Cerita Juru Kunci soal Status Waspada Gunung Merapi

22 Mei 2018 20:27 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru Kunci Merapi Mbah Asih  (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Juru Kunci Merapi Mbah Asih (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia. Gunung dengan ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut tentu tidak lepas dengan sosok Mbah Maridjan. Mbah Maridjan dikenal dengan keberanian dan kesetiaanya menjalani tugasnya sebagai juru kunci Gunung Merapi hingga akhir hayat.
ADVERTISEMENT
Kini, hampir delapan tahun Mbah Maridjan wafat. Mbah Maridjan wafat pada 26 Oktober 2010, saat erupsi Gunung Merapi. Saat itu Gunung Merapi sedang aktif-aktifnya mengeluarkan lahar. Mbah Maridjan pun ditemukan tewas di rumahnya di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Mbah Maridjan tercatat menjadi juru kunci Merapi sejak 1982 meneruskan jejak ayahnya.
Usai Mbah Marijdan meninggal dunia, pada 2011 Mas Kliwon Suraksohargo Asihono atau Mbah Asih diangkat menjadi juru kunci Merapi oleh Keraton Yogyakarta. Mbah Asih merupakan putra ketiga Mbah Maridjan. Kini Gunung Merapi pun kembali 'batuk'. Pada pukul 01.47 WIB, Selasa (22/5) Gunung Merapi mengalami letusan freatik.
Setelah letusan freatik tersebut, kumparan bertemu dengan juru kunci Gunung Merapi, Mbah Asih. Secara kebetulan Mbah Asih sedang berada di posko utama BPBD di Pakem, Sleman, DIY. Mbah Asih turut melakukan pemantauan Gunung Merapi bergabung dengan rekan-rekan relawan.
ADVERTISEMENT
Senyum ramah Mbah Asih merekah tatkala kumparan menyapa. Mbah Asih pun tampak sudah paham dengan peningkatan status Merapi ke level waspada. Ia menyebut bahwa apa yang terjadi dengan Merapi merupakan fenomena alam.
Suaasana Gunung Merapi Pagi Ini (Foto:  Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suaasana Gunung Merapi Pagi Ini (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
"Namanya alam ya perubahan alam, saya kira fenomena alam. Kalau biasanya (karakter Merapi) sudah sering gitu (erupsi), biasa kecil-kecil. Ada letupan-letupan istilahnya erupsi saya kira enggak apa-apa, artinya tidak sangat berbahaya," jelas Mbah Asih kepada kumparan di posko utama BPBD di Pakem, Sleman, DIY, Selasa (22/5).
Mbah Asih yang kini menetap di hunian tetap (huntap) Karangkendal, Cangkringan, Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta menjelaskan wilayah tempat tinggalnya pada Senin (21/5) malam juga sempat diguyur hujan abu. Meski begitu, warga memilih tetap bertahan di rumah masing-masing. Menurutnya, masyarakat sudah banyak yang mengenal karakter Merapi.
ADVERTISEMENT
"Di Huntap (tempat Mbah Asih tinggal) warga tidak mengungsi," jelasnya.
Mbah Asih menerangkan, bahwa jika letusan Merapi naik ke atas maka letusan tersebut tidak berbahaya.
"Warga masyarakat sudah tanggap dan tahu kalau letusannya naik itu tidak berbahaya, warga itu sudah tahu. Kalau mereka (warga) itu lari, mereka lari sedikit meninggalkan rumah karena takut suaranya saja," bebernya.
Terkait kondisi terkini Merapi, Mbah Asih berujar dengan kalimat menenangkan bahwa masyarakat harus waspada. Waspada yang dimaksud Mbah Asih adalah waspada dalam istilah Jawa, yang berarti hati-hati.
Aktifitas dekat Gunung Merapi (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Aktifitas dekat Gunung Merapi (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
"Warga masyarakat (diimbau) untuk bersiap-siap kalau ada sesuatu. Merapi siap dan waspada itu artinya hati-hati. Waspada wong ndeso dengan level (status Merapi) itu berbeda. Istilah Waspada warga itu jangan sampai lengah jangan sampai meninggalkan atau melupakan (Merapi), sekali-kali lihat," imbaunya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada Jumat pagi 11 Mei lalu Gunung Merapi juga mengalami letusan freatik dengan durasi lima menit. Hari itu menjelang bulan Ramadhan dan tengah ada tradisi ruwahan, Mbah Asih sedang bersiap berziarah ke makam Mbah Maridjan. Namun, acara tersebut sempat tertunda akibat letusan Merapi dan baru dilanjutkan siang harinya.
Kaliadem radius 5km dari Puncak Merapi (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kaliadem radius 5km dari Puncak Merapi (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
"Saat kejadian saya baru nyekar (ziarah) ruwahan, ketika terjadi ya saya pergi dari situ tapi tidak jauh, kalau warga (lain) sudah berhamburan lari-lari semua. Saya terakhir yang di sini sebisa mungkin memohon kepada Tuhan meminta keselamatan," ujarnya.
Berbeda dengan serangkaian erupsi pada 21 Mei, sejumlah tanda-tanda sudah tampak pada erupsi tanggal 11 Mei. Tanda-tanda tersebut sudah tampak sejak 7 Mei seperti meningkatnya suhu udara di kaki Gunung Merapi dibanding hari biasanya dan asap yang agak keruh.
ADVERTISEMENT