Cerita Karyawan Terapkan Work Life Balance: Bikin Kita Tetap Waras

5 Maret 2023 14:43 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi laptop peserta ujian. Foto: DimaBerlin/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laptop peserta ujian. Foto: DimaBerlin/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Work life balance atau keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan kini jadi buah bibir. Faktor keseimbangan dianggap sangat penting dalam menopang produktivitas dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Caranya beragam memang. Enggak melulu soal gaji, penghasilan, atau waktu yang ketat.
Hasil survei yang dilakukan oleh JobStreet oleh SEEK dan JobsDB, The Boston Consulting Group, dan The Network mengungkapkan 43 persen responden di Indonesia menjadikan work life balance menjadi prioritas utama dalam memilih pekerjaan.
Secara sederhana work life balance berarti sesuatu yang dilakukan seseorang dalam membagi waktunya, baik di tempat kerja maupun kegiatan lain di luar pekerjaan.
Bunga (bukan nama sebenarnya) salah satu karyawati di perusahaan swasta membagikan pengalamannya menerapkan work life balance kepada kumparan.
Cara Bunga untuk menerapkan work life balance dengan membangun batasan waktu antara pekerjaan dengan waktu di luar pekerjaan.
"Mungkin beda-beda sih setiap orang tapi kalau aku sendiri biasanya terutama aku ngasih batasan nih antara kerjaan dan waktunya tidak bekerja," ujar Bunga kepada kumparan, Jumat (3/3) sore.
ADVERTISEMENT
Dengan menerapkan batasan ini Bunga tidak akan 'menyentuh' pekerjaannya di luar jam kerja. Hanya hingga pukul 16.00 WIB, tepat ketika jam kerjanya berakhir Bunga melakukan pekerjaannya.
"Perbatasannya dia bisa jadi dalam bentuk waktu misalnya aku pokoknya jam kerjaku itu jam 08.00 sampai jam 16.00. Nah udah habis jam 4 sore pokoknya aku nggak mau pegang kerjaan lagi. Nah di situ aku menerapkan bounderis atau batasan itu," jelas Bunga.
Ilustrasi pekerja PT Jasa Marga. Foto: Jasa Marga
Usai bekerja tidak banyak kegiatan yang Bunga lakukan. Ia mengaku setelah jam kerja lebih sering menonton serial Netflix di rumah atau menghabiskan waktu dengan teman-temannya.
Bunga menekankan, meski pembagian waktu kerja dengan kehidupan pribadinya demikian ketat, dia tidak pernah menyesal melakukan work life balance ini. Ia bahkan menyebut work life balance harusnya dilakukan setiap hari bukan setiap pekan.
ADVERTISEMENT
"Biasanya sehari-hari, jadi dalam sehari itu pun ada keseimbangan. Jadi balance-nya itu bukannya Senin sampai Jumat kerja, Sabtu Minggu healing, tapi kalau bisa memang bisa setiap hari itu ada balance-nya juga gitu sebenarnya," ujar Bunga.
Tak perlu muluk-muluk, menurut Bunga, punya jam tidur yang ideal 7-8 jam sehari adalah cara yang baik untuk menerapkan work life balance.
"Kita memenuhi kebutuhan dasar kita aja misalnya kayak tidur yang cukup, makan di waktunya makan, terus juga aktivitas fisik gitu ya olahraga hal-hal basic-lah yang sebenarnya nggak harus me time. Nggak harus ke bioskop ke mall gitu supaya balance," jelasnya.

