Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Ketakutan Imigran Gelap di AS Akibat Rencana Deportasi Massal Trump
20 November 2024 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Donald Trump , Presiden terpilih Amerika Serikat, kembali menghidupkan ketegangan bagi para imigran gelap usai rencananya mengumumkan keadaan darurat nasional guna melaksanakan deportasi massal.
ADVERTISEMENT
Melalui unggahan di platform pribadinya, Truth Social, Trump menyebut bahwa dirinya “siap” menjalankan janji kampanye untuk melakukan “operasi deportasi terbesar” dalam sejarah AS.
Pernyataan tersebut memicu kecemasan mendalam di komunitas imigran, termasuk di antara mereka yang telah bertahun-tahun tinggal dan berkontribusi di negara itu.
Takut Kehilangan Segalanya
Mahasiswa pascasarjana teknik biomedis berusia 22 tahun di Phoenix, Arizona, Angel Palazuelos, mengaku sulit tidur sejak Trump terpilih.
Lahir di Meksiko dan dibawa ke AS pada usia empat tahun, Palazuelos adalah salah satu dari “Dreamers” – sebutan untuk imigran yang datang ke AS saat anak-anak tanpa dokumen resmi.
“Saya takut dideportasi, kehilangan semua yang sudah saya perjuangkan, dan yang paling penting, terpisah dari keluarga saya,” ujar Palazuelos, seperti diberitakan AFP pada Jumat (8/11).
ADVERTISEMENT
Ia juga mempertanyakan retorika Trump yang kerap menyebut imigran ilegal sebagai ancaman.
“Apa yang dimaksud dengan deportasi massal? Apakah itu termasuk kami, para Dreamers, yang datang ke sini sejak kecil dan tidak pernah memiliki suara dalam keputusan ini?”
Ketakutan Palazuelos kian parah usai negara bagian Arizona mengesahkan undang-undang yang memungkinkan polisi menangkap imigran ilegal lantaran memperluas kewenangan yang sebelumnya hanya dimiliki otoritas federal.
“Apakah hanya karena warna kulit saya atau karena saya tidak fasih berbicara bahasa Inggris, saya bisa dicurigai?” tanyanya.
Takut dan Menyakitkan
Ketakutan serupa dirasakan pekerja organisasi komunitas Aliento di Arizona bernama Jose Patino (35 tahun). Ia adalah penerima manfaat Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA), kebijakan era Barack Obama yang memberikan perlindungan sementara bagi imigran tanpa dokumen.
ADVERTISEMENT
Namun, program ini terancam dibongkar oleh Trump. Dirinya berjanji akan mengakhiri DACA jika menjabat kembali.
“Saya tidak ingin kembali ke masa ketika saya bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan dasar atau SIM,” kata Patino, mengingat perjuangannya di usia dua puluhan.
Kemenangan Trump, baginya, tidak hanya menakutkan tetapi juga menyakitkan.
“Kami berkontribusi untuk negara ini. Kami mematuhi aturan, bekerja, membayar pajak, dan membantu ekonomi. Tapi semua itu tidak cukup,” katanya.
Patino juga marah dengan anggota keluarganya yang mendukung Trump, meskipun mereka sebelumnya pernah hidup tanpa dokumen resmi.
“Kami tidak bisa mendiskusikannya, karena akan berakhir dengan pertengkaran,” ujarnya.
Pecah Belah Amerika
Sementara itu, para pembela hak asasi manusia mempertanyakan kelayakan dan biaya rencana Trump. Menurut mereka, deportasi massal tidak hanya akan memengaruhi kehidupan jutaan orang, tetapi juga memecah belah masyarakat dan keluarga di AS.
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah ketakutan dan ketidakpastian, Palazuelos dan Patino berusaha tetap bertahan. Mereka berharap ada jalan keluar bagi komunitas imigran yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan dan ekonomi Amerika.
“Rasanya menyakitkan, tapi kami tidak punya pilihan selain terus berjuang,” kata Patino.
Trump Siap Kerahkan Militer
Presiden kelompok konservatif Judicial Watch, Tom Fitton menulis laporan yang menunjukkan pemerintahan Trump akan “siap mengumumkan keadaan darurat nasional dan akan menggunakan aset militer” dalam upaya “deportasi massal” pada 8 November lalu.
Lalu, Trump menjawab: “Benar!!!”
Pernyataan itu menjadi pesan paling tegas mengenai bagaimana Trump berencana memenuhi janji kampanyenya untuk melakukan “operasi deportasi terbesar” dalam sejarah AS.