Cerita Fansuri Ikhsan, Tenaga Kesehatan di Bandung Pernah Kritis karena Corona

16 November 2020 10:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fansuri Ikhsan, seorang tenaga kesehatan di Bandung yang pernah positif corona. Foto: Dok. Fansuri Ikshan
zoom-in-whitePerbesar
Fansuri Ikhsan, seorang tenaga kesehatan di Bandung yang pernah positif corona. Foto: Dok. Fansuri Ikshan
ADVERTISEMENT
Fansuri Ikhsan masih belum bisa berjalan dan berbicara dengan normal setelah positif corona. Dia yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kedokteran Unpad bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif di RS Hasan Sadikin Bandung tersebut jadi pasien corona bergejala yang menjalani perawatan selama satu bulan di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Meski terlihat masih kesulitan berbicara, Fansuri berbagi kisahnya sebagai penyintas corona. Dengan suara rendah, dia mengaku mengalami demam, nyeri pada bagian tenggorokan, dan batuk. Ketika itu, dia tak menghiraukan kondisi dan tetap beraktivitas sebagaimana biasanya.
Lalu, demam dan batuk itu hilang. Pemeriksaan darah menunjukkan hasil memuaskan. Namun demikian, tak berselang lama, Fansuri tiba-tiba mengalami gangguan di bagian saluran pencernaan dan tak merasa berselera menyantap makanan. Ternyata, tak adanya selera makan menjadi salah satu gejala dari corona.
"Saya perasaannya sudah enggak enak, makan enggak enak. Makan apapun pada saat itu rasa enggak ada sama sekali, jadi itu salah satu gejala juga. Makan enggak enak," kata dia ketika ditemui di Kota Bandung, Senin (16/11).
Fansuri Ikhsan, tenaga medis di Bandung. Foto: Dok. Fansuri Ikshan
Fansuri baru mencurigai terpapar corona saat diperiksa menggunakan alat saturasi oksigen untuk mengetahui kadar oksigen dalam tubuh. Saat itu, hasil pemeriksaan menunjukkan kadar oksigennya ada di angka 87 persen. Sedangkan, normalnya, kadar oksigen berada di atas 95 persen.
ADVERTISEMENT
Kadar oksigennya kemudian menurun drastis. Fansuri lalu mendatangi langsung ruangan IGD dan dialihkan ke ruang isolasi untuk dipastikan terinfeksi corona ataukah tidak. Dia dialihkan karena sempat mengalami demam dan batuk sebelum kadar oksigennya menurun. Singkat cerita, tanggal 19 September dia dipastikan terinfeksi virus setelah menjalani tes swab.
"Waktu itu ditentukan lah dengan swab. Hasil swab datang itu hasilnya positif. Setelah itu saya dipindahkan ke ruang isolasi dirawat karena bergejala," ucap dia.
Fansuri Ikhsan (kanan), bersama rekan tenaga medis di Bandung. Foto: Dok. Fansuri Ikshan
Fansuri tak mengetahui secara pasti asal muasal virus corona yang menularinya. Saat menjalani isolasi diri di ruang rawat inap isolasi, masa-masa sulit dialaminya. Kadar oksigennya kembali menurun. Dia lalu diminta menggunakan alat bantu oksigen dengan aliran udara tinggi.
Alat tersebut hanya digunakan selama tiga hari sebab kondisinya makin buruk yang ditandai dengan sesak napas makin berat dan bertambahnya bercak infeksi di bagian paru-paru. Mencegah kondisi makin memburuk, Fansuri lantas beralih menggunakan alat inkubasi dengan selang yang dimasukkan ke bagian lehernya.
ADVERTISEMENT
"Biar tidak ada komplikasi, saya dipasang alat selang napasnya lewat leher, jadi waktu itu leher dibolongi. Itu namanya trakeostomi. Jadi selangnya ke leher. Saya enggak bisa ngomong. Saya waktu itu berkomunikasi dengan tulisan dan kertas. Tiap hari," kata dia.
Fansuri kehilangan kesadaran. Sesak napasnya makin memburuk. Ketika itu, dia memasuki fase kritis selama sembilan hari dan menyerahkan hidup sepenuhnya pada Tuhan. Dalam keadaan tak sadar, alat bantu napas tetap dimasukkan melalui lehernya. Selain itu, dia pun diberi pelemas otot sehingga tak bisa bergerak sama sekali.
"Saya waktu itu kondisi perburukan kritis di mana fase kritis itu saya enggak tau. Saya baru diceritakan setelah saya bangun oleh istri dan teman-teman saya dan guru saya yang merawat. Waktu itu saya sudah berpikir kalau ditidurkan tuh mudah-mudahan saya masih diberi kesempatan untuk dibangunkan lagi," kata dia.
Fansuri Ikhsan, seorang tenaga kesehatan di Bandung yang pernah positif corona. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Fansuri mengatakan, penyakit penyerta yakni obesitas dan hipertensi diduga mengakibatkan dia menjadi pasien bergejala corona bahkan hingga mengalami fase kritis. Pada hari ke-14 usai dinyatakan terinfeksi virus, kondisinya mulai membaik. Dia kemudian dipindahkan ke ruangan ICU bagi pasien non-COVID-129. Hasil swab pun menunjukkan sudah negatif corona.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, setelah dinyatakan sembuh, Fansuri terkena stroke yang mengakibatkan bagian kiri tubuhnya terasa lemah dan sulit bicara. Dengan begitu, dia masih harus menjalani perawatan di ruangan ICU selama dua pekan. Dia terus berlatih untuk memulihkan kembali tubuhnya dengan menggunakan alat bantu. Dia diizinkan pulang pada tanggal 21 Oktober.
"Saya ada gejala ternyata lemah badan sebelah kiri dengan bicara enggak jelas. Ternyata waktu itu ada stroke komplikasi dari COVID-19," tutur dia.
Fansuri memutuskan menjalani fisioterapi di rumah dibantu dorongan semangat dari orang terdekat. Dengan kondisi tubuh yang masih lemah, dia khawatir kembali terpapar corona.
Berdasar pengalamannya, Fansuri mengingatkan masyarakat agar senantiasa disiplin dalam menerapkan protokol dengan cara mencuci tangan, mengenakan masker dan menjaga jarak. Dia telah jadi saksi betapa sulit perjuangan melawan virus corona bahkan nyaris meregang nyawa.
ADVERTISEMENT
"Ini pelajaran juga buat saya dan keluarga saya dan semua untuk lebih aware lagi untuk itu karena saya sendiri yang merasakan dirawat seperti itu tuh udah hampir setengah badan saya tuh di alam yang berbeda. Alhamdulillah masih dikasih kesempatan hidup," ujar dia.