Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita Korban Pergaulan Bebas yang Nikah Dini di Kabupaten Bekasi
18 Mei 2018 14:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat , angka pernikahan dini di wilayah tersebut cukup tinggi. Lebih mengerucut lagi, pernikahan dini tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Sukatani.
ADVERTISEMENT
"Kalau lihat data, di Sukatani ini ada sekiatar 60 persen anak-anak yang menikah muda," ujar Muhammad Rojak, Komisioner KPAID Kabupaten Bekasi, saat ditemui kumparan di Citywalk Cikarang, Kamis (10/4).
Jika dahulu tren pernikahan dini terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan ekonomi, saat ini sudah mulai beralih. Pernikahan dini di tahun-tahun terakhir terjadi karena pergaulan bebas.
Rojak menyebut, pemicu terjadinya pergaulan bebas di kalangan usia dini melalui teknologi informasi. Minimnya pengawasan orang tua juga menyumbang maraknya pergaulan bebas pada anak yang berujung pada pernikahan dini.
Biasanya terjadi pada orang tua yang sibuk bekerja dan membiarkan anaknya bergaul tanpa pengawasan. Para anak bebas mengakses media sosial dan bertemu dengan orang asing tanpa sepengetahuan orang tua.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya Ninis, (nama disamarkan), salah seorang warga Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, yang menjadi korban pergaulan bebas. Ia terpaksa menikah dengan pria yang dikenalnya di Facebook.
Saat ditemui kumparan, Ninis mengisahkan pernikahan dilandasi dari pergaulan bebas yang dialaminya.
"Awal kenal sama Dendi (nama samaran) lewat Facebook, dia ngechat duluan, ngechat terus-terusan," ujar Ninis, saat ditemui kumparan, Kamis (10/4).
Ninis yang masih berusia 15 tahun mengaku terbuai rayuan Dendi dan akhirnya menerima ajakan pria tersebut untuk bertemu di Sentra Grosir Cikarang. "Ketemuan pertama sama dia (Dendi) sama teman waktu pulang sekolah, dia (Dendi) juga sama teman," ucapnya.
Pertemuan mereka berujung menjadi dekat. Ninis dan Dendi kerap bertemu dan memutuskan pacaran.
ADVERTISEMENT
Merasa nyaman dengan sosok Dendi, Ninis pun terbuai menerima ajakan Dendi untuk bersetubuh, meski belum lama mengenal remaja tersebut. Kejadian itu membuat Ninis hamil di luar nikah.
Saat itu Ninis duduk di kelas 3 SMP. Kehamilannya membuat ia malu untuk sekolah, sehingga ia membolos selama 5 bulan.
"Waktu usia 4 bulan masih sekolah. (Setelah) sudah terlihat besar perutnya, memutuskan untuk enggak sekolah dulu," ungkapnya.
Ninis juga minta pertanggungjawaban Dendi untuk menikahinya, mereka pun akhirnya menikah.
Pernikahan Ninis dan Dendi tidak didaftarkan ke KUA karena usia Ninis belum mencukupi. Mereka hanya menikah melalui tokoh agama di wilayah rumahnya.
Setelah pernikahan, Ninis dan Dendi tidak tinggal dalam satu atap. Ninis tinggal bersama orang tuanya sedangkan Dendi tinggal bersama orang tua Dendi.
ADVERTISEMENT
"Sekarang udah enggak komunikasi lagi sama dia, ke rumah juga enggak, pas lahiran juga enggak datang. Tapi orang tua dia tahu kalau saya lahiran," ujar Ninis.
Kini nasib rumah tangga mereka semakin tidak jelas. Dendi bahkan telah memiliki kekasih baru.
Ninis mengaku menyesali pergaulan bebasnya yang membuat hidupnya kini berantakan. Dia bahkan ditinggalkan suami secepat itu tanpa diceraikan. Pun demikian, Ninis tak bisa mengajukan permohonan cerai karena pernikahan mereka tak tercatat secara hukum.
Namun begitu, Ninis tetap melanjutkan sekolahnya demi masa depan dirinya dan anaknya. "Sekarang anak dititipin sama om, aku besok ikut Ujian Nasional, mau lanjut sekolah ke SMA," ucapnya.
Sekarang Ninis juga masih menjalankan terapi karena dirinya masih trauma dengan kejadian yang ia alami.
ADVERTISEMENT
------------------------------------------
Ikuti cerita lain penelusuran kumparan terkait kampung pernikahan dini di sini.