Manfaat Menerapkan Work Life Balance

Ilustrasi perempuan bekerja seharian di kantor Foto: Shutterstock
Bunga menjelaskan work life balance amat penting untuk diterapkan. Salah satu alasannya untuk membuatnya tetap waras menjalani kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
"Kalau menurut aku sebagai manusia penting sih, kenapa penting gitu ya karena ini bikin kita tetap waras ya, yang paling utama gitu," ujarnya.
Ia menekankan memang punya memperoleh gaji dan uang penting sebagai pekerja, tapi banyak hal-hal lain yang juga perlu untuk diperhatikan.
Dengan menjaga kewarasan, menurut Bunga, dampak work life balance akan berpengaruh ke banyak hal. Termasuk lebih semangat saat akan kembali bekerja.
"Penting banget untuk menjaga kewarasan ini pengaruhnya apa pengaruhnya ya aku jadi setiap awal hari aku bisa lebih semangat untuk kerja karena aku ngerasa aku kerja di waktunya kerja, istirahat di waktunya istirahat, main di waktunya main, gitu sih," ujarnya.
"Jadi efeknya ketika aku bekerja aku jadinya excited karena udah lama nih enggak kerja, kayak kemarin kan udah istirahatlah terus sekarang waktunya kerja gitu sih," tambah Bunga.
ADVERTISEMENT
Bila ada pekerjaan yang memaksanya untuk lembur, Bunga mengaku akan tetap membangun batasan antara hidupnya sebagai pribadi dengan seorang bekerja. Ia tidak pernah bekerja lebih dari jam 10 malam sebab di jam tersebut ia harus tidur.
"Pernah waktu aku lagi kerjaannya numpuk, jadi emang ada saatnya ketika aku harus lembur tapi di saat aku lembur pun itu biasanya aku batasin mentok-mentok mentok mentoknya aku begadang itu sampai jam 10 malam," ujarnya.
"Jadi overwork pun aku, ee over-overwork-nya, prinsipku jangan sampai waktu tidurku terganggu. Itu sih. Kecuali itu memang mempengaruhi keamanan dunia gitu ya baru deh. Tapi selama aku bisa memenuhi jam tidurku menurutku itu yang paling utama itu sih," tegasnya.
ADVERTISEMENT

Era Digital Bikin Batasan Samar

Ilustrasi menggunakan HP untuk digital banking Foto: Shutterstock
Perkembangan zaman tidak bisa terhindarkan, termasuk dalam hal keseimbangan dalam bekerja dan kehidupan sehari-hari. Isu work life balance memang bukan sekarang-sekarang ini saja muncul.
Sosiolog UI, Devie Rachmawati, mengatakan, work life balance bahkan sudah ada sejak revolusi industri. Tentu bentuk tuntutan atau cara menyeimbangkan hidup dan pekerjaan juga terus berkembang.
Saat ini, era digital justru mengubah banyak hal soal pandangan work life balance. Banyaknya kemudahan di era digital membuat jam kerja menjadi sangat fleksibel.
Setiap pekerja bisa mengakses pekerjaan bahkan 24 jam sehari. Sebut saja soal masuknya email pekerjaan setiap saat.
"Muncul gerakan fleksibilitas waktu tapi pada praktiknya ketika waktu sudah fleksibel sering kali ketika seseorang tidak harus bekerja, mereka tetap mengakses dan diakses oleh pekerjaan itu sendiri," jelas Devie.
ADVERTISEMENT
"Oleh karenanya memang tren yang sekarang terjadi sekarang, setiap pekerjaan mau dia 8 jam, atau fleksibel atau tidak, dia memiliki tujuan dan visi yang kuat tentang pekerjaannya," tambah dia.
Ilustrasi perempuan hadapi kesibukan kerja yang padat. Foto: Shutterstock
Devie menilai, dengan kondisi yang serba mudah, visi pekerjaan menjadi sangat penting. Bila tidak, karyawan akan berhadapan dengan stres. Dia menyebut, ketergantungan orang dengan produk digital sangat berbahaya saat ini.
"Secara fisik orang digital kurang tidur, secara fisiologis tubuh cepat lelah, menjadi kurang konsentrasi, lebih sensitif, sehingga konsen kepada pekerjaan melemah," tutur dia.
"Dan konten-konten yang tidak positif membuat konsentrasi terbatas karena kita fokus kepada motivasi-motivasi emosional untuk mengikuti kehidupan orang lain seperti tren FOMO," ucap dia.