Cerita Mahfud soal TWK KPK: Permainan di Bawah Presiden, Jokowi Aja Kaget

13 September 2024 15:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
Eks Menko Polhukam Mahfud MD ditemui di Fakultas Hukum UGM, Rabu (31/7/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Menko Polhukam Mahfud MD ditemui di Fakultas Hukum UGM, Rabu (31/7/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD bercerita soal proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang digelar terhadap para pegawai KPK dalam proses transisi menjadi ASN. Khususnya, saat ia mendapatkan kabar bahwa ada 57 pegawai yang tidak lolos dan tersingkir dari lembaga antirasuah.
ADVERTISEMENT
"Saya punya cerita sendiri kalau itu," kata Mahfud dalam podcast bersama Novel Baswedan, dikutip pada Jumat (13/9).
Saat Mahfud mendapatkan laporan keputusan 57 orang tak lolos TWK, ia mendapatkan telepon langsung dari menteri terkait. Saat itu, menteri tersebut mengatakan keputusan bahwa 57 orang diberhentikan karena tidak memenuhi syarat dari sudut kebangsaan. Hal itu merupakan syarat menjadi seorang PNS.
"'Lho [para pegawai] ini kan udah lama [bekerja]', saya bilang. 'Lho ini kan sudah lama, kenapa baru sekarang?', 'ndak, gitu keputusannya'. Nampaknya ini memang permainan di bawah presiden," kata Mahfud.
"Karena presiden juga kaget, seperti yang Bapak sebut tadi. 'Jangan gitu dong'. Saya dipanggil, 'Pak Mahfud, gimana ini?', 'Pak menurut saya sama dengan Bapak, ini ndak boleh orang diberhentikan, sudah sekian tahun kan tinggal alih fungsi aja, alih status aja', saya bilang. Langsung diitukan, jadikan PNS," sambungnya.
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (tengah) menyampaikan orasi saat pelepasan 57 pegawai yang tidak lolos TWK di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Saat itu, Mahfud menyebut bahwa para pegawai yang tidak lolos itu sudah bekerja lama, malah dites seperti pegawai yang baru daftar.
ADVERTISEMENT
"'Terus gimana?', 'menurut undang-undang, Bapak penguasa tertinggi untuk masalah kepegawaian ini'. Pejabat tertinggi untuk menentukan orang boleh diangkat atau tidak, semua itu kan delegasi Bapak. Kalau Bapak mau, ya batalkan aja itu TWK. 'Oh ya sudah'," kata Mahfud menirukan perbincangannya dengan Jokowi.
"Kan ramai lagi besoknya mau membatalkan TWK, istana juga, presiden bersuara, gitu kan," sambungnya.
Namun saat itu hal tersebut ternyata tidak bisa dilakukan. Menurut Mahfud, tekanan untuk menyingkirkan 57 pegawai itu yang berasal dari 'bawah' begitu kuat. Dia tidak membeberkan siapa yang memberikan tekanan itu.
"Ndak bisa, rupanya di bawah itu kental untuk menyingkirkan 57 orang itu," kata Mahfud.

Solusi Mahfud: Pindah Instansi

Karena adanya tekanan tersebut, Presiden Jokowi memanggil Mahfud dan Mensesneg Pratikno. Keduanya diminta untuk mencari jalan keluar.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, solusi yang ditemukan adalah para pegawai yang tidak lolos itu ditawari untuk berkiprah di institusi lain.
"Kita tawari untuk jadi PNS di tempat lain. Saya dengar sesudah atau sebelum itu, Pak Presiden memanggil Kapolri, 'udah ambil aja ditempatkan di Polri aja', tetap sebagai PNS dan pangkat lama tapi fungsinya silakan diatur," kata Mahfud.
"Nah itu kami masih berdebat juga, 'ini 57 orang ini kan die hard ini, orang-orang bagus', saya bilang. 'Apakah mereka mau nanti', saya bilang," sambungnya.
Akhirnya, Mahfud memanggil Febri Diansyah dan meminta pendapat apakah 57 pegawai ini mau jika dipindahkan ke instansi lain. Dia tidak menjelaskan mengapa Febri yang dipanggil. Namun, Febri dikenal dekat dengan para pegawai ini, sebelum ia mundur dari posisinya sebagai jubir KPK.
ADVERTISEMENT
"Febri Diansyah itu yang datang. 'Eh Anda minta ini saya bisa perjuangkan, tapi kalau mereka tidak mau kan saya yang malu,' Saya bilang. 'Anda bisa menjamin ndak bahwa anak-anak ini 57 orang mau', kalau kita tau ini lalu mereka 'saya tidak mau', kan kami yang terpukul, saya bilang," kata Mahfud.
"Febri Diansyah waktu itu, 'ya kami sebagian besar Pak, karena ini orang juga baik-baik ini, diperlukan'. Nah proses itulah yang menyebabkan tadi jalan keluar," sambungnya.
Menurut Mahfud, soal pemecatan 57 pegawai ini sudah sangat kuat. Sebab, hal soal TWK itu merupakan urusan dari KPK, KemenPAN-RB dan Kemenkumham.
"Kan sudah kuat ini. Saya bicara udah ndak bisa. Saya sudah bicara dengan mereka," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Nah lalu Presiden itu kan yang, 'ini harus diselamatkan'. Bahkan beliau bilang begini, Pak Presiden itu kalau dengan saya, bilang begini 'itu apa tuh Pak Mahfud, orang seperti Novel Baswedan itu kan perlu'. Demi Allah ini, Pak Presiden bilang ke saya. 'Orang seperti Novel Baswedan perlu biar ada yang takut lah orang itu', Pak Presiden bilang ke saya waktu itu," sambungnya.
Atas dasar itu, maka jalan keluar yang diambil yakni para pegawai itu disalurkan ke Polri.
"Jadi memang itu permainan di tiga kubu, kalau di tingkat jabatan tinggi. Nah saya sama Pak Pratik yang cari jalan keluarnya waktu itu," pungkasnya.
Adapun TWK merupakan tes yang digunakan pada saat pegawai KPK hendak beralih menjadi ASN. Dalam tes tersebut, ada 57 pegawai yang dinyatakan 'tidak lolos', termasuk di dalamnya ada penyidik top macam Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, hingga Yudi Purnomo Harahap.
ADVERTISEMENT