Cerita Istri Eks Sekretaris MA soal Robek Dokumen Sebelum KPK Datang

28 Januari 2019 18:00 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tin Zuraida menjadi saksi dalam sidang Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tin Zuraida menjadi saksi dalam sidang Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK masih terus mengejar soal robekan dokumen yang ditemukan di rumah mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, saat penyidik menggeledah rumahnya di Jakarta Selatan, Kamis, 21 April 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Penuntut umum KPK menanyakan mengenai robekan itu kepada Tin Zuraida, istri Nurhadi. Tin mengaku dokumen itu dirobek oleh suaminya sehari sebelum penggeledahan dilakukan. Menurut informasi yang didapat Tin dari Nurhadi, dokumen yang dirobek adalah salinan putusan Bank Danamon yang sudah difotokopi.
"Saya tanya, lho, ini apa? Pak Nur (Nurhadi) bilang itu 'yang saya robek soal Bank Danamon'. Saya temukan robekannya kecil-kecil di tong sampah," kata Tin saat bersaksi untuk mantan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/1). Eddy merupakan terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap eks panitera PN Jakpus, Edy Nasution, terkait putusan perkara niaga salah satu anak perusahaannya.
Robekan dokumen itu ditemukan saat penyidik datang ke rumahnya sekitar pukul 00.00 WIB. Tin terbangun dari tidurnya lantaran ada teriakan meminta pintu rumahnya dibuka. Tin lalu membangunkan Nurhadi.
ADVERTISEMENT
Nurhadi, kata Tin, lalu izin pergi ke toilet yang berada di kamarnya terlebih dahulu sebelum membuka pintu. Nurhadi sempat melarangnya membuka pintu karena mengira tamu malam itu adalah perampok.
Usai Nurhadi keluar dari toilet, Tin bergantian masuk ke dalam toilet. Saat itulah, Tin menemukan robekan dokumen di tempat sampah.
Eddy Sindoro dalam sidangnya di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eddy Sindoro dalam sidangnya di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
"Saya buang tisu saya, lihat ada robekan, saya tanyakan ke Pak Nur. Dia bilang dokumen soal Bank Danamon. Waktu itu saya ambil dua genggam, langsung masukkan ke baju tidur," ujar Tin.
Tin mengaku memasukkan robekan dokumen ke dalam saku bajunya karena ingin membuangnya ke tempat sampah di luar kamar. Tin mengklaim kamarnya ingin bersih dari sampah.
Namun, saat akan dibuang, penyidik memergoki dan meminta Tin menyerahkan dokumen tersebut. Tin memastikan langsung memberikan robekan dokumen itu dan membantah persepsi bahwa ia sempat menolak memberikannya ke penyidik.
ADVERTISEMENT
"Laki-lakinya banyak (penyidik KPK) dan ceweknya dua orang. Saya dimasukkin ke kamar lain itu untuk digeledah (bajunya). Jadi bukan susah untuk memberikan kertas itu," pungkasnya.
Penggeledahan di rumah Nurhadi dilakukan karena KPK menduga ada keterlibatan Nurhadi dalam kasus Eddy Sindoro. Bahkan KPK sebelumnya juga menyematkan status cegah untuk Nurhadi. Namun, untuk saat ini, status Nurhadi masih sebagai saksi.
Eks sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjerat tersangka Eddy Sindoro, Selasa (6/11). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eks sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjerat tersangka Eddy Sindoro, Selasa (6/11). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dalam kasus ini, Eddy Sindoro didakwa menyuap Edy Nasution sekitar Rp 877 juta. Tak hanya agar PN Jakpus menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) --anak perusahaan Lippo Group--, suap itu juga diduga agar Edy menunda proses aanmaning perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco).
ADVERTISEMENT
Eddy Sindoro didakwa menyuap bersama Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugrohon, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno. Doddy dan Edy Nasution telah menjadi terpidana dalam kasus ini.
Sedangkan nama Nurhadi ikut masuk dalam dakwaan Eddy Sindoro. Nurhadi disebut menghubungi Edy Nasution agar berkas PK PT AAL yang diurus Eddy Sindoro segera dilimpahkan ke MA. Padahal ,batas pengajuan PK sudah lewat.