisi usai banjir lahar dingin Gunung Marapi di Nagari Bukik Batabuah, Agam, Sumatera Barat, Senin (13/5/2024). Foto: kumparan
Meski begitu, Erma berjanji di dalam hatinya tak akan sedetik pun meninggalkan ibunya itu. Yang ada di benak Erma adalah berharap suaminya yang sejak sore pamit ke warung secepatnya bisa pulang.
"Iya, sedang waktu berdua di rumah rasa-rasa saya enggak akan selamat. Soalnya rumah udah oleng-oleng, orang mau selamatkan badannya saya cuma kayak gini di jendela (topang dagu) nengok-nengok orang lari," tutur Erma.
"Soalnya siapa yang mau nolongin orang tua saya. Ya saya udah pasrah aja, kalau mau meninggal, meninggal aja sama Amak," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Berselang 5 menit kemudian, suami Erma pulang. Ibunya pun langsung dievakuasi ke rumah tetangganya yang lebih aman.
Erma menganggap, nyawa orang tuanya tak sebanding dengan nyawanya. Menurutnya, sudah takdirnya untuk menjaga orang tua.
"Mungkin saya dititipkan mengurus orang tua bagaimana dia mengurus saya waktu kecil. Sekarang saya mau mengurus sampai dia meninggal. Kendati demikian, peristiwa tersebut juga membuat Erma kapok. Ia ingin pindah rumah jika ada bantuan dari pemerintah daerah setempat," imbuh Erma.
"Kalau tinggal di situ kemungkinan enggak. Ini merinding," tandasnya